[caption id="attachment_157724" align="aligncenter" width="460" caption="petani (http://panos.org.uk)"][/caption]
Bapak, kami dulu memilih Bapak sebagai presiden kami para petani
Kami memang tidak mengenal Bapak
tapi jujur, karisma Bapak selalu tersirat dari wajah Bapak
baik dari foto-foto Bapak di tiang listrik dan pos ronda perempatan jalan, maupun dari gambar-gambar Bapak di televisi
*
Janji-janji Bapak pun begitu manis
Pendukung-pendukung Bapak tampil sangat beringas di depan mata kami
Beringas dalam mempromosikan Bapak sebagai calon pemimpin kami
Mereka katakan dengan lantang, “Jangan khawatir, nasib petani akan kami perjuangkan!”
*
Bapak memang pandai memanggil hati
Kepada carik1) di desa kami, Bapak janjikan mereka menjadi pegawai negeri
Kepada pegawai negeri, Bapak janjikan kenaikan gaji
Bapak begitu mengerti, bahwa carik dan pegawai negeri adalah orang-orang terpandang di kampung kami
Pengaruh mereka, termasuk besar dalam pandangan kami
Maksud Bapak pun menuai hasil, mereka menjadi pendukung setia Bapak
Dan mereka pun berhasil mempengaruhi kami
sehingga kami pun turut memilih Bapak
*
Bapak, lebih dari delapan tahun sudah Bapak memimpin kami
Tentu saja prestasi Bapak sudah banyak dalam membangun negeri ini
Carik pun telah Bapak angkat menjadi pegawai negeri
Gaji Pegawai negeri pun terus Bapak naikkan
Belum lagi program remunerasi yang Bapak canangkan
Khusus untuk yang terakhir ini, saya tidak begitu paham maksudnya
Intinya tentu saja penghasilan pegawai negeri terus saja Bapak tambah
*
Anak buah Bapak pun tentu orang-orang hebat
“Lulusan Amerika pasti lah orang-orang pintar,” begitu kata carik di kampung kami
Mereka pun berkoar telah berhasil memperbaiki ekonomi dan memberantas kemiskinan
“Pertumbuhan ekonomi di atas enam persen, angka kemiskinan turun menjadi di bawah 13 persen,” begitu kami lihat di berita televisi
Namun Bapak, kenapa kesejahteraan kami belum juga membaik sebagaimana yang Bapak janjikan? Sementara anak buah Bapak mengatakan dengan pongahnya bahwa perekonomian kita terus tumbuh dan jumlah orang miskin semakin sedikit
Kenapa kami masih begitu sulit untuk mendapatkan bibit-bibit unggul?
Kenapa hama semakin ganas saja sementara pestisida mahal harganya?
Kenapa harga pupuk terus naik dan sering pula tak tersedia di pasaran?
Kenapa bendungan dan irigasi kami rusak sementara di musim kemarau sawah-sawah kami kekeringan dan di musim hujan justru kebanjiran?
Ah, mungkin Bapak telah lupa bahwa negeri ini didirikan tak bisa lepas dari darah dan keringat para pendahulu kami para petani
Mungkin juga Bapak telah lupa bahwa nasi yang Bapak makan, sayur dan buah yang menjadi sumber vitamin Bapak, adalah juga berasal dari hasil kerja keras kami
*
Untung saja Bapak, saya masih bisa menyekolahkan anak saya hingga perguruan tinggi
Sejak awal, saya tahu sebenarnya anak kesayangan saya itu ingin meneruskan pekerjaan saya sebagai petani
Tapi saya katakan tidak kepadanya
Saya tidak ingin dia mewarisi pekerjaan saya, yang berarti dia akan mewarisi susahnya hidup sebagai petani
Alhamdulillah, anak saya berhasil menjadi sarjana ekonomi dan bekerja di sebuah perusahaan swasta di Jakarta
Siang kemarin saya sempatkan bertanya kepadanya seputar prestasi Pemerintah yang sering anak buah Bapak itu sombongkan
Kepadanya saya tanyakan, “Benarkah ekonomi kita tumbuh anakku?”
Anak saya menjawab, “Benar Pak, tapi gini rasio kita juga meningkat”
“Apa itu rasio gini, anakku?”
Dengan sabar anak saya menjelaskan, “Intinya ekonomi memang tumbuh Pak, tapi kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin juga semakin meningkat. Yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin. Yang tumbuh hanya mereka yang kaya saja, Pak”
“Lalu benarkah jumlah orang miskin juga semakin sedikit, Nak?”
“Benar Pak, hanya saja standar untuk menentukan miskin atau tidaknya seseorang sangat rendah. Di negara kita, orang dengan pengeluaran delapan ribu rupiah perhari sudah dianggap tidak miskin, Pak. Berarti, menurut Pemerintah, kalau Bapak bisa membeli rokok satu bungkus satu hari tanpa makan dan tanpa minum, Bapak sudah bukan lagi termasuk orang miskin, Pak. Tapi alhamdulillah, beruntung Bapak tidak merokok sehingga uang delapan ribu itu bisa kita kumpulkan untuk membeli pupuk saat musim tanam seperti ini
*
Oh, begitu ternyata maksud perkataan anak buahmu itu ya, Bapak Presiden
Kenapa anak buahmu tidak menjelaskan seperti itu, Pak
sehingga kami bisa mengerti keadaan yang sebenarnya
Benarkah kami para petani yang masih penuh kesusahan ini sudah Engkau anggap tidak miskin lagi?
Ataukah ternyata penjelasan anak saya itu keliru, wahai Bapak kami?
*
Wahai Bapak, kurang dari dua tahun lagi jabatan Bapak akan berhenti
Masih banyak janji-janji Bapak yang belum Bapak penuhi
Kami percaya Bapak percaya akan Allah yang juga Tuhan kami
yang berarti Bapak juga percaya akan alam akhirat nanti
Tentu Bapak tidak ingin kan Allah menagihkan hak-hak kami setelah Bapak mangkat nanti?
*****
1) carik = Sekretaris Desa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H