Mohon tunggu...
Teguh Al-Khawarizmi
Teguh Al-Khawarizmi Mohon Tunggu... -

Menulis hanya di saat ingin menulis. .

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Suara Kami Para Petani

27 Januari 2012   10:13 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:23 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13276586021525930837

[caption id="attachment_157724" align="aligncenter" width="460" caption="petani (http://panos.org.uk)"][/caption]

Bapak, kami dulu memilih Bapak sebagai presiden kami para petani

Kami memang tidak mengenal Bapak

tapi jujur, karisma Bapak selalu tersirat dari wajah Bapak

baik dari foto-foto Bapak di tiang listrik dan pos ronda perempatan jalan, maupun dari gambar-gambar Bapak di televisi

*

Janji-janji Bapak pun begitu manis

Pendukung-pendukung Bapak tampil sangat beringas di depan mata kami

Beringas dalam mempromosikan Bapak sebagai calon pemimpin kami

Mereka katakan dengan lantang, “Jangan khawatir, nasib petani akan kami perjuangkan!”

*

Bapak memang pandai memanggil hati

Kepada carik1) di desa kami, Bapak janjikan mereka menjadi pegawai negeri

Kepada pegawai negeri, Bapak janjikan kenaikan gaji

Bapak begitu mengerti, bahwa carik dan pegawai negeri adalah orang-orang terpandang di kampung kami

Pengaruh mereka, termasuk besar dalam pandangan kami

Maksud Bapak pun menuai hasil, mereka menjadi pendukung setia Bapak

Dan mereka pun berhasil mempengaruhi kami

sehingga kami pun turut memilih Bapak

*

Bapak, lebih dari delapan tahun sudah Bapak memimpin kami

Tentu saja prestasi Bapak sudah banyak dalam membangun negeri ini

Carik pun telah Bapak angkat menjadi pegawai negeri

Gaji Pegawai negeri pun terus Bapak naikkan

Belum lagi program remunerasi yang Bapak canangkan

Khusus untuk yang terakhir ini, saya tidak begitu paham maksudnya

Intinya tentu saja penghasilan pegawai negeri terus saja Bapak tambah

*

Anak buah Bapak pun tentu orang-orang hebat

“Lulusan Amerika pasti lah orang-orang pintar,” begitu kata carik di kampung kami

Mereka pun berkoar telah berhasil memperbaiki ekonomi dan memberantas kemiskinan

“Pertumbuhan ekonomi di atas enam persen, angka kemiskinan turun menjadi di bawah 13 persen,” begitu kami lihat di berita televisi

Namun Bapak, kenapa kesejahteraan kami belum juga membaik sebagaimana yang Bapak janjikan? Sementara anak buah Bapak mengatakan dengan pongahnya bahwa perekonomian kita terus tumbuh dan jumlah orang miskin semakin sedikit

Kenapa kami masih begitu sulit untuk mendapatkan bibit-bibit unggul?

Kenapa hama semakin ganas saja sementara pestisida mahal harganya?

Kenapa harga pupuk terus naik dan sering pula tak tersedia di pasaran?

Kenapa bendungan dan irigasi kami rusak sementara di musim kemarau sawah-sawah kami kekeringan dan di musim hujan justru kebanjiran?

Ah, mungkin Bapak telah lupa bahwa negeri ini didirikan tak bisa lepas dari darah dan keringat para pendahulu kami para petani

Mungkin juga Bapak telah lupa bahwa nasi yang Bapak makan, sayur dan buah yang menjadi sumber vitamin Bapak, adalah juga berasal dari hasil kerja keras kami

*

Untung saja Bapak, saya masih bisa menyekolahkan anak saya hingga perguruan tinggi

Sejak awal, saya tahu sebenarnya anak kesayangan saya itu ingin meneruskan pekerjaan saya sebagai petani

Tapi saya katakan tidak kepadanya

Saya tidak ingin dia mewarisi pekerjaan saya, yang berarti dia akan mewarisi susahnya hidup sebagai petani

Alhamdulillah, anak saya berhasil menjadi sarjana ekonomi dan bekerja di sebuah perusahaan swasta di Jakarta

Siang kemarin saya sempatkan bertanya kepadanya seputar prestasi Pemerintah yang sering anak buah Bapak itu sombongkan

Kepadanya saya tanyakan, “Benarkah ekonomi kita tumbuh anakku?”

Anak saya menjawab, “Benar Pak, tapi gini rasio kita juga meningkat”

“Apa itu rasio gini, anakku?”

Dengan sabar anak saya menjelaskan, “Intinya ekonomi memang tumbuh Pak, tapi kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin juga semakin meningkat. Yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin. Yang tumbuh hanya mereka yang kaya saja, Pak”

“Lalu benarkah jumlah orang miskin juga semakin sedikit, Nak?”

“Benar Pak, hanya saja standar untuk menentukan miskin atau tidaknya seseorang sangat rendah. Di negara kita, orang dengan pengeluaran delapan ribu rupiah perhari sudah dianggap tidak miskin, Pak. Berarti,  menurut Pemerintah, kalau Bapak bisa membeli rokok satu bungkus satu hari tanpa makan dan tanpa minum, Bapak sudah bukan lagi termasuk orang miskin, Pak. Tapi alhamdulillah, beruntung Bapak tidak merokok sehingga uang delapan ribu itu bisa kita kumpulkan untuk membeli pupuk saat musim tanam seperti ini

*

Oh, begitu ternyata maksud perkataan anak buahmu itu ya, Bapak Presiden

Kenapa anak buahmu tidak menjelaskan seperti itu, Pak

sehingga kami bisa mengerti keadaan yang sebenarnya

Benarkah kami para petani yang masih penuh kesusahan ini sudah Engkau anggap tidak miskin lagi?

Ataukah ternyata penjelasan anak saya itu keliru, wahai Bapak kami?

*

Wahai Bapak, kurang dari dua tahun lagi jabatan Bapak akan berhenti

Masih banyak janji-janji Bapak yang belum Bapak penuhi

Kami percaya Bapak percaya akan Allah yang juga Tuhan kami

yang berarti Bapak juga percaya akan alam akhirat nanti

Tentu Bapak tidak ingin kan Allah menagihkan hak-hak kami setelah Bapak mangkat nanti?

*****

1) carik = Sekretaris Desa

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun