Mohon tunggu...
Abah Iqbal
Abah Iqbal Mohon Tunggu... -

Lahir di Jakarta, tepat tatkala mentari berkalang rembulan. Bergelar Abah bukan karena ahli agama atau orang alim, melainkan menjadi doa agar segera berkeluarga. Pakai Peci karena atribut nasional. Berkalung sorban bukan karena perempuan, melainkan takut masuk angin. Hanya seorang sontoloyo (mencari kewarasan dalam kesintingan). Menulis dalam rangka menenangkan "the beast" di dalam "suksma", "menggugah", sekaligus mengingatkan diri sendiri. Terkadang butuh dihina agar dapat selalu ingat dan waspada untuk merendahkan hati kepada sesama dan merendahkan diri kepada Yang Maha..

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Analisa Diri

20 Agustus 2010   05:45 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:52 1626
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

[caption id="attachment_232799" align="alignleft" width="300" caption="Analisa Diri, Bukan Bayangan                                    ~Diunduh dari Mbah Google"][/caption] Siapapun anda, pasti pernah mengalami perasaan sedih, kecewa, tertekan, marah dan perasaan-perasaan negatif lainnya. Sadar atau tidak, segala perasaan negatif tersebut hadir karena kenyataan tidak sesuai dengan keinginan. Ketika pasangan anda melakukan perbuatan yang tidak sesuai keinginan, anda akan sedih dan kecewa. Manakala beban hidup begitu menghimpit tak selaras dengan keinginan, anda akan tertekan dan marah pada keadaan. Sebagai manusia, wajar anda didera oleh perasaan-perasaan negatif tersebut. Namun sebagai makhluk berakal budi, menjadi tidak wajar ketika perasaan-perasaan negatif tersebut hadir berkepanjangan serta mulai merusak diri dan lingkungan sekitar. Disinilah anda perlu memberdayakan akal budi, menganalisa diri agar tidak dirusak oleh diri anda sendiri. Keinginan seseorang itu bersumber dari apa yang dimiliki, pengalaman masa lalu serta pengaruh dari apa-apa yang didengar dan dilihat. Karena merasa memiliki seseorang, maka si Cukong Berjidat Licin menginginkan orang tersebut tunduk-patuh-taat sesuai kehendaknya. Si Pejabat Berkantung Tebal sebagai seorang pejabat yang biasa mendapatkan pelayanan VIP akan berkeinginan selalu mendapatkan pelayanan yang sama setiap saat. Si Jenggot Kambing yang terbiasa mendengar dan melihat junjungannya dipuja-puja dengan cara tersendiri, tentu menginginkan orang lain melakukan hal yang sama. Ketika keinginan si Cukong Berjidat Licin, Pejabat Berkantung tebal dan Jenggot Kambing tersebut tidak terpenuhi, maka kan sedih, kecewa, tertekan dan marahlah mereka semua. Kebanyakan orang memberdayakan akal budinya untuk mengusir perasaan-perasaan negatif tersebut dengan mencoba memahami mengapa orang lain tidak berpikir dan bertindak sesuai dengan keinginan mereka. Mereka berupaya menempatkan diri di posisi orang tersebut, lalu melakukan affirmasi seperti,”Oh, dia bertingkah tidak sesuai dengan kehendakku kali ini karena sedang banyak masalah”. Padahal mereka tak kan pernah memahami seseorang seutuhnya dengan bercermin kepada diri mereka sendiri, karena apa yang dimiliki, pengalaman masa lalu serta apa-apa yang didengar dan dilihat oleh orang lain berbeda dengan diri mereka. Dalam beberapa waktu mungkin afirmasi itu sanggup menenangkan diri dan apalagi ketika orang lain tersebut kembali berprilaku sesuai dengan keinginan mereka. Akan tetapi tatkala orang lain tersebut kembali bertingkah tak sesuai keinginan, maka perasaan-perasan negatif kembali hadir di diri mereka. Mengingat dalam kehidupan ini mereka tak hanya berhubungan dengan satu atau dua orang, maka kan penuhlah ruang sadar mereka dengan siklus antara perasaan-perasaan negatif dan menenangkan diri dengan mencoba memahami orang-orang lain. Maka yang akan terjadi, perasaan-perasaan negatif yang senantiasa hadir di ruang sadar tersebut akan terbenam ke dalam ruang bawah sadar dan tak sadar, lalu menjadi bagian yang sulit dibebaskan dari diri dan mengejawantah menjadi perilaku negatif tanpa disadari. Mengapa? Karena mereka mereka berupaya menganalisa orang lain, bukan MENGANALISA DIRI! Analisalah diri anda sendiri berkaitan dengan perasaan-perasaan negatif. Bila si Cukong Berjidat Licin menyadari bahwa sumber kesedihan sesungguhnya bukanlah dari prilaku seseorang yang dirasa dimilikinya melainkan berasal dari rasa kepemilikan itu sendiri, maka kesadaran itu perlahan akan mengikis rasa kepemilikan tersebut, dengan mengenalnya berulang-ulang hingga mungkin saja habis. Ketika si Pejabat Berkantung Tebal mempelajari bahwa saat dirinya bukan pejabat, ia dapat menerima pelayanan apapun tanpa kecewa, maka ia akan menyadari bahwa sesungguhnya karena merasa pejabat ia kecewa. Dan ia akan berupaya merendahkan hati dan menanggalkan tempelan pejabatnya secara batiniah sehingga dapat menerima segala pelayanan apa adanya dan terhindar dari kekecewaan. Tatkala si Jenggot Kambing merenung bahwa sebelum dirinya mendengar dan melihat pemujaan terhadap junjungannya dengan cara tertentu, dia tak pernah merasa tertekan atau marah ketika orang lain tidak memuja seperti dirinya, maka ia akan menyadari bahwa pemujaanlah sumber rasa tertekan dan amarah sehingga akan berupaya mengikis kelekatan terhadap cara pemujaan tersebut. Dengan menganalisa diri terus menerus perlahan anda akan menyadari bahwa segala perasaan negatif tersebut sebenarnya bersumber dari diri anda sendiri. Kenyataan-kenyataan di luar diri hanyalah pemicu sehingga diri menghadirkan perasaan-perasaan negatif tersebut, sebagaimana juga hadirnya perasaan-perasaan positif seperti gembira, bahagia, nyaman, dan lain sebagainya ketika kenyataan sesuai atau bahkan melebihi keinginan. Sekali lagi, sebagai manusia, wajar anda didera oleh perasaan-perasaan negatif tersebut. Namun sebagai makhluk berakal budi, menjadi tidak wajar ketika perasaan-perasaan negatif hadir berkepanjangan serta mulai merusak diri dan lingkungan sekitar anda. Maka analisalah diri, dengan itu anda akan semakin mengenal diri anda melalui perasaan-perasaan yang timbul dan tenggelam. Dengan menganalisa diri, anda akan menyadari bahwa sesungguhnya perasaan-perasaan adalah cara diri sejati memperkenalkan dirinya. Dengan memberdayakan akal budi untuk senantiasa mengenal dan memahami perasaan-perasaan yang hadir, maka secara perlahan terjadilah penyatuan antara akal budi dengan sumber segala perasaan tersebut. Ketika penyatuan ini terjadi, maka hadirlah suatu rasa yang tak terjelaskan, membimbing hidup anda serasi dan selaras dengan kidung semesta. Benarkah? Well, tak ada ruginya untuk mencoba, bukan? Catatan:

  1. Yang dimaksud anda dan mereka di sini adalah saya pribadi ;-)
  2. Mari berdoa bersama agar ketika sedang menganalisa dirinya: Si Cukong Berjidat Licin mengurangi kebiasaannya meminta Noni-Noni Berpupur tebal mengelus-elus jidatnya agar senantiasa licin lestari; Si Pejabat Berkantong Tebal mengurangi ketebalan isi kantongnya dengan berderma kepada nenek-nenek renta yang tidur beralaskan kardus; dan Si Jenggot Kambing mengurangi petantang-petentengnya karena jenggotnya serta mencukur habis bila tak mampu mengendalikan diri karena jenggotnya ;-)
  3. Tulisan saya tentang ini di facebook dapat dilihat di sini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun