Mohon tunggu...
Ardelia Ayuningrum
Ardelia Ayuningrum Mohon Tunggu... Administrasi - administrasi

suka membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Apakah UU Cipta Kerja Mengandung Nilai-Nilai Pancasila

1 Juli 2024   14:30 Diperbarui: 1 Juli 2024   14:33 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Ciptaker) menjadi undang-undang (UU) diwarnai penolakan. Meski demikian, pada akhirnya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI tetap mengetuk palu tanda disahkannya perppu itu menjadi UU. Perjalanan UU Cipta Kerja memang tak pernah mulus. Sejak awal, UU ini menuai banyak penolakan, meski pada akhirnya tetap disahkan. Dalam perjalanannya, UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Namun, merespons putusan tersebut, pemerintah justru menerbitkan perppu yang pada akhirnya disahkan menjadi UU.

Dikebut

Ide atau gagasan tentang omnibuslaw Cipta Kerja pertama kali diungkapkan oleh Presiden Jokowidodo pada pidato pelantikannya sebagai Presiden RI pada periode kedua, 20 Oktober 2019. Tak lama setelah itu, Jokowi memerintahkan jajarannya menyusun draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja. Kilat, draf RUU tersebut dinyatakan rampung oleh pemerintah pada 12 Februari 2020. Setelahnya, bola bergulir di DPR. RUU Cipta Kerja mulai dibahas oleh legislator pada 2 April 2020. Rapat konsultasi pengganti Badan Musyawarah (Bamus) DPR menyerahkan pembahasan RUU Ciptaker pada Badan Legislasi (Baleg) DPR. Baleg DPR membentuk Panitia Kerja (Panja) RUU Ciptaker pada 14 April 2020, yang terdiri atas 35 orang anggota dan lima orang pimpinan Baleg DPR. Panja RUU Ciptaker memulai kerjanya pada 27 April dengan mengundang sejumlah ahli, pakar dan akademisi terkait, serta stakeholder yang terkait dengan RUU Ciptaker, termasuk dari asosiasi-asosiasi profesi, pengusaha dan juga serikat buruh. Pembahasan DIM dilakukan oleh Panitia Kerja (Panja) secara detail dan intensif mulai dari tanggal 20Mei sampai dengan 3 Oktober 2020 atau 3 masa sidang DPR. UU Ciptaker dikebut dalam 64 kali rapat, dua kali rapat kerja, 56 kali rapat Panja, dan enam kali Rapat Timus/Timsin. Akhirnya, RUU Cipta Kerja disahkan dalam Rapat Paripurna pengesahan pada Senin, 5Oktober.

Inkonstitusional Bersayarat

Untuk pertama kalinya sejak berdiri, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan untuk sebagian permohonan uji formil. Majelis Hakim Konstitusi menegaskan bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) cacat secara formil. Untuk itu, Mahkamah menyatakan bahwa UU Cipta Kerja inkonstitusionalitas bersyarat.  Demikian Putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020 dibacakan dalam sidang putusan yang digelar pada Kamis (25/11/2021) siang.  Dalam Amar Putusan yang dibacakan oleh Ketua MK Anwar Usman, Mahkamah mengabulkan untuk sebagian permohonan yang diajukan oleh Migrant CARE, Badan Koordinasi Kerapatan Adat Nagari Sumatera Barat, Mahkamah Adat Minangkabau, serta Muchtar Said. “Menyatakan  pembentukan UU Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ‘tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 (dua) tahun sejak putusan ini diucapkan'. Menyatakan UU Cipta Kerja masih tetap berlaku sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu sebagaimana yang telah ditentukan dalam putusan ini,” ucap Anwar yang dalam kesempatan itu didampingi oleh delapan hakim konstitusi lainnya.

Dalam putusan yang berjumlah 448 halaman tersebut, Mahkamah juga memerintahkan kepada pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak putusan diucapkan. Apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan, maka UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional secara permanen.

Terbitkan Perppu

Satu tahun setelah putusan Mahkamah Konstitusi, pemerintah tiba-tiba mengeluarkan Perppu Nomor 2 tahun 2022 untuk menggantikan UU Cipta Kerja yang dinyatakan Inkonstitusional Bersyarat. Aturan tersebut diteken Presiden Jokowi pada Jum’at (30/12/2022). "Dengan keluarnya Perppu Nomor 2 Tahun 2022 ini diharapkan kepastian hukum bisa terisi dan ini menjadi implementasi dari putusan MK," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat. Airlangga mengatakan, Perppu Cipta Kerja mendesak diterbitkan karena Indonesia dan semua negara tengah menghadapi krisis pangan, energi, keuangan, dan perubahan iklim. "Pertimbangannya adalah kebutuhan mendesak, pemerintah perlu mempercepat antisipasi terhadap kondisi global baik yang terkait ekonomi," ujarnya.

UU Cipta Kerja Dicabut

Dalam 2 periode pemerintahan Presiden Jokowidodo banyak menerbitkan kebijakan-kebijakan yang merugikan buruh dan keluarganya. Salah satunya UU Cipta Kerja dan aturan turunannya. Hari buruh internasional yang jatuh setiap 1 Mei selalu disambut antusias serikat buruh/pekerja dan masyarakat sipil di berbagai negara dengan menyelenggarakan demonstrasi. Tak terkecuali di Indonesia, demonstrasi yang digelar itu mengusung sejumlah isu perburuhan antara lain mendesak pemerintah untuk mencabut UU No.6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No.2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi UU. Alasan utamanya, beleid itu memuat ketentuan yang merugikan buruh dan keluarganya. Maka dari itu pemerintah kedepan dituntut untuk berani mancabut UU Cipta Kerja dan dalam mengeluarkan kebijakan kedepan harus mementingkan kepentingan buruh dan rakyat indonesia

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun