Mohon tunggu...
Nur Asiyah Rofi
Nur Asiyah Rofi Mohon Tunggu... -

Di sinilah tempat berpijaknya buah suara hatiku yang tertuang dalam sebuah wadah... semoga wadah ini bisa bermanfaat, bisa dinikmati dan indah maknanya..

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Titik Air Mataku

5 Maret 2013   17:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:16 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Jalan buntu kembali kutemui. Sedangkan berbalik arah jelas membuatku belum mampu menentukan jalan mana yg harus aku pilih. Demikian banyak petunjuk arah, yg kesemuanya menandakan arah yang bisa anda lalui. Sedang tak satupun ada titik terang memberiku janji di situlah tempat yg anda cari akan kau temui. Aku harus duduk sejenak di sini. Kubuka peta butaku sesaat, kembali perih mata ini, tak mampu membaca dengan jelas. Semua tanda terlihat samar. Takterasa titik-titik air mata meleleh perlahan, jatuh perlahan

Jatuh perlahan dan menitik memburu jawab. Namun titik air tertumpah di atas lembaran peta dan membuat makin buram. Pada siapa aku meminta petunjuk kini. Bahkan sekelilingku tak kutemui siapapun. Air mata terkumpul dan tertampung di telapak tangan. Seketika kubasuhkan pada wajahku. Dan kurasakan debar-debar detak, mengabarkan. 'Kau mempunyai Tuhan, kau mempunyai penuntun'

Kembali menjangkau kebangkitan jiwa, menorehkan jejak keindahan, tanpa terpaksa tanpa tersakiti. Sungguh tak pernah aku sendiri, selalu ada teman sejati. Ya teman sejati. Bukan di siapapun tetapi ada di jiwaku sendiri, aku hatiku, aku kalbuku, dan padaku ada pelindung diriku, Sang Maha.

Jangan kau hujat kala kumenderita, jangan kau cela kala kumenangis. Deritaku dan tangisku adalah buliran-buliran cinta-Nya. Keduanya adalah jembatan keterpurukanku menuju kejayaan jiwa. Dalam kejayaan jiwaku, akan kutemui cahaya gemerlap membenderangi kelamnya jalan. Dalam kejayaan jiwaku ada pengeras jalan berawa dan berlumpur, dalam kejayaan jiwaku ada hujan penyejuk jalan nan gersang...
Kala kembali kau lihat kuterdiam, menangis, jangan lagi kau berkata-kata. Biarkan aku dalam kenikmatanku..

Jangan tertawakan aku bila kukatakan tangis dan deritaku adalah kenikmatan bagiku. Sungguh bila kau tahu rasa dan makna tangis dan derita, niscaya kau akan menanti kehadirannya. Jika kehadirannya telah tiba, setitik cahaya kembali berpijar. Dan ketika cahaya makin berpijar disitulah terkadang lalai dan khilaf kembali menguasaimu. Dalam lalai dan khilafmu itulah kau kan merindukan tangismu. Kesadaran merindu itulah titik kesyukuran

eN A eR
300809

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun