Patimah, itu nama yang diberikan oleh kakanya yang lebih dulu memeluk Islam, Lahir Sanggalla Tahun 1923 dari keluarga bangsawan Kerajaan Sanggalla, berbekal keluarga bangsawan Sanggalla, Patimah, melanjutkan pendidikan kebidanan ke Kota Makassar[A1] setelah menyelesaikan pendidikannya di Sekolah Rakyat di Rante Pao Tana Toraja pada tahun 1945. Tiga tahun di sekolah Kebidanan Makasar, Â Patimah ditugaskan pertama kasli pada tahun 1948 di Tanah Luwu tepatnya di Masamba, saat Itu Luwu Utara masi bagian dari Luwu.
Baru satu tahun menjalani tugasnya sebagai bidan, terjadi peristiwa Masamba Affair pada tahun 1949, Sekutu kembali menyerang Tanah Luwu, sehingga terjadilah perlawanan Rakyat Luwu yang baru beberapa tahun merayakan kemerdekaan sebagai bagian dari NKRI. Patimah sebagai bidan yang di tugaskan di Puskesmas Masamba tentu mengalami sesuatu yang luar biasa. Bersama kawannya berjumlah 4 Orang tenaga Medis, memberi dukungan medis pada pejuang revolusi. Berkat Jasahnya Mentri Kesehatan pada tahun 1989, bersama 4 orang kawannya dari Tanah Luwu mendapat tanda jasah sebagai Bidan Pejuang Revolusi. Â
Pada tahun 1950, setelah terjadi peristiwa Masamba Affair, Patimah di pindah tugaskan ke Rumah sakit  Kota Palopo, ibu kota Kabupaten Luwu saat itu. Di Kota Palopo, Patimah bertemu dengan seorag pemuda bernama Muhammad Manika. Anak dari seorang kepala Kampung atau Parrengge dari Bastem, bernama Pong Randan. Pong Randan dikenal dekat dengan Datu Luwu, karena kedekatannya saat tanah luwu akan diserang Belanda, Pong Randan diberi satu kawasan untuk menjadi kepala kampung yang dekat dari Istana, disekitar Maddika Bua.  Â
Dari pernikahannya dikaruniai 11 orang putra putri. Marwah, Daniah, Â Hayati, M. Nur, M. Akib. Ayub, Mahmud, Subriati, Harbit, Rahman/Rahmat. Muhammad Manika, adalah seorang Tenaga Pengajar atau Guru, sehingga keluarga kecil ini, menjadi salah satu keluarga pelopor di kota Palopo, saat awal mengisi kemerdekaan.
Setelah mendapatkan dua orang Putri, keluarga kecil ini di Pindahkan ke Belopo pada tahun 1953, saat ini menjadi ibu Kota Luwu. Patimah bertugas di Puskesmas Belopa, sementara suaminya Muh. Manika adalah Guru di Lingkup Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Keluarga Kecil Muhammad Manika ini, dikenal sangat dekat dengan masyarakat, apalagi Muhammad Manika selain sebagai Guru, dia juga aktif dalam kegiatan dakwah Islam. Salah satu perjungannya saat bersama sama tokoh masyarakat Belopa  memprakarsai berdirinya sebuah Masjid, yang saat ini dikenal sebagai Masjid Agung Kabupaten Luwu. Tidak hanya di kota belopa, di beberapa tempat Muhammad Manika sukses memprakarsai berdirinya sebuah Masjid sederhana  bagi kaum Muslim saat itu.
Pada era Tahun 1950 sd 70 an, jangankan Dokter, Bidan pun sangat terbatas. Sehingga wilayah tugas seorang Bidan, sangat luas. Dengan bermodalkan sepeda dan peralatan medis yang setia menemaninya, Patimah keliling ke kampung kampung memberikan pelayanan kesehatan, utamanya ibu-ibu yang akan melahirkan. Saat melahirkan anaknya yang 11 orang, Patimah tidak dibantu bidan lain, atau melahirkan di Puskesmas, karena keterbatasan, patimah melahirkan 11 orang putra putri, melalui proses persalinan yang dilakukannya sendiri.
Hj Patimah, dikenal sebagai sosok Ibu, yang kuat, teguh dan pekerja. tegas pada soal pendidikan anaknya utamanya pendidikan agama. Pada hal Patimah adalah seorang Muallaf. Satu kebiasaan beliau yang sulit dilupakan oleh anak anaknya, adalah beliau tidak mau shalat dirumah, selagi sehat. Sholatnya di Masjid, Ngaji saat saat istirahat, Shalat Tahajjud setiap Malam Senin dan Kamis, serta Puasa senin kamis, adalah wajib baginya.
Pada tahun 1969 Bidan Patimah dipindah tugaskan ke Kecamatan Bua Ponrang kabupaten Luwu, dan pensiun pada tahun 1989, saat akan diberi tanda jasah sebagai pejuang kesehatan, Patimah ditawari sebagai Petran, tapi memilih pensiun sebagai Aparatur Negara di lingkup Departemen Kesehatan.
Selamat Hari Ibu, tulisan ini pasti banyak kekurangannya, namun saya yakin tulisan ini tidak cukup lengkap untuk menggambarkan pengabdian dan perjuangan seorang Bidan di awal kemerdekaan, dalam mengisi kemerdekaan. Sebagai anak yang dilahirkan beliau, mungkin dengan cara ini, salah satu bentuk ucapan terima kasih saya pada Beliau, di hari Ibu.
Penulis
Arbit Manika.