[caption id="attachment_355975" align="aligncenter" width="300" caption="Mad Jaim mempersiapkan dagangan baksonya"][/caption]
Demak – Bagi Mad Jaim (50) warga desa Kedungmutih kecamatan Wedung kabupaten Demak bekerja adalah suatu kewajiban. Oleh karena itu setiap hari guru honorer ini keluar dari rumahnya untuk berjualan bakso. Gaji guru honorer setiap bulannya tidak cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Sehingga iapun mencari uang belanja tambahan. Saat ini ia mengajar di sebuah sekolah MI swasta di desanya.
“ Ya yang namanya guru honorer yayasan ya di gaji berapapun saya terima. Kalau dihitung setiap bulan saya terima Rp 300 ribu. Untuk mencari tambahan ya ider jualan bakso “, aku Mad Jaim.
Siang itu Mad Jaim di bantu istrinya mempersiapkan jualan baksonya. Bola-bola bakso di tampah besar dipindah kedalam gerobag motornya. Bumbu bakso mulai diracik dan dimasukkan ke dalam dandang besar. Sementara itu sohun dan isian bakso lainnya juga tidak lupa dimasukkan dalam gerobag.
Mad Jaim jualan keliling bakso menggunakan sepeda motor. Ia membuat gerobag khusus yang diletakkan di belakang jok motornya. Gerobag itu berisikan kompor dan dandang besar untuk merebus kuah. Selain itu juga dibuat lemari-lemari kecil untuk menaruh bulatan bakso, sohun , dan bumbu-bumbu lainnya.
“ Kalau di hitung saya jualan bakso ini sudah lebih 15 tahun. Kalau di Demak ini ya mulai tahun 2007 . Ketrampilan saya membuat bakso dari Gresik Jawa Timur. Di Jawa Timur saya ider bakso naik sepeda onthel “, kata Mad Jaim yang asli Jawa Timur.
Meski setiap hari berjualan bakso , sebagai guru MI Mad Jaim tidak malu dengan siapapun. Waktunya mengajar ya berangkat mengajar.Waktunya jualan bakso ya berjualan bakso. Di Madrasah Ibtidaiyah di desanya itu seminggu ia mengajar lima hari dalam seminggu.
Honor guru yang tidak layak itulah yang mendorong ia tetap berjualan bakso. Apalagi istrinya cukup mendukung dan memberikan semangat. Sehingga honor mengajar dan berjualan bakso itu cukup untuk memenuhi kebutuhan harian meski harus hidup sederhana.
“ Sehari ya kalau ramai dagangan habis semua keuntungan bersih Rp 75 ribu – Rp 100 ribu. Kalau sedang sepia tau membuat sedikit ya Rp 50 ribu bersih dapat “, tambah Mad Jaim yang juga ketua RT.
Dari berjualan bakso keliling ini Mad Jaim bersyukur bisa terus menghidupi keluarganya. Meski harus berangkat pagi-pagi belanja daging ke pasar Pecangaan yang jaraknya lebih 10 Km . Namun semua itu dijalaninya dengan senang hati.
[caption id="attachment_355976" align="aligncenter" width="300" caption="Bakso-bakso siap dimasukkan dalam gerobag"]
Mengajarpun begitu meski honor yang diterima tidak setara dengan tenaga yang dikeluarkan ia rela melakukannya. Setiap hari jika ada jam mengajar ia tidak pernah absen menjumpai anak didiknya. Dengan berjumpa dengan anak didiknya ia mengaku ada rasa bangga di dadanya. Apalagi tempatnya mengajar masih dalam satu desa.
Selama hampir sepuluh tahun berjualan bakso Mad Jaim mengaku belum ada pembinaan dari pemerintah. Oleh karena itu pada tahun 2015 ini ia membuat kelompok usaha bersama. Anggotanya adalah pedagang bakso yang ada di desa kedungmutih. Harapannya dengan adanya kelompok itu ia mengharapkan binaan dan bantuan dari pemerintah.
Selain bantuan modal juga peralatan untuk membuat bakso. Diantaranya dandang , kompor gas , mangkok dan peralatan yang lainnya. Dengan adanya bantuan itu diharapkan dapat memperkecil biaya operasional usaha pembuatan bakso.
“ Kalau ada bantuan dari pemerintah saya ingin memperbaharui semua peralatan jualan bakso ini diantaranya , gerobag dan juga peralatan masak di dalamnya. Uang untuk pembuatan itu bisa saya tabungkan ungtuk kebutuhan anak sekolah kelak “, harap Mad Jaim. (Muin)
Info ini juga bisa anda baca di www.kabarseputarmuria.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H