Batal nikah karena weton tidak cocok memanglah legend, tapi pernahkah Anda membayangkan batal nikah karena jarak rumah Anda dan pujaan hati membentuk arah tertentu?.
Setelah cinta kandas gara-gara weton yang sempat booming di kalangan warganet, ada satu lagi faktor penyebab galaunya percintaan muda-mudi suku Jawa, terutama mereka yang tinggal di pedesaan, yakni cinta yang tidak direstui lantaran posisi rumah kedua sejoli ngalor-ngulon. Ngalor-ngulon sendiri berarti arah mata angin di antara utara dan barat.
Artinya, ngalor-ngulon merupakan arah jika salah satu mempelai menarik garis lurus ke arah rumah pasangannya, maka akan menunjuk ke arah barat laut atau tenggara. Pernikahan ngalor-ngulon dipercaya akan mendatangkan kesialan dan musibah bagi pengantin maupun bagi keluarganya.
Contoh kesialan dan musibah yang akan menimpa pasangan ngalor-ngulon, konon orang tua, mempelai, atau anak-anaknya akan sakit-sakitan bahkan meninggal.Â
Selain itu, masyarakat percaya bahwa pasangan ngalor-ngulon akan kesulitan secara finansial, bahkan akan mengalami perceraian, entah cerai hidup atau cerai mati. Pantangan ini pun tumbuh menjadi suatu tabu atau pamali yang dipercayai kebenarannya.
Seperti pamali-pamali pada umumnya, tidak begitu jelas siapa yang pertama kali mencetuskan pantangan ini. Pantangan menikah ngalor-ngulon dituturkan antargenerasi dengan tujuan untuk menjaga kelanggengan pernikahan dan kebahagiaan anak cucu mereka.
Meskipun tidak diketahui secara pasti sejak kapan pantangan ini diterapkan, dan siapa yang pertama kali mencetuskannya, ada beberapa versi mengenai asal-usul pantangan pernikahan ngalor-ngulon yang menarik untuk kita ketahui:
1. Wujud dendam masyarakat Majapahit kepada Mataram Islam
Cerita ini diwariskan oleh masyarakat yang tinggal di daerah Jawa Timur, tepatnya mereka yang tinggal di wilayah-wilayah bekas pusat pemerintahan Majapahit.
Pada masa pemerintahan Panembahan Senopati, ada seorang tokoh keturunan Majapahit yang amat sakti dan terkenal, yang bernama Ki Ageng Mangir Wanabaya. Ki Ageng Mangir merupakan keturunan Prabu Brawijaya V dan penguasa daerah Mangir (sekarang merupakan Kabupaten Bantul, Yogyakarta).