Pembuatan gerabah di Desa Kasongan dimulai sejak Perang Diponegoro yaitu sekitar tahun 1825-1830. Pada masa itu, masyarakat membuat gerabah untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sehari-hari. Gerabah sendiri sebenarnya berasal dari bahasa Jawa yang menunjuk pada alat-alat dapur atau kitchenware. Sehingga masyarakat cenderung membuat produk-produk seperti kuali, kendhil, anglo, cowek, dll.
Sedangkan seni kerajinan keramik sendiri telah berkembang sejak abad ke-20. Dipelopori oleh seorang seniman handal bernama Jembuk pada tahun 1930-an, pembuatan gerabah mulai berubah menjadi seni kerajinan keramik (Raharjo, 2009: 2). Waktu itu, Jembuk membuat keramik yang berbeda dengan buatan masyarakat Kasongan pada umumnya. Hal ini tentu membawa warna baru bagi masyarakat Kasongan, terlebih dalam hal desain yang dituangkan dalam setiap produk gerabah yang dibuatnya.
Dalam menghadapi perkembangan era globalisasi, beberapa seniman dan mahasiswa, serta staf pengajar Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia (STSRI) "ASRI" Yogyakarta (yang sekarang menjadi Fakultas Seni Rupa Institut Seni Indonesia Yogyakarta), berupaya untuk mendorong dan mengarahkan para pengrajin Kasongan agar bergerak proaktif sehingga tidak tertinggal oleh perubahan zaman yang sangat cepat (Raharjo, 2009: 3). Tak disangka, dorongan ini berhasil menumbuhkan semangat di masyarakat Kasongan hingga melahirkan berbagai bentuk, teknik pembuatan, dan proses finishing yang baru. Salah satunya ditandai dengan adanya perubahan fungsi dari keramik yang hanya digunakan untuk peralatan rumah tangga menjadi barang seni. Meskipun demikian, pembuatan keramik untuk kebutuhan rumah tangga tetap berjalan karena masih banyak masyarakat yang menggunakan peralatan dapur dari tembikar serta peralatan untuk keperluan upacara adat.
Perubahan yang paling terlihat dari produk-produk keramik yang dihasilkan terletak pada pola dekorasi gerabah yang menggunakan teknik tempel. Teknik tempel merupakan teknik menghias keramik dengan cara memilin tanah liat kemudian ditempelkan pada badan keramik. Teknik ini membutuhkan pengerjaan yang teliti dan memerlukan waktu yang lama. Teknik ini telah menjadi ciri khas dan trademark dari kerajinan masyarakat Kasongan karena tidak ada penghasil kerajinan keramik lain yang menggunakan teknik ini serta memberikan karakter tersendiri pada produk Kasongan. Raharjo (2009: 3) menjelaskan bahwa ada seorang importir seni kerajinan keramik Desa Kasongan dari Kanada bernama Bruce Hight yang mencoba membuat model keramik Kasongan dengan cara mencetaknya menggunakan teknologi yang ia buat, namun keramik yang dihasilkan tetap memiliki karakter yang berbeda dengan buatan pengrajin Desa Kasongan.Â
Dikaji dengan teori sosiologi budaya, menurut Raymond Williams dalam bukunya Culture (1981: 17-19), sosiologi budaya memiliki tiga komponen penting, yaitu lembaga budaya, isi budaya, dan efek budaya. Lembaga budaya yang dimaksud merupakan pihak yang menghasilkan dan mengontrol produk budaya. Sedangkan isi budaya merupakan produk yang dihasilkan dan efek budaya merupakan konsekuensi dari adanya produk budaya yang dihasilkan. Lembaga budaya dalam sentra kerajinan Desa Kasongan adalah masyarakat Desa Kasongan sendiri yang merupakan pengrajin seni keramik. Produk budaya yang dihasilkan tentunya keramik-keramik yang memiliki karakter tersendiri dengan teknik tempel yang digunakan. Kemudian efek dari adanya produk-produk keramik yang memiliki karakter khusus ini adalah tingginya minat konsumen terhadap produk seni kerajinan keramik Kasongan, tidak hanya ranah nasional tetapi hingga ranah internasional.
Industri kerajinan keramik Desa Kasongan masih bertahan hingga saat ini. Para pengrajin bergerak secara aktif untuk terus berinovasi mengikuti perkembangan zaman dengan memproduksi desain-desain terkini. Tidak hanya itu saja, ternyata tidak sedikit konsumen yang meminta desain khusus sesuai keinginan mereka pada pengrajin Kasongan. Hal ini tentu memberikan warna baru dan inspirasi bagi para pengrajin untuk terus berkarya dan berinovasi agar tidak mati ditelan perkembangan zaman.
Daftar Pustaka
Raharjo, Timbul. (2009). Historisitas Desa Gerabah Kasongan. Yogyakarta: Percetakan Kanisius.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H