Menurut Heryanto (2010), malpraktik merupakan tindakan medis yang buruk. Sebuah tindakan malpraktik dapat terjadi karena disengaja maupun tidak. IDI menyatakan bahwa ada setidaknya 210 kasus malpraktik terjadi di Indonesia setiap tahunnya, hal ini menggiring opini masyarakat akan kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia. Jika kasus malpraktik terus bertambah dari tahun ke tahun, maka opini publik mungkin saja menjadi kenyataan, kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia akan semakin menurun. Semakin menurunnya kualitas pelayanan tersebut disebabkan oleh rendahnya kepercayaan masyarakat itu sendiri. Pernahkah kita memperhatikan banyak selebritas di Indonesia dengan kemampuan finansial yang baik lebih memilih untuk melakukan pengobatan di luar negeri daripada di Indonesia? Mengapa hal ini bisa terjadi? Jika ditanya, mereka akan menjawab dengan tegas bahwa fasilitas kesehatan disana lebih memadai dan pelayanannya yang baik. Namun, keadaan ini tidak menjamin sedikitnya angka malpraktik yang terjadi disana. Oleh karena itu, diperlukan adanya upaya untuk mengurangi kasus malpraktik ini. Upaya ini penting dilakukan untuk menjaga agar kualitas kesehatan di Indonesia juga menjadi lebih baik. Masih banyak masyarakat yang tinggal di daerah dengan minim fasilitas kesehatan dan kondisi keuangan yang belum stabil, orang-orang inilah yang harus diperhatikan bilamana mereka mengalami tindakan malpraktik.
AI atau artificial intelligence adalah sebuah kecerdasan buatan yang diciptakan untuk melakukan tugas-tugas yang seharusnya membutuhkan kemampuan berpikir manusia. AI adalah penemuan yang memiliki banyak manfaat untuk kehidupan, salah satunya dalam bidang kesehatan. Penggunaan AI dalam kesehatan dapat dimanfaatkan sebagai pencatatan Rekam Medis Elektronik (RME). Dengan adanya pencatatan secara digital, dokter dapat dengan mudah membaca riwayat penyakit, obat, maupun alergi yang dimiliki pasien untuk mengurangi terjadinya kesalahan penanganan akibat informasi medis yang tidak lengkap. Dari RME, AI juga bisa melakukan analisis gejala, riwayat hasil lab, dan sebagainya untuk mendeteksi penyakit yang saat ini diderita. Perlu diketahui, bahwa di zaman yang modern ini, dokter telah menggunakan AI untuk mendeteksi adanya kanker dalam tubuh pasien. Bahkan, keakuratan analisis AI sudah mencapai 80% sampai 85% dalam mendeteksi kanker paru-paru. Tidak hanya paru-paru, tetapi juga kanker payudara. AI juga dimungkinkan dapat melakukan Clinical Decision Support Systems (CDSS) untuk menghindari adanya malpraktik dengan memberikan peringatan jika obat yang diresepkan beresiko menimbulkan alergi atau berinteraksi negatif dengan pasien. CDSS juga berperan memberikan pengingat untuk melakukan penanganan medis dalam prosedur yang benar. Teknologi juga memberikan kemudahan bagi tenaga medis dan kesehatan untuk memantau kondisi pasien secara real-time. Dengan pemantauan berkala yang dapat dilakukan dimana saja dapat meminimalkan terjadinya malpraktik karena kurangnya pengawasan, sehingga apabila terdapat situasi darurat yang mengharuskan penanganan dokter lebih lanjut dapat diketahui lebih awal.
Segala kemudahan yang diberikan oleh perkembangan teknologi harus mampu kita manfaatkan dengan maksimal. Namun, kita juga harus memahami resiko apa saja yang menjadi tantangan dalam penggunaannya. Secanggih-canggihnya teknologi tetap tidak akan sama dengan bagaimana penanganan medis yang diberikan oleh manusia. Teknologi seperti AI hanya membantu pekerjaan manusia agar menjadi lebih mudah dan efisien. Penggunaan AI juga diharapkan dapat mengurangi jumlah kerugian yang harus dirasakan korban malpraktik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H