Mohon tunggu...
Ardan Irfan Ardan
Ardan Irfan Ardan Mohon Tunggu... Freelancer - Tinggal di Jatiasih, Bekasi dan Depok

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengapa Pangkostrad Mayjen TNI Soeharto Tidak Diculik oleh Gerombolan G30S/PKI

7 Desember 2021   11:30 Diperbarui: 24 Desember 2022   09:33 685
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebelumnya, saya pernah membuat opini ini dalam bentuk jawaban di situs Quora berbahasa Indonesia dari pertanyaan yang berbunyi "Mengapa PKI tidak menculik/membunuh Suharto? Bukankah Suharto itu anti-komunis". Jawaban ini saya tuangkan di Kompasiana sekaligus berbagi ilmu.   

Pak Harto tidak diculik oleh gerombolan G30S karena Pak Harto yang hidup di sebelum tahun 1966 sesungguhnya berbeda dengan Pak Harto yang hidup di setelah tahun 1966.

Pak Harto saat itu berpangkat Mayor Jenderal yang sangat pendiam, hanya mengikuti arus. Perilaku tidak baik terakhirnya hanyalah kasus gula yang setelah itu tidak terangkat kembali. Pak Harto benar-benar pendiam dan netral sifatnya. Tidak memihak Jenderal Ahmad Yani, Jend AH Nasution atau Letkol Untung. Orang mengira Pak Harto pasti akan mengikuti status quo.

Pak Harto juga bukan bagian dari Dewan Jenderal yang muncul di kalangan bawah TNI saat itu. Pak Harto sangat pasif. Tujuan G30S adalah melawan kudeta Dewan Jenderal yang ternyata merupakan isu miring.

Secara kontroversial, Pak Harto juga memiliki koneksi pertemanan dengan beberapa orang anggota Dewan Revolusi. Kenapa Letkol Untung dieksekusi? Mungkin karena amarah rakyat sepertinya. Karena sesuatu yang lain, saya tidak bisa menjelaskannya.

Selain itu Pak Harto di antara petinggi TNI lain sangat kejawen dalam beragama. Pak Harto meskipun saat itu mengaku beragama Islam tetapi Pak Harto juga melakukan amalan yang sinkretis seperti banyak orang Jawa (bahkan anggota PKI) lakukan pada umumnya. Mungkin sesuatu ini juga menjadi penyelamat Pak Harto dari sergapan G30S. Dewan Revolusi yang rata-rata anggotanya beragama secara abangan seperti Pak Harto dan PKI sendiri sepertinya menganggap Pak Harto pasti akan mendukung gerakan tersebut dan Pak Harto juga jauh dari indikasi kedekatan dengan gerakan partai Masyumi yang menjadi musuh PKI.

Pak Harto juga dalam kehidupannya sebagai petinggi TNI juga sangat jauh dari kehidupan yang modis, bergelimang dan flamboyan seperti Jenderal-Jenderal TNI yang lain dan juga seperti Bung Karno beserta para menterinya. Sehingga Pak Harto sangat jauh untuk dicurigai oleh beberapa penggerak G30S. Pak Harto juga tidak pernah pergi melancong ke Amerika Serikat atau Uni Soviet selama karirnya sebagai TNI.

Kemudian hal ini berubah 180 derajat ketika Bung Karno menunjuknya sebagai Menpangad pengganti Jend Ahmad Yani hingga dinaikkan lagi oleh Bung Karno jabatannya sampai ke titik Kepala Presidium di tahun 1966. Mulai dari Nasution, Pranoto hingga pejabat yang lain disingkirkanlah oleh Bung Karno untuk memberikan jalan untuk Pak Harto. Dari situlah cerita sesungguhnya dimulai.

Ini akan menjadi cerita lucu juga. Dimana sebuah kudeta merangkak ini justru dibantu oleh pemimpin yang terkudeta hingga yang terkudeta akhirnya jatuh sendiri. Padahal dulu keputusan hanya ada di tangan Bung Karno terkait siapa diantara Mayjen Soeharto dan Letjen Pranoto yang patut meraih kursi Panglima. Bertolakbelakang dari apa yang terjadi di Cile dan Irak dimana terkudeta mencoba melawan pengkudeta. Ini pemimpin yang akan dikudeta justru memfasilitasi dirinya untuk dikudeta. Padahal Bung Karno juga masih punya kekuatan untuk melarikan diri ke negara sahabat yang netral seperti di Burma, Arab Saudi, Yugoslavia atau Aljazair untuk membuat pemerintahan sementara disana. Tapi Bung Karno menolak. Mungkin beliau sadar dengan kemiskinan rakyat Indonesia yang beliau perbuat dan kesalahan atas beberapa kebijakan apa beliau cetuskan. Politik adat Jawa memang misterius untuk dipecahkan.

Hikmah dari cerita diatas adalah kalau anda mau cepat sukses, maka anda jangan terlalu banyak berbicara. Tetaplah diam dan mengalir dalam aliran sungai sampai menemui muara di pinggir lautan yang bernama kejayaan. Tidak perlu menjadi ambisius atau pesimistis, tetap ikuti alurnya sungai sampai ke lautan emas yang tidak sanggup dijelajahi hingga 32 tahun lamanya.

Terimakasih

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun