Di Desa Tegalsambi kecamatan Tahunan kabupaten Jepara ada acara tradisi atau ritual yang saat ini masih di”uri-uri” kelestariannya yaitu perang obor . Bagi pemerintah daerah Jepara acara tradisi itu dikemas menjadi ajang wisata yang mampu menyedot pengunjung yang cukup banyak.Namun bagi warga desa Tegal Sambi ritual ini sebagai tolak balak dan juga ajang syukuran warga desa sehabis panen padi ,agar tahun-tahun mendatang semua warga masih mendapatkan rejeki dari yang Maha Kuasa. Disebut Perang obor karena warga yang mengikuti ritual ini mengadakan perang ( hantam menghantam ) dengan menggunakan obor yang dibuat dari pelepah daun kelapa kering dan juga daun pisang kering. Warga yang mendapat tugas sebagai tentara yang akan berperang merupakan warga pilihan yaitu harus berani dan tidak takut akan api .Pada pesta obor tahun ini panitia telah menugaskan 30 warga desa Tegal sambi untuk menjadi pasukan perang . Sekretaris Desa Tegal Sambi, Muhsin, mengatakan bahwa untuk tahun ini, perayaan perang obor tidak diadakan pada bulan Dhulhijah dalam kalender Jawa atau Arab. Sebab, pada bulan itu cuaca masih sering hujan dan khawatir saat dilaksanakan perayaan perang obor akan terjadi hujan ''Makanya kami mengadakan tradisi ini pada bulan Mei. Untuk harinya tetap sesuai yang telah dilakukan sejak dulu, yakni Senin Pahing dan bertepatan tanggal 24 Mei '' katanya Muhsin mengatakan, tahun ini panitia prang obor hanya menyediakan 200 gulung pelepah daun kelapa dicampur daun pisang kering. Ini karena keterbatasan biaya. Maklum, semua bahan untuk tradisi itu harus didapat dengan membeli. ''Semua bahan untuk obor-oboran ini kami beli dari Kecamatan Keling. Karena di sana yang masih banyak pohon kelapanya,'' tuturnya. Setiap gulung pelepah daun kelapa dan daun pisang kering itu, diperkirakan senilai Rp 10 ribu. Sehingga untuk membuat 200 gulung, panitia menghabiskan sekitar Rp 2 juta. Perang obor ini, merupakan atraksi budaya yang sudah turun temurun, yang harus dilestarikan. Karena selain merupakan tradisi budaya daerah, juga sebagai ungkapan rasa terima kasih kepada Tuhan atas limpahan anugrah panen kepada masyarakat. Selengkapnya kisah adanya perang obor ini adalah sebagai berikut: Dahulu di Desa Tegalsambi ada seorang petani kaya raya bernama Mbah Babadan. Petani ini memiliki banyak sekali hewan ternak. Bahkan, saking banyaknya jumlah ternak yang dimiliki, Mbah Babada pun tak mampu memelihara hewan-hewannya itu seorang diri. Akhirnya, seorang warga bernama Ki Gemblong menawarkan diri untuk memelihara hewan-hewan ternak Mbah Babadan. Kesepakatan pun dilakukan dan Ki Gemblong mulai memelihara ternak Mbah Babadan. Kepandaian Ki Gemblong memelihara ternak ternyata membuahkan hasil. Dalam waktu singkat hewan ternak yang dipeliharanya jumlahnya bertambah banyak, bahkan boleh dikata berlipat-lipat dan badannya gemuk-gemuk.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H