Mohon tunggu...
Abah Iqbal
Abah Iqbal Mohon Tunggu... -

Lahir di Jakarta, tepat tatkala mentari berkalang rembulan. Bergelar Abah bukan karena ahli agama atau orang alim, melainkan menjadi doa agar segera berkeluarga. Pakai Peci karena atribut nasional. Berkalung sorban bukan karena perempuan, melainkan takut masuk angin. Hanya seorang sontoloyo (mencari kewarasan dalam kesintingan). Menulis dalam rangka menenangkan "the beast" di dalam "suksma", "menggugah", sekaligus mengingatkan diri sendiri. Terkadang butuh dihina agar dapat selalu ingat dan waspada untuk merendahkan hati kepada sesama dan merendahkan diri kepada Yang Maha..

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Untuk Ibunda Tercinta

3 November 2009   14:55 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:27 1774
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ibunda, Sembilan purnama lebih ananda sesakkan rongga perutmu Semenjak setetes mani almarhum Ayahanda buahi rahimmu Muasal dari persenyewaan inti langit dengan sari-sari bumi Lalu kemudian mendarah daging membelulang berbalut daging Dan Cahaya Terang Benderang mencercah inti langit dalam fana ....Membentuk ujud utuh tubuh manusia dan adanya seorang aku

nyawa meregang nafas menderu perut mengejang kaki menghentak daging tersayat darah tersimbah sakit menyangat derita tiada terkira .....namun ikhlas memenuhi kehendak-Mu .....terluap cinta demi adanya seorang aku

Ibunda, Empat ratus delapan purnama lebih kasih dan sayang terlimpah Tak tertadah, memalaikatkan iblis-iblis dalam sukma ananda meluap hingga relung hati yang terdalam Tulus mengikis karat-karat nan selimuti kalbu Demi senantiasa berpendarnya pelita penerang hidup ....Memaknai ujud utuh tubuh manusia dan adanya seorang aku

jalanmu mulai tertatih-tatih tubuhmu mulai membungkuk rambutmu mulai memutih kulitmu mulai mengeriput badanmu mulai sakit-sakitan tatap matamu mulai sayu ....Namun luapan kasih dan sayang pada anak-anakmu ....Seolah menisbikan segala renta yang gelayuti ragamu ....Di setiap hening malam dikau panjatkan doa pada Sang Maha ....Hanya demi kebahagian darahdagingmu belaka

Ibunda, Izinkan kucuci kedua kakimu yang mulai keriput ini Izinkan kucium kedua belah telapak kakimu Teriring permintaan maaf atas segala kesalahanku padamu Bersanding permohonan kepada Sang Maha 'tuk selalu mengasihimu Izinkan kubasuh mukaku dengan air cucian kakimu Izinkan kubersihkan jiwa dan raga ini atas doamu dan ridho-Nya Doamu selalu menyertai perjalanan hidupku, ibunda Pembuka pelita yang terangi ananda dalam lorong gelap gulita Ibunda, Terima kasih telah melahirkan ananda ke dunia nan indah ini Semoga Sang Maha membalas berlipat ganda kasihmu padaku Limpahan kasih dan sayangmu sepanjang masa membentang Bekali ananda 'tuk senatiasa berupaya berserah diri kepada-Nya ....Memusnahsirnakan ujud utuh tubuh manusia dan adanya seorang aku dalam Cahaya Terang Benderang di mana Dia bertahta.... Kupersembahkan syair ini kepada ibunda tercinta, untuk memperingati saat ia melahirkan aku ke dunia ini 33 tahun Masehi nan silam [caption id="attachment_21441" align="alignnone" width="500" caption="Kasih melintas bentuk dan warna"][/caption] By: M. Iqbal 23 Oktober 2009 Lebak Bulus Catatan kaki: Tak terasa seminggu sudah saya diizinkan bergabung di Kompasiana. Walau baru 6 artikel yang saya gelontorkan, sungguh tak dinyana 2 di antaranya, yang berjudul Relativitas Kebenaran dan Nasehat Pernikahan untuk Sahabatku dianggap pantas oleh para pengasuh Kompasiana untuk tampil di Headlines Kompasiana. Meskipun demikian, saya sedikit mengerinyitkan dahi mengapa 2 artikel tadi yang tampil di Headlines, bukannya artikel yang berjudul Penyesalan Seorang Teroris dan Mengasihi Iblis, yang mengundang lebih dari 70 komentar pada forum online lainnya; termasuk komentar-komentar dari Anand Krishna, Wimar Witoelar, Leonardo Rimba, dlsb. Tetapi, saya memahami, lain padang lain ilalang, lain lubuk lain ikannya, dan tentunya para pengasuh Kompasiana mempunyai kriteria tersendiri dalam menampilkan artikel-artikel di Headlines. Namun, apapun itu, sungguh saya amat berterima kasih kepada para pengasuh Kompasiana, yang telah berkenan memberi kesempatan menyebarluaskan "gugahan" saya ke kalangan lebih luas melalui penempatan di Headlines. Dan tiba jualah waktunya saya off mem-posting tulisan untuk beberapa minggu, karena tugas dan kewajiban yang harus saya tunaikan di daerah terpencil seperti biasanya.. pulau sunyi senyap tanpa internet. Namun menciptakan keheningan nan memabukkan, ditemani jutaan bebintangan gelayutan bersama rembulan di angkasa. Salam Kasih, M. Iqbal

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun