PendahuluanÂ
Berbicara tentang aliran Taoisme sesungguhnya
dihadapkan pada pemikiran beberapa tokohnya. Tokoh Taoisme yang seringkali disebut oleh para pakar biasanya diawali dengan Yang Chu sebagai pemula, kemudian tokoh yang paling populer yakni Lao Tzu, disusul dengan Chuang Tzu, dan disebut pula Lieh Tzu (Fung Yu-Lan, 1952; Fung Yu-Lan, 1990; Lasiyo, 1982/1983).
Nama para tokoh itu juga sekaligus menjadi judul berbagai kitab yang ditulis oleh para tokoh bersangkutan, meski pun harus dicatat bahwa terdapat dugaan yang kuat dari sementara ahli bahwa di dalam salah satu kitab dengan judul nama tokoh, belum tentu merupakan karya tokoh itu sendiri. Sebagai contoh, kitab Lao Tzu yang populer dengan nama Tao Te Ching diperkirakan bukan hanya memuat pikiran Lao Tzu saja, melainkan juga memuat pikiran tokoh-tokoh lain seperti Yang Chu umpamanya, atau bahkan merupakan hasil interpretasi para murid Lao Tzu yang menyusunnya (Tan Tjoe Som, 1962:7-13; Creel, 1989:103-105). Di samping itu, masih terdapat kontroversi tentang nama para tokoh itu, misalnya kapan persisnya mereka hidup, dan bahkan terdapat cukup banyak keraguan bahwa seorang tokoh, Lao Tzu umpamanya, sungguh-sungguh merupakan tokoh historis ataukah sekedar nama rekaan para penganutnya. Keadaan sedemikian itu memang menantang untuk
diadakan penelitian historis secara lebih cermat. Namun demikian, dalam kepentingan karangan ini, kontroversi seperti itu tidak menjadi fokus perhatian utama. Biarlah hal itu menjadi lahan penelitian para sejarawan, baik sejarawan sastra maupun filsafat. Karangan ini lebih memfokuskan diri ke arah ajaran pokok Taoisme sebagaimana sering dikutip oleh para pengarang, baik yang berasal dari Yang Chu, Lao Tzu, maupun Chuang Tzu. Namun agaknya di antara para tokoh itu, Lao Tze-lah yang akan lebih banyak diacu, mengingat kitabnya (Tao Te Ching) merupakan salah satu kitab terpenting dalam paham Taoisme.
1. Salah satu konsep utama dalam Taoisme adalah Wu Wei, yang berarti "tanpa paksaan" atau "bertindak sesuai dengan alur alami". Dalam konteks kepemimpinan, Wu Wei mengajarkan bahwa pemimpin yang bijaksana tidak memaksakan kehendaknya, tetapi membiarkan segala sesuatu berjalan sesuai dengan jalannya yang alami. Kepemimpinan dalam Taoisme lebih menekankan pada usaha untuk memandu orang dengan lembut, bukan mengontrol atau mendikte.
2. Kepemimpinan yang Tidak Terlihat (Invisible Leadership)
Taoisme mengajarkan bahwa pemimpin yang baik tidak harus selalu menonjol atau mendominasi. Konsep ini tercermin dalam ajaran yang sering ditemukan dalam Tao Te Ching, sebuah teks penting dalam Taoisme, yang mengatakan bahwa seorang pemimpin yang sejati adalah mereka yang bisa memimpin tanpa terlihat jelas. Pemimpin yang tidak mencolok adalah mereka yang mampu menciptakan kondisi di mana orang-orang bekerja dengan sendirinya, tanpa harus diperintah atau dipaksa.
3. Kepemimpinan Berdasarkan Keberadaan (Being, bukan Doing)
Taoisme menekankan pada keberadaan dan kehadiran pemimpin, bukan pada tindakan yang terburu-buru atau keputusan yang terburu-buru. Pemimpin yang baik dalam Taoisme adalah seseorang yang berdiri teguh dan tenang, yang memancarkan ketenangan dan kebijaksanaan melalui cara hidupnya, bukan hanya melalui tindakan atau keputusan.
4. Kepemimpinan yang Mengutamakan Keharmonisan
Keharmonisan adalah nilai inti dalam Taoisme, baik dalam hubungan antara manusia dengan alam maupun antar sesama. Dalam kepemimpinan Taoisme, pemimpin diharapkan untuk menciptakan keseimbangan dan harmoni dalam lingkungan mereka, baik di tingkat sosial, politik, maupun emosional. Mereka harus bisa mendengarkan, memahami, dan menghargai berbagai pendapat serta memperhatikan kebutuhan orang-orang yang mereka pimpin.
5. Kepemimpinan yang Sederhana dan Rendah Hati
Dalam Taoisme, seorang pemimpin yang baik seharusnya sederhana dan rendah hati. Pemimpin yang terperangkap dalam ambisi pribadi atau keinginan untuk memperoleh status atau pengakuan akan kehilangan hubungan mereka dengan Tao dan kehilangan kebijaksanaan sejati. Kepemimpinan yang baik bukanlah soal kemegahan atau kekayaan, tetapi tentang keheningan dalam tindakan, kejujuran dalam hati, dan keterbukaan dalam pikiran.