Mohon tunggu...
Arif Rahman
Arif Rahman Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Menyukai hal-hal sederhana, suka ngopi, membaca dan sesekali meluangkan waktu untuk menulis. Kunjungi juga blog pribadi saya (www.arsitekmenulis.com) dan (http://ngeblog-yuk-di.blogspot.com)

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Listrik Pintar Untuk Kehidupan Yang Lebih Baik

21 April 2016   23:34 Diperbarui: 22 April 2016   03:18 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saatnya Beralih ke Listrik Pintar (Sumber : www.pln.co.id)

Dua minggu yang lalu, tepatnya pagi tanggal 7 April 2016, seperti hari-hari biasanya, dimana setiap kali bangun pagi saya selalu menyempatkan waktu sekitar 5 sampai 10 untuk mengecek semua akun sosial media yang saya miliki. Baik itu blog yang belum lama saya buat, email, twitter, instagram, BBM, dan juga facebook. Semua itu saya lakukan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi terbaru, termasuk memantau perkembangan kampung halaman (Tomia, Wakatobi) yang hampir 5 tahun terakhir ini tidak saya tengok.

Pagi itu seperti yang saya harapkan, ada beberapa teman menulis status di facebook mengenai perkembangan kampung halaman. Sayang, informasi yang ditulis bukan kabar yang menyenangkan seperti sebelum-sebelumnya. Beberapa status yang saya baca pagi itu mengambarkan kekecawaan mereka kepada kru PLN. Kekecawaan itu tak lain karena sudah lebih sebulan listrik di sana rusak atau bermasalah. Padahal mereka sudah dijanjikan bahwa masalah itu akan teratasi dalam waktu sebulan. Namun apa daya, fakta berkata lain.

Akibatnya, mau tak mau dan suka tidak suka warga harus siap menikmati cahaya listrik secara bergilir, yakni 7 jam/hari. Ada yang menyala jam 3 sore hingga jam 10 malam. Dan selebihnya mendapat giliran menyala jam 10 malam hingga 6 pagi. Itu pun tidak setiap harinya berlaku seperti itu, karena kadang juga hanya 6 jam/hari. Begitulah seterusnya berlangsung hingga hari ini, yang jika dihitung kurang lebih sudah dua bulan lamanya.

Sungguh waktu yang lumayan lama juga jika dipikir-pikir. Entah bagaimana jadinya kalau hal ini terjadi di daerah perkotaan, yang mana listrik sudah menjadi salah satu kebutuhan dasar yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Jangankan dua bulan, sejam saja listrik mati sudah banyak yang menggerutu dan ngomel-ngomel tidak jelas. Dan saya yakin, semua sudah bisa membayangkan apa yang bakal terjadi jika kasus demikian terjadi di daerah perkotaan. Apalagi melihat zaman yang semakin hari semakin berkembang, yang sudah pasti kebutuhan akan pasokan listrik semakin bertambah pula.

Kembali lagi ke kasus pemadaman di atas.

Untungnya, pemadaman bergilir tersebut hanya terjadi di daerah pesisir saja. Tidak sampai ke daerah gunung di mana saya dilahirkan dan dibesarkan hingga lulus SMA. Kok bisa? Karena sejak saya kecil sampai sekarang, daerah saya di gunung sana tidak pernah tersentuh oleh cahaya listrik PLN.

Kabar terakhir, yakni tahun 2015 lalu sudah ada tiang listrik dari PLN kesana. Kurang lebih 60 tiang kalau tidak salah hitung, dengan catatan jarak antara tiang satu ketiang berikutnya adalah 50 meter. Tapi sekarang proyek itu sepertinya berhenti sampai tiang listrik itu saja. Entah kapan lagi akan dilanjutnya.

Kalau pun wisatawan yang pernah kesana melihat ada cahaya listrik di daerah gunung, itu bukan dari PLN melainkan hasil inisiatif dari warga sendiri. Caranya dengan melakukan patungan bagi yang mau rumahnya di aliri listrik. Namun itu tidak bertahan lama, karena mesin yang digunakan kebanyakan cepat rusak. Rata-rata mesin yang dibeli hanya bertahan 1-2 tahun saja dan warga bisa menikmati listrik dari jam 6 sore sampai jam 10 malam saja. Setelah itu kembali seperti biasa, yakni menikmati kondisi yang gelap gulita.

Dulu, saat saya masih SD atau sekitar 19 tahun yang lalu, daerah saya dilahirkan pernah menikmati cahaya listrik lewat program Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Namun itu hanya bertahan sampai saya SMP, karena berbagai macam kendala. Mulai dari panel suryanya yang rusak dan lain sebagainya, yang warga sendiri tidak tahu cara memperbaikinya.

Beberapa tahun lalu, saat Bapak Dahlan Iskan menjabat sebagai menteri, program ini kembali dihidupkan lagi. Sayangnya, panel-panel listrik itu tidak dibangun di daerah saya, lagi-lagi kembali dibangun di daerah pesisir. Sehingga harapan dan impian untuk merasakan cahaya listrik pun kembali pupus.

Semakin Pintar Berkat Listrik Pintar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun