Mohon tunggu...
Ardel Bayu Adityo
Ardel Bayu Adityo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Mercu Buana | Jurusan Ilmu Komunikasi | Prodi Digital Communication | NIM 44521010069

Mata Kuliah: Pendidikan Anti Korupsi dan Kode Etik UMB. Dosen Pengampu: Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

QUIZ - Penerapan Penyebab Kasus Korupsi di Indonesia dengan Pendekatan Robert Klitgaard dan Jack Bologna

29 November 2024   00:55 Diperbarui: 29 November 2024   00:55 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendahuluan

Pengertian Korupsi

Dikutip dari Say No to Korupsi (2012) karya Juni Sjafrien Jahja, kata korupsi dari bahasa Latin corruptio atau corruptus yang berasal dari bahasa Latin yang lebih tua corrumpere. Istilah korupsi dalam bahasa Inggris corruption dan corrupt, dalam bahasa Perancis corruption dan dalam bahasa Belanda corruptie yang menjadi kata korupsi dalam bahasa Indonesia.

Henry Campbell Black dalam Black's Law Dictionary menjabarkan korupsi adalah perbuatan yang dilakukan dengan maksud memberikan beberapa keuntungan yang bertentangan dengan tugas dan hak orang lain. Perbuatan seorang pejabat atau seorang pemegang kepercayaan yang secara bertentangan dengan hukum, secara keliru menggunakan kekuasaannya untuk mendapatkan keuntungan untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain, bertentangan dengan tugas dan hak orang lain.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dijelaskan tentang pengertian istilah korup (kata sifat) dan korupsi (kata benda). Korup adalah buruk, rusak, busuk. Arti lain korup adalah suka memakai barang (uang) yang dipercayakan kepadanya; dapat disogok (memakai kekuasannya untuk kepentingan pribadi). Mengkorup adalah merusak, menyelewengkan (menggelapkan) barang (uang) milik perusahaan (negara) tempat kerjanya. Korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. 

Mengkorupsi adalah menyelewengkan atau menggelapkan (uang dan sebagainya). Menurut Kamus Oxford, korupsi adalah perilaku tidak jujur atau ilegal, terutama dilakukan orang yang berwenang. Arti lain korupsi adalah tindakan atau efek dari membuat seseorang berubah dari standar perilaku moral menjadi tidak bermoral.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999, korupsi adalah tindakan setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Korupsi juga diartikan sebagai tindakan setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi. Juga menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

WHAT? 

Apa itu GONE Theory Dan CDMA Theory?

Ada Beberapa Teori Sebab-Sebab Tindak Pidana Korupsi Yang Ada Di Dunia, Namun Penulis Ingin Membahas 2 Teori Yang bisa dibilang Menarik Yaitu GONE Theory Dari Jack Bologne Dan CDMA Theory Dari Robert Klitgaard. 

Sebelum memasuki bahasan analisa kasus berdasarkan teori sebab-sebab tindak
pidana korupsi, alangkah lebih baik jika kita mengetahui ada teori apa saja yang termasuk dalam teori sebab-sebab tindak pidana korupsi, sebagaimana dalam uraian berikut:

Teori Gone (GONE Theory) yang dikemukakan oleh Jack Bologne dalam bukunya The Accountant Handbook of Fraud and Commercial Crime yang disadur oleh BPKP 12 dalam bukunya Strategi Pemberantasan Korupsi Nasional tahun 1999, menjelaskan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kecurangan meliputi Greeds (Keserakahan), Opportunities (Kesempatan), Needs (Kebutuhan) dan Exposures (Pengungkapan) sangat erat kaitannya dengan manusia melakukan kolusi dan korupsi.
Teori ini merupakan pengembangan dari konsep segitiga kecurangan (triangle fraud), yang menyatakan bahwa dalam setiap situasi kecurangan (fraud), terdapat tiga faktor yang hadir yaitu Tekanan (Pressure), Peluang (Opportunity), dan Rasionalisasi (Rationalization) menurut Cressey (1953).

Teori GONE, sebagai penyempurnaan dari teori tersebut, mengidentifikasi empat faktor akar penyebab kecurangan, yaitu: Greed, Opportunity, Need, dan Exposures. Greed (keserakahan) terkait dengan perilaku serakah yang berpotensi ada dalam diri setiap individu. Pengertian keserakahan adalah keinginan untuk memperoleh lebih banyak dari yang dimiliki atau mempertahankan apa yang dimiliki dengan segala cara dan kecenderungan untuk tidak pernah puas. Keserakahan mencakup keinginan individu untuk memiliki lebih banyak barang material seperti uang dan kekayaan, atau hal-hal non-materi seperti kesuksesan dan kekuasaan. 

Opportunity (kesempatan) berhubungan dengan sistem dan prosedur pengadaan yang memberi celah terjadinya kecurangan serta berkaitan dengan kondisi organisasi atau instansi dan lingkungan masyarakat yang memberikan peluang bagi sescorang untuk melakukan kecurangan. Need (kebutuhan) mencerminkan sikap mental sescorang yang tidak pernah merasa puas dan selalu menginginkan lebih banyak. Dalam konteks ini, keserakahan (greed) dan kebutuhan (need) memiliki perbedaan, di mana keserakahan lebih fokus pada keinginan untuk memiliki lebih banyak, sedangkan kebutuhan melibatkan keinginan untuk memenuhi

kebutuhan yang tidak pernah terpuaskan. Exposures (paparan) terkait dengan tingkat hukuman bagi pelaku kecurangan yang rendah, hukuman yang tidak memberikan efek jera hagi pelaku maupun orang lain, dan minimnya efek pencegahan. Dalam kondisi ini, ketidakefektifan hukuman dapat mendorong pelaku untuk terus melakukan kecurangan karena merasa risiko hukuman rendah. Dalam teori Heinzelman Greed Scale (HGS), keserakahan (greed) diartikan sebagai keinginan untuk memperoleh lebih dari yang dimiliki atau mempertahankan apa yang dimiliki dengan segala cara dan cenderung untuk tidak pernah merasa puas. Keserakahan meliputi keinginan individu untuk mendapatkan lebih banyak barang material seperti uang dan kekayaan, atau hal-hal non-materi seperti kesuksesan dan kekuasaan.

Modul Prof Apollo
Modul Prof Apollo

Sedangkan CDMA Theory menjelaskan penyebab tindakan korupsi dapat terjadi karena terdapat
Faktor C D+ M - A yang berarti Corruption = Directionary + Monopoly - Accountability (CDMA). CDMA menjelaskan bahwa peristiwa korupsi diawali dengan adanya wewenang yang bersumber dari jabatan atau undang-undang. Jika kewenangan ditambah dengan Monopoli, maka korupsi dapat dicegah karena wewenangnya dapat diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. 

Gambaran korupsi dan potensi korupsi terjadi ketika monopoli tidak memiliki akuntabilitas, proses pertanggungjawabannya tidak jelas, atau tidak ada proses pertanggungjawaban. Jika individu memiliki kejujuran yang kuat, memiliki keyakinan bahwa kekuasaan ini akan dilakukan dengan tepat. Di sisi lain, jika orang memiliki integritas yang kurang terdapat kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan atau oforitas.

Why?

Mengapa Gone Theory Dan CDMA Theory Cukup Baik Untuk Menganalisa Penyebab Kasus Korupsi Di Indonesia?

Teori GONE dan teori CDMA adalah dua pendekatan yang cukup relate atau relevan pemggunaan nya di dalam menganalisis kasus korupsi, termasuk di Indonesia, karena keduanya itu menjelaskan dari faktor penyebab korupsi seperti dari sudut pandang ekonomi, psikologi, dan juga sistem. Seperti contoh:

- Sistem Kompleksitas: Kedua teori dalam hal ini menekankan perlunya perubahan sistemik. Indonesia memiliki sistem birokrasi yang cukup kompleks yang kadang-kadang menciptakan peluang untuk korupsi. Teori GONE menekankan aspek psikologis dan ekonomi dari para pelaku, sementara CDMA berkonsentrasi pada kelemahan struktural.

- Budaya dan Lingkungan: Paparan seseorang terhadap korupsi (teori GONE) serta kecenderungan monopolistik dan kurangnya akuntabilitas (teori CDMA) cukup relevan, terutama dalam konteks Indonesia, di mana korupsi telah menjadi isu sistemik.

- Penyelesaian Masalah: Dengan menggunakan kedua teori ini, upaya anti-korupsi dapat didekati secara komprehensif dalam konteks Indonesia modern dengan:

Setelah membaca informasi mengenai kedua teori tersebut maka bisa diambil kesimpulan bahwa untuk Mengatasi motivasi individu seperti keserakahan dan kebutuhan itu memakai (teori GONE) sedangkan untuk Memperbaiki sistem, mengurangi monopoli serta meningkatkan akuntabilitas memakai (teori CDMA).

HOW?

Bagaimana Implementasi Dari Teori Gone Dan Teori CDMA Di Kasus Korupsi Di Indonesia?

Pada akhir tahun 2019, Kementerian Perdagangan (Kemendag) yakin untuk menjalankan program pembangunan serta revitalisasi pasar rakyat sejumlah 5.000 unit. Program yang diselenggarakan pemerintah tersebut dilakukan guna meningkatkan daya saing pasar tradisional di Indonesia. Pembangunan pasar yang sudah berhasil direalisasikan pada periode tahun 2015-1018 ini ternyata dapat memancing para pejabat desa untuk melakukan aksi korupsi.
Setelah ditelusuri ternyata tersangka korupsi pembangunan pasar di Periuk Tangerang bertambah yang sebelumnya terdapat 4 orang tersangka kini menjadi 5 orang (Dilansir dari Fauzi, 2022).

Erich Folanda sebagai Kepala Kejari Kota Tangerang menjelaskan bahwa keempat tersangka memiliki wewenang yang berbeda dalam pembangunan proyek pasar di sekitar di Kelurahan Gebang Raya pada tahun 2017. Dengan total kerugian mencapai Rp 5.063.579.000 maka masing- masing tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 ayat (1) UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP dan/atau Pasal 3
Jo. Pasal 18 ayat UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.

Dampaknya dari Korupsi Pembangunan Pasar adalah terhadap Lapangan Pekerjaan Karena efek jangka pendek dan jangka panjangnya yang signifikan, korupsi dianggap sebagai kejahatan luar biasa. Korupsi bukan saja mendatangkan kerugian negara, tapi juga membuat orang-orang yang tinggal di sana menderita. Kita semua merasakan dampak korupsi di berbagai bidang. Korupsi itu Dampaknya dapat dilihat dari meningkatnya harga barang dan jasa publik, bertambahnya jumlah penduduk miskin, serta langkanya fasilitas kesehatan dan pendidikan. 

Korupsi telah memperlambat pertumbuhan ekonomi dan menghambat sejumlah rencana pembangunan. Dari segi budaya, korupsi juga merusak kearifan lokal dan menggantikannya dengan kebiasaan buruk. Korupsi adalah kasus yang penyelesaiannya sangat rumit, berbelit-belit, dan memakan waktu cukup lama karena banyaknya kasus yang belum terselesaikan secara memuaskan di pengadilan. Pelaku korupsi memiliki dana yang cukup, berpendidikan tinggi, dan memahami hukum, sehingga sulit untuk menyelesaikan masalah karena mereka dapat memanfaatkan celah untuk menghindari terikat olehnya.

Dalam pembangunan pasar lingkungan di Kelurahan Gebang Raya, Kecamatan Periuk, Kota Tangerang, pernah terjadi kasus korupsi di masa lalu. Kita menyadari kinerja keuangan suatu negara semakin menurun semakin banyak polusi yang ditimbulkan. Kinerja perekonomian suatu negara, sebaliknya tangan, meningkat ketika korupsi dikurangi. Kelas menengah ke bawah secara langsung dipengaruhi oleh korupsi, yang menghambat pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, rendahnya upah tenaga kerja, kenaikan harga, dan ketidakmampuan produk pertanian untuk bersaing. Publik. 

Misalnya, masyarakat tidak pernah menerima bantuan dana untuk petani, koperasi, dan usaha kecil di bidang pertanian. Sudah menjadi rahasia umum bahwa pasar tidak dibangun sesuai spesifikasi sehingga tidak aman bagi pembeli dan penjual karena bentuknya yang goyah dan tidak layak pakai.

Seorang pegawai negeri dan tiga pihak swasta dalam kasus tersebut merupakan dua dari empat orang yang ditetapkan sebagai tersangka. Tentu saja kasus korupsi tersebut merugikan banyak pihak. Korupsi juga mempersulit penciptaan lapangan kerja, seperti lapangan kerja. Kami sadar bahwa orang menghasilkan uang dengan membeli dan menjual barang di pasar. 

Namun, karena bangunan seperti itu tidak praktis, hanya sedikit orang yang dapat membeli dan menjual di sana karena mereka tidak yakin apakah mereka akan.Akibatnya, banyak pedagang mencari lokasi alternatif untuk berjualan. Karena tidak ada aktivitas perdagangan di pasar, tidak hanya pedagang tetapi juga tukang parkir dan penjaga toko. Berdasarkan apa yang terjadi, ekonomi masyarakat terkena dampaknya.

Dampak Korupsi Pembangunan Pasar terhadap Perekonomian Pedagang Perekonomian suatu negara menderita akibat korupsi. Salah satunya adalah perkembangan moneter yang lambat karena dampak berganda dari tingkat input yang rendah. Investor enggan masuk pada negara dengan tingginya tingkatan korupsi yang ada, yang mengakibatkan hal ini. Indeks Persepsi Korupsi (IPK) adalah salah satu dari banyak metode untuk menentukan tingkat korupsi suatu negara. 

Biaya transaksi ekonomi meningkat ketika pemerasan dan suap hadir dalam suatu ekonomi. Perekonomian menderita akibatinefisiensi. Ketimpangan sosial meningkat sebagai akibat dari perlambatan ekonomi. Orang yang berkuasa dan mampu menerima suap akan menjadi lebih kaya. Sedangkan miskin akan lebih menderita karena kemelaratan. Korupsi juga memiliki kemampuan untuk menyalurkan dana publik ke tangan individu yang korup, mengurangi pengeluaran pemerintah. Orang miskin tidak akan pernah memiliki akses yang memadai kesehatan, pendidikan yang layak, atau kehidupan yang layak, banyak efek penurunan dapat dirasakan bahkan saat tidak terlihat oleh mata dengan jelas oleh masyarakat sekitar, terutama individu yang kurang beruntung yang berjualan di pasar secara konsisten. Karena kurangnya pelanggan, banyak yang meninggalkan pasar pada saat ini. Selain itu, ada pedagang lain yang berjualan di desa, di rumah mereka, dll. Tentu saja, efeknya juga terasa jika tidak ada pekerjaan. Setiap toko biasanya memiliki banyak karyawan; sekarang mereka tidak bisa bekerja, mereka harus mencari cara lain untuk memenuhi kebutuhan mereka.
e. Dampak Korupsi Pembangunan Pasar terhadap Kondisi Bangunan Pasar
Agar tidak semakin merugikan perekonomian dan sistem demokrasi bangsa, korupsi harus diberantas secepat mungkin. Tujuan pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945 adalah terwujudnya negara yang adil, makmur, makmur, dan sejahtera. masyarakat Indonesia yang tertib. Indonesia harus terus memberikan peningkatan prosedur pemberantasan dan pencegahan korupsi dan tindak pidana lainnya jika ingin menjadi masyarakat yang sejahtera, adil, dan makmur.
Kasus pencemaran pasar di Kota Gebang Raya berdampak pada kondisi bangunan pasar yang terbengkalai dan tidak berpenghuni, sangat disayangkan tempat tersebut tidak berguna bagi para calo karena bangunan tersebut tidak sah. .Anggaran meningkat signifikan akibat kasus korupsi dalam pelaksanaan pembangunan menunjukkan bahwa anggaran APBD berisi proyek-proyek pemerintah yang nilainya digelembungkan kemudian dijadikan sumber dana korupsi.

Dalam teori GONE
Faktor pertama greed menyatakan bahwa siapapun dengan keserakahan yang berlebihan akan bekerja dengan berbagai cara, termasuk melakukan korupsi, untuk mencapai cita-cita mereka. Faktor kedua adalah opportunity, atau peluang mengakibatkan terjadinya perilaku koruptif karena adanya kesempatan atau peluang termasuk posisi. Faktor ketiga kebutuhan menjelaskan bahwa korupsi dilakukan dalam keadaan terpaksa seperti gaji yang tidak mencukup. Faktor exposes menunjukan bahwa koruptor percaya bahwa keuntungan dari korupsi lebih besar daripada penderitaan atau hukuman yang akan merekahadapi jika tertangkap.

Greed (Keserakahan):
Para pelaku korupsi dalam kasus tersebut didorong oleh keserakahan untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Mereka menyalahgunakan wewenang mereka.

Opportunity (Kesempatan):
Kesempatan untuk korupsi muncul karena lemahnya sistem pengawasan dalam proses pengadaan barang dan jasa. Para pejabat menggunakan celah dalam birokrasi untuk menyalahgunakan dana. 

Need ( Kebutuhan ):

Sebagian pelaku korupsi mungkin mengklaim tindakan mereka dilakukan untuk memenuhi kebutuhan, baik untuk mempertahankan kekuasaan politik maupun memenuhi tekanan dari pihak lain. Namun, kebutuhan ini sering kali tidak nyata, melainkan lebih bersifat manipulasi moral untuk membenarkan tindakan korupsi.

Exposure (Paparan):
Budaya korupsi di Indonesia yang sudah mengakar menciptakan lingkungan di mana pelaku merasa aman melakukan tindakan tersebut. Banyak pihak yang terlibat merasa bahwa mereka dapat lolos dari jerat hukum karena kasus serupa sebelumnya sering tidak terselesaikan secara tuntas.

Dalam Teori CDMA (Robert Klitgaard)
Teori CDMA menjelaskan penyebab tindakan korupsi dapat terjadi karena terdapat
Faktor C D + M - A yang berarti Corruption = Directionary + Monopoly - Accountability (CDMA). CDMA menjelaskan bahwa peristiwa korupsi diawali dengan adanya wewenang yang bersumber dari jabatan atau undang-undang. 

Monopoly (Monopoli):
Dalam kasus ini, monopoli kekuasaan terjadi dalam pengelolaan proyek pembangunan pasar. Dan para tersangka memang memiliki kendali penuh atas pengelolaan proyek dan pengadaan proyek, tanpa transparansi kepada publik.

Discretion (Diskresi):
Diskresi yang tidak terkontrol tampak dalam keputusan pejabat untuk menunjuk konsorsium tertentu sebagai pemenang proyek tanpa melalui prosedur lelang yang transparan. Hal ini kuga pasti membuka peluang manipulasi bagi para tersangka.

Accountability (Akuntabilitas):
Lemahnya akuntabilitas terlihat dalam kurangnya laporan terbuka terkait penggunaan anggaran proyek. Sistem audit yang tidak efektif juga membuat penyimpangan dana sulit dideteksi pada awalnya. Sehingga para pejabat desa yang beranggotakan 5 orang menciptakan kerugian sebesar Rp.5.063.579.000. 

Jika kewenangan ditambah dengan Monopoli, maka korupsi dapat dicegah karena wewenangnya dapat diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. Gambaran korupsi dan potensi korupsi terjadi ketika monopoli tidak memiliki akuntabilitas, proses pertanggungjawabannya tidak jelas, atau tidak ada proses pertanggungjawaban. Jika individu memiliki kejujuran yang kuat, memiliki keyakinan bahwa kekuasaan ini akan dilakukan dengan tepat. Di sisi lain, jika orang memiliki integritas yang kurang terdapat kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan atau otoritas.

Kesimpulan

Tindak pidana korupsi telah merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Perbuatan kotor yang dilakukan para penyelenggara negara dan pejabat negara itu bahkan lebih besar; yakni terampasnya hak-hak rakyat dan masyarakat luas, hak menikmati pembangunan, hak hidup layak karena mereka dililit kemiskinan, hak mendapat pendidikan yang ideal, dan bahkan hak-hak dasar hidup lainnya yang mestinya didapatkan siapa pun. Tapi karena korupsi yang makin merajalela, semua itu nyata di depan mata kita. Dan mirisnya, kondisi itu terjadi di negeri kita tercinta Indonesia.

Dan seharusnya siapapun yang korupsi anggaran bencana dihukum seberat-beratnya.
Meskipun dari sisi regulasi ada celah korupsi, tetapi sekiranya tidak ada satupun orang yang mencoba mengambil untung dari kemalangan regulasi tersebut. Sekali lagi, karena ini soal kemanusiaan, maka yang dikedepankan adalah hati untuk melayani. Jika sampai di persidangan DPR, menurut hemat Penulis sebaiknya Perppu ini ditolak saja sehingga ketentuan bencana dalam UU Tipikor tetap berlaku efektif.

Teori Korupsi Jack Bologne GONE Theory (GONE = Greed + Opportunity +Need + Expose) Dalam teori ini, faktor-faktor penyebab korupsi yaitu:
- Keserakahan (greed) yang berpotensi dimiliki setiap orang dan berkaitan dengan individu pelaku korupsi.
- Kesempatan (opportunity) ditandai dengan adanya organisasi, instansi atau masyarakat luas dalam keadaan tertentu untuk membuka faktor kesempatan melakukan kecurangan.
- Kebutuhan (needs) yang erat dengan individu-individu untuk menunjang hidupnya yang wajar.
- Pengungkapan (expose) yang berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang dihadapi oleh pelaku kecurangan apabila pelaku diketemukan melakukan kecurangan. 

b. Teori Korupsi Robert Klitgaard CDMA Theory (CORRUPTION = Directionary
+ Monopoly - Accountability)
Dalam teori ini korupsi terjadi karena adanya faktor kekuasaan dan monopoli yang tidak dibarengi dengan akuntabilitas.

teori GONE bertemu dengan kelemahan sistemik (monopoli, diskresi, dan kurangnya akuntabilitas) dari teori CDMA. Kombinasi ini menciptakan lingkungan yang sangat mendukung terjadinya korupsi. Untuk mencegah kejadian serupa, diperlukan reformasi sistem pengawasan dan budaya yang menanamkan nilai-nilai integritas secara menyeluruh.

DAFTAR PUSTAKA

Jurnal Review Pendidikan dan Pengajaran, Volume 6 No.2, 2023||

https://aclc.kpk.go.id/wp-content/uploads/2018/05/buku-kapita-selekta.pdf
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5ea642ce88d6d/antikorupsi-di-tengah-bencana-
covid-19-oleh--korneles-
materay?page=3#:~:text=Suatu%20teori%20yang%20bernama%20teori,didorong%20kare
na%20kebutuhan%2Fkeserakahan).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun