Apa beda pemain sepakbola profesional dan amatir? Idealnya sih begini: pemain profesional adalah orang yang penghasilan utamanya berasal dari bermain sepakbola, sedangkan pemain amatir tidak menjadikan statusnya sebagai “pesepakbola” sebagai pekerjaan utama. Artinya, seorang pemain profesional harusnya tidak merangkap sebagai pekerja kantoran atau pekerjaan lainnya yang menyita waktu. Menurut definisi, pemain amatir adalah pemain yang masih memiliki pekerjaan lain yang “lebih penting” untuk hidupnya ketimbang bermain sepakbola.
Lalu bagaimana dengan di Indonesia? Saya ingat di tahun 90-an, era awal gabungan liga antara Galatama dan Perserikatan, masih banyak pemain sepakbola yang merangkap sebagai honorer PNS, honorer di BUMN/ BUMD, atau bahkan PNS beneran dan pegawai tetap BUMN/ BUMD. Seiring waktu, semakin banyak pemain yang sungguhan profesional. Bambang Pamungkas mungkin bisa dijadikan contoh paling gampang bagaimana ia bisa hidup dan menghidupi keluarganya hanya dari bersepakbola. Sehari-hari pekerjaannya hanya berlatih dan bertanding, sampai akhirnya memutuskan pensiun. Jika melihat pemain seperti Bambang Pamungkas memang garis batas antara profesional dan amatir terlihat semakin tebal. Ini kabar bagus untuk sepakbola sebagai industri.
Namun ternyata, masih ada saja pemain profesional yang bergaya amatir. Seandainya Rumaropen tidak menjadi buah bibir – buah yang rasanya pahit tentunya – karena kasusnya memberi wasit sebuah long hook dari belakang, mungkin Saya tidak akan pernah tahu kalau ternyata pesepakbola profesional ini ternyata juga berstatus sebagai PNS – walaupun katanya status PNS-nya sedang tidak aktif.
[caption id="" align="aligncenter" width="650" caption="Rumaropen: Pesepakbola, PNS, & Petinju? (sumber gambar: indoboom.com)"][/caption]
Miris juga rasanya ketika mendengar pemain-pemain dari salah satu klub Divisi Utama ditawari pimpinan daerahnya untuk menjadi tenaga honorer di Satuan Polisi Pamong Praja. Entah serius atau bercanda, yang pasti kondisi finansial klub ini memang sedang megap-megap hingga gagal bayar gaji pelatih sekaligus pemainnya. Seandainya pemain-pemain itu sudah benar-benar kepepet dan menerima pinangan tersebut, maka siap-siap saja menyaksikan pemain-pemain - berstatus profesional - ini harus mengejar bola di pagi dan sore, sementara ketika siang hari mengejar-ngejar pedagang kaki lima.
Kekuatan finansial beberapa klub profesional – uhuk! – di Indonesia memang bisa bikin orang tua manapun was-was untuk melepas anaknya berkarier serius di bidang sepakbola. Telat gajian, terminasi kontrak, uang bonus batal cair adalah realita yang membuat sepakbola belum menjadi bidang yang terlalu menjanjikan. Maka jangan heran jika prestasi sepakbola Indonesia terlihat agak-agak moncer di usia muda, tapi melempem kala masuk tahap senior. Bukan tidak mungkin jika banyak pesepakbola potensial justru digiring orang tuanya lebih menekuni sekolah untuk selanjutnya menjadi dokter, arsitek, ekonom, dan lainnya ketimbang menjadi pesepakbola.
Kembali ke soalan pemain profesional, ada pasal nyeleneh juga di Peraturan Organisasi (PO) PSSI. Bunyinya kurang lebih begini, ”Pemain profesional bisa mengajukan alih status menjadi pemain amatir setelah minimal 30 hari tidak bermain di level profesional.” Begitu mudahnya mutasi dari status pemain profesional ke pemain amatir. Kenapa perhitungan waktunya didasarkan dari waktu terakhir bermain? Tentu akan lebih terasa masuk akal jika perhitungan didasarkan pada berakhirnya kontrak profesional pemain tersebut. Kenapa pula hanya 30 hari? Sebentar amat? Kenapa tidak 90 hari atau 3 bulan kalender?
Maka jangan heran jika di ajang yang mewajibkan pemain-pemainnya berstatus amatir, seperti Pekan Olahraga Nasional (PON), akan terlihat nama-nama yang pernah bermain di level klub profesional. Semudah itu mengubah status dari profesional ke amatir. Selesai PON, tinggal urus lagi alih status dari pemain amatir ke pemain profesional.
Tidak beda dengan era 90-an, ternyata pemain profesional masih banyak yang rangkap profesi di tempat lain. Pemain amatir pun banyak juga yang sebenarnya pemain profesional yang sedang menyamar. Status amatir dan profesional seakan kehilangan esensinya. Status amatir dan profesional sekedar menjelma pernyataan dari otoritas sepakbola di negara ini tanpa ada pembeda yang signifikan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI