Jumat pagi itu, ketika ingin memasuki ruang kelas perikanan untuk mengajar. Saya seperti biasa mempersiapkan peralatan fasilitas penunjang seperti infokus, absen, kabel dan lain-lain yang dianggap perlu untuk kebutuhan mengajar. Dengan badan yang penuh bebawaan berbagai macam bentuk, mulai ransel di punggung, selempang tas infokus dan dua tangan yang penuh memegang kabel dan absen. Saya berjalan menuju ruang kelas perikanan yang jaraknya lebih kurang lima belas meter agak di depan letaknya dan bersebelahan tepat di ruang Rektor. Sehingga dengan melihat kondisi saya begitu, bisa dikatakan kalo saya itu seperti orang yang mau mudik ketimbang orang yang mau masuk kelas. Hehehe.. ^^
Sesampai di kelas, ada seorang Mahasiswa yang menjadi perhatian saya sejak pertama mengajar. Bukan karena apa atau kenapa, karena rasa perdulinya yang begitu tinggi. Misal hal yang dilakukannya terhadap saya bisa seperti langsung mengambil bawaan adakadbra yang saya bawa tadi. Tas infokus diletakkannya, kabel dicolokinnya, serta tak lupa infokuspun dihidupkannya. Setelah saya habis mengajar pun, dia dengan langsung sigap, tanggap dan tanpa diperintah langsung membereskan infokus. Kabel digulung, diletakkannya kembali infokus itu kedalam tasnya sampai infokus itu dibawanya dan mendarat aman di kantor. Hal seperti ini bukan hanya pada kelas saya saja dia lakukan, tetapi juga terhadap kelas-kelas teman lain pun dia berlaku hal yang sama. *Subhanallah..
Sewaktu di kelas dengan angkatan yang berbeda, ketika saya dalam kondisi yang sama. Ternyata yang saya dapati berbeda perlakuan terhadap kelas yang ada Mahasiswa tadi. Misal, saya sendiri yang menyiapkan infokus tersebut bahkan saya memanggil nama Mahasiswa untuk meminta tolong menyiapkan dan membereskan kabel dan kawan-kawannya serta meminta agar bisa dibawakan ke kantor ketika perkuliahan selesai.
Banyak ragam karakter mahasiswa yang bisa dilihat di dalam kelas yang semuanya bisa dipelajari seperti miniatur sebuah masyarakat. Misalnya tadi, ada yang keperduliannya tinggi, sigap dan tanggap. Ada juga sebaliknya cuek dan tidak perduli. Ada yang hanya tunggu diperintah ketika dimintai tolong. Ada yang bahkan ketika disuruh malah melemparkan perintah itu ke yang lain. Ada juga yang ketika tidak berada di kelas dengan takzim bersalaman atau bahkan sebaliknya pura-pura tidak melihat kalo ada teman bahkan gurunya lewat. *hehhe. Mungkin kita tahu kita berada dikarakter yang mana. ^^
Masalahnya sekarang apakah karakter bisa berubah? apa bisa dibentuk? Atau memang bawaan lahir dari sononya? Bahkan ada beberapa teman yang berpendapat, “Ya, kalau sudah karakter mana bisa berubah lagi, sudah dari orok bawaan lahir...” sebenarnya saya sendiri meyakini kalau karakter manusia itu bisa dirubah. Semuanya bisa berubah asal ada segepok kemauan, seonggok tekad, segumpal keyakinan dan sebongkah kepercayaan pada diri sendiri untuk mengubah karakter tersebut. Jadi sekarang tinggal ada kemauan yang besar dari dalam diri untuk berubah.
Karakter pemalas, karakter pemarah, karakter tukang telat, karakter cuek, karakter egois, karakter pembohong, karakter pesimis dan karakter negatif yang lain bisa diubah. Semua bisa diubah sejauh mana kebulatan tekad seseorang untuk mengubahnya. Dalam mengubahnya pun tidak semudah seperti kita ingin makan pedas tinggal makan cabe atau seperti kita ingin menolehkan kepala ke kiri atau ke kanan. Tentu tidak semudah itu, karena butuh perjuangan yang maha dahsyat, super gigih dan perjuangan selangkah demi selangkah, sejengkal demi sejengkal dan tentu butuh ekstra kesabaran karena karakter tersebut yang sudah melekat dan mendarah daging dijiwa kita. Sekarang tinggal kita menikmati proses perubahan ke arah karakter yang lebih baik tersebut.
Mengutip perkataan Prof. Kazuo Murakami, PHD dalam buku menang melawan diri sendiri. Mengatakan bahwa 95% gen kita masih tidur, alias belum digunakan. Andaikata kita bisa melejitkannya hingga 10% saja, kita bisa sehebat Napoleon, Columbus, Albert Einstein dll. Caranya hanya dengan memaksa diri untuk merubah karakter dan habit buruk kita. Seperti kata Mbah Einstein yang berkata pada titahnya : “kebanyakan orang berkata bahwa kecerdasanlah yang melahirkan seorang ilmuwan besar. Mereka salah, karakterlah yang melahirkannya”. So, mari mulai dengan langkah kecil untuk mengubah karakter negatif danbad habit yang biasa kita lakukan, karena Allah sendiri tidak akan mengubah nasib suatu kaum, apabila kaum itu tidak mau merubah nasibnya sendiri. Jadi intinya ada pada diri kita pribadi. Wallahu’allam bishowab.
Palembang, 10 November 2012
Sore menjelang Maghrib 17.30 WIB
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H