Pembangunan desa bukanlah semata tugas pemerintah, melainkan juga peran serta seluruh lapisan masyarakat. Keduanya harus hadir dalam pembangunan jika menginginkan suatu hasil pembangunan yang baik. Pemerintah harus menyediakan fasilitas dan infrastruktur sedangkan masyarakat harus bisa menggunakan, menjaga, serta melengkapi segala fasilitas untuk kemajuan desa (Ahmadi, 2001).
Pembangunan desa tidak selalu tentang infrastruktur. Pembangunan juga meliputi aspek manusia yang juga begitu penting sebagai indikator pembangunan. Bahkan, pembangunan fasilitas dan infrastruktur adalah tuntutan untuk membangun manusia. Tidak salah jika dimensi pembangunan manusia merupakan indikator penting keberhasilan pembangunan, khususnya di perdesaan.
Beberapa tahun terakhir pembangunan desa begitu disorot karena langkah pemerintah yang begitu royal untuk mengalirkan anggaran yang cukup besar ke masyarakat terbawah. Berbagai program sosial seperti program keluarga harapan, pendidikan gratis dan beasiswa, bantuan rumah tidak layak huni, kesehatan gratis, dan sebagainya. Ditambah program upaya mendukung pertanian masyarakat dengan gelontoran dana tidak sedikit yang seharusnya cukup.
Termasuk yang selalu menjadi topik menarik untuk dibahas adalah dana desa yang jumlahnya selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2015 jumlahnya mencapai Rp20 triliun, tahun 2016 Rp47 triliun, tahun 2017 dan 2018 masing-masing Rp60 triliun, serta tahun 2019 dianggarkan pemerintah mencapai Rp73 triliun. Semua itu untuk mendukung program desa membangun. Jika dilihat dari berita resmi terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tanggal 10 Desember lalu bisa diperoleh informasi yang cukup menyeluruh mengenai pembangunan di desa.
Capaian Pembangunan Desa
Pada tahun 2018 jumlah desa mencapai 75.436, kelurahan 8.444, dan unit permukiman transmigrasi (UPT) di Indonesia mencapai 51. Total 83.931. Jumlah yang cukup banyak dan tentu wajar jika anggaran yang dibutuhkan juga banyak. Jika dihitung jumlah desa/kelurahan saja maka penambahan jumlahnya dari tahun 2014 mencapai 1.759 sedangkan UPT mengalami penurunan dari 69 menjadi 51 saja.
Indeks pembangunan desa (IPD) mengalami peningkatan dari semua dimensinya. Dimensi IPD terdiri atas 5 dengan 42 variabel utama. IPD secara rata-rata nasional mencapai 59,36 atau mengalami peningkatan 3,65 poin dari tahun 2014. Dimensi transportasi adalah yang tertinggi mencapai 77,00 disusul pelayanan pemerintah desa yang mencapai 71,40, sedangkan yang terendah dimensi infrastruktur yang masih 44,63.
Infrastruktur yang dimaksud adalah meliputi infrastruktur ekonomi, energi, air bersih dan sanitasi, serta sarana komunikasi dan informasi. Ada pun yang berhubungan dengan infrastruktur transportasi, pendidikan, dan kesehatan digolongkan ke dalam dimensi sendiri yang indeksnya sudah cukup tinggi dibanding dimensi infrastruktur.
Dilihat dari IPD tersebut bisa diperoleh informasi jumlah desa menurut kategorinya. Desa tertinggal berkurang dari 26,81 persen menjadi 17,96 persen, desa berkembang meningkat dari 69,26 persen menjadi 74,49 persen, serta desa mandiri meningkat dari 3,93 persen menjadi 7,55 persen. Jika dilihat per daerah Daerah Istimewa Yogyakarta masih dengan IPD tertinggi dengan 73,32 disusul Bali dengan 70,97 sedangkan terendah juga masih Papua dan Papua Barat dengan IPD masing-masing 34,67 dan 38,15.
Desa di Sulawesi Barat
Jumlah desa di Sulawesi Barat (Sulbar) pada tahun 2018 mencapai 575 desa, 73 kelurahan, dan 2 UPT yang tersebar di 6 kabupaten dan 69 kecamatan. Jumlah desa/kelurahan/UPT bertambah dari 648 pada tahun 2014 menjadi 650 pada tahun 2018. Dari sejumlah desa tersebut masih terdapat 19,65 persen berstatus tertinggal, 78,44 persen berstatus desa berkembang, dan yang berstatus mandiri masih 1,91 persen.