< HOME MIQRAÂ | EBOOK GRATISÂ |Â BULLETIN JURNALISTIKÂ | PROFIL | KOMPASIANA >
Membangun Perbankan Syariah dengan Filosofi Kemitraan
oleh Arda Dinata
SUDAHÂ cukup lama umat Islam Indonesia menginginkan sistem perekonomian berbasis nilai dan prinsip syariah yang dapat diaplikasikan dalam hidup keseharian. Motivasi ini tentu didasari oleh suatu kesadaran untuk menerapkan ajaran Islam secara kafah.
Namun sangat disayangkan, seperti diungkap Antonio Syafi’i (2001), dewasa ini masih banyak kalangan yang melihat bahwa Islam tidak berurusan dengan bank dan pasar uang, karena yang pertama adalah dunia putih, sedangkan yang kedua adalah dunia hitam, penuh tipu daya dan kelicikan. Oleh karena banyak kalangan melihat Islam dengan sistem nilai dan pragmatisme sempit ini, menilai bahwa kegiatan ekonomi dan keuangan akan semakin meningkat dan berkembang bila dibebaskan dari nilai-nilai normatif dan rambu-rambu Ilahi.
Kenyataan adanya krisis ekonomi yang melanda ekonomi global, termasuk di kawasan Asia (khususnya Indonesia) adalah suatu bukti bahwa asumsi di atas salah total. Dan ini menunjukkan ada yang tidak beres dengan sistem yang kita jalankan selama ini. Buktinya terdapat sejumlah bank ditutup, di-take-over, dan sebagian besar lainnya harus direkapitulasi dengan biaya ratusan trilliun rupiah dari uang negara.
Untuk itu, kita tidak boleh berdiam diri dan berpangku tangan. Lakukan perbaikan diri dan pengembangan kesadaran informasi terhadap umat harus giat kita sebarkan. Tepatnya, sekarang saat yang strategis untuk menunjukkan bahwa muamalah syariah dengan filosofi kemitraan dan kebersamaan dalam profit dan risk dapat mewujudkan kegiatan ekonomi yang lebih adil dan transparan. Lebih jauh lagi kita dapat menjadi solusi bahwa dengan sistem perbankan syariah, kita dapat menghilangkan wabah penyakit negative spread (keuntungan minus) pada dunia perbankan.
Produk Bank Syariah
Sejak awal kelahirannya, bank syariah dilandasi oleh kehadiran dua gerakan renaissance Islam modern: neorevivalis dan modernis. Tujuan utamanya tidak lain adalah sebagai upaya kaum muslimin untuk menjadi dasar segenap aspek kehidupan ekonominya berdasarkan Alquran dan Sunnah Nabi.
Dari sini, kehadiran bank syariah akan memberi keunggulan dalam menghadapi permasalahan ketidakselarasan sektor moneter dan sektor riil yang memiliki efek buruk, bukan saja pada kondisi mikro ekonomi perusahaan dan bank. Namun, juga pada kondisi makro ekonomi dari perekonomian tersebut.
Keunggulan itu sangat masuk akal, sebab seperti diungkap Zainul Arifin (2002:52), dalam bank syariah hubungan antara bank dengan nasabahnya bukan hubungan debitur dengan kreditur, melainkan hubungan kemitraan (partnership) antara penyandang dana (shohibul maal) dengan pengelola dana (mudharib). Oleh karena itu, tingkat laba bank syariah tidak saja berpengaruh terhadap tingkat bagi hasil untuk para pemegang saham tetapi juga berpengaruh terhadap tingkat bagi hasil yang dapat diberikan kepada nasabah penyimpan dana.