Ramai diberitakan Gubernur Provinsi Kalimantan Selatan (Prov Kalsel) H Sahbirin Noor, memberikan bantuan dari bedah rumah hingga pembangunan pesantren, bahkan menghadiri hari jadi (harjad) suatu sekolah serta memberikan santunan pada anak yatim.
Namun di balik hingar bingar pemberitaan tersebut, terselip disudut banua Kalsel sebuah sekolah yang belum tersentuh kemurahan hati Paman Birin, sapaan akrab Gubernur Kalsel ini. Miris melihat situasi ironi dan sedih melihat keadaan sekolah tersebut.
Berdasarkan data, pada 9 Desember 1963 berdiri Madrasah Ibtidaiyah Swasta (MIS) At-Taqwa di Simpang  Pipih Desa Balimau, Kecamatan Aluh-aluh, Kabupaten Banjar. Pembangunan madrasah atas bantuan masyarakat serta bantuan dari pemerintah  setempat pada masa itu.Â
Sistem  pembelajaran  MIS At-Taqwa mulanya seperti  sistem pondok pesantren, dimana lebih banyak mengajarkan pembelajaran agama. Tetapi seiring dengan berjalannya waktu yang panjang, adanya perubahan kondisi sarana dan prasarana yang ada, serta proses pendidikan.
Maka madrasah berubah menjadi lembaga pendidikan yang setara dengan sekolah dasar umumnya. Mengalami perubahan total baik dari sarana prasarana serta perubahan dibidang kurikulum, namun yang tidak berubah adalah murid-murid yang belajar di madrasah ini tidak dipungut biaya (gratis).
Madrasah didirikan oleh Asmaun beserta masyarakat Simpang Pipih yang sepakat memberi  nama MI At-Taqwa, sesuai dengan nama tempat ibadah yang terletak tidak jauh dari lokasi sekolah ini.
Semenjak berdiri, ada 6 kepala sekolah yang telah mengabdi di MIS At-Taqwa, yaitu  Asmaun  (1963 - 1976), Zakri  (1976 - 1986), Abdul Rasyid Jamili  (1986 - 2002), Yana (2002 - 2011), Inderiani (2011 - 2013), dan Norhasanah (2013 - sekarang).
Kondisi sarana dan prasarana yang dimiliki oleh MIS At-Taqwa belum mamadai, karena hanya tersedia ruang belajar dan ruang dewan guru, sedangkan fasilitas lainnya  belum dimiliki.
Tidak ada ruang Kepala Sekolah, tidak ada ruang UKS, tidak ada ruang Perpustakaan, tidak ada ruang Mushola, tidak ada ruang Koperasi, tidak ada ruang Sekretariat Pramuka, bahkan tidak ada WC/ Toilet sekolah.
Berdasarkan cerita salah seorang guru, karena madrasah ini berada di depan sungai, apabila malam hari air sungai pasang tinggi, maka lantai kelas akan terendam. Paginya, murid-murid dan guru pun sama-sama menyiram lantai kelas yang penuh dengan lumpur.