Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Online ( sumber : kbbi.web.id ) :
Syukur : rasa terima kasih kepada Allah,
Bersyukur : berterima kasih; mengucapkan syukur
Mensyukuri : mengucapkan terima kasih kpd Allah; berterima kasih krn suatu hal
Kadang-kadang banyak orang mengucapkan kata syukur di atas tidak sama dengan ”syukur” yang biasa diucapkan pada orang yang tidak menyukai (iri) kepada orang lain, kecewa, putus asa bahkan menjatukan mental orang lain.
Pernah kah Anda mendengar kata-kata syukur seperti ini :
1.Syukur lu, gue bilang juga apa. Akhirnya motor jadi ilang. Gak nurut apa kata gue sih.
2.Udah lu, bersyukur aja. Hidup jangan macam-macam. Nikmati aja apa yang udah ada.
Ungkapan seperti ini di atas, kata syukur di atas tidak tepat karena di dalamnya kalimat tersebut terdapat efek perasaan negatif seperti pada contoh kalimat 1, terdapat kejengkelan/kecewa bahkan tidak memberikan support (dukungan) yang baik kepada kawannya. Pada conoh kalimat 2, terdapat keputusasaan dalam menjalani hidup.
Jadi mengucapkan kata ”syukur”tidak terdapat perasaan/emosi negatif. Coba perhatian sekali lagi kata-kata syukur dalam penggunaan kalimat tersebut. Mungkin sebagian pembaca, masih mempertanyakan kenapa pada kalimat 2 di atas, terdapat emosi negatif. Yah... ada perasaan negatif pada kalimat 2 karena ada rasa putus asa. Padahal rasa syukur itu kita selalu mengingat kepada Tuhan dengan mengucapkan terima kasih. Tentu saja, dengan mengingat Tuhan, perasaan (hati) akan menjadi tenang dan bahagia. Jadi bersyukur itu, apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan harus selaras sebagai ungkapan terima kasih kepada Tuhan. Itulah yang namanya menikmati hidup dengan bahagia.
Bandingkan dengan kata Syukur dibawah ini :
a.Saya bersyukur pagi ini telah bangun pagi sehingga saya telah diberikan kesempatan untuk melakukan aktivitas
b.Saya bersyukur atas nikmat Tuhan yang diberikan kepada saya selama ini.
Banyak orang yang tidak bersyukur karena selalu ”melihat ke atas” sehingga membuat keadaan diri kita dengan membanding-bandingkannya dengan diri orang lain misalnya bahwa orang lain lebih kaya, lebih banyak harta, lebih pintar, lebih cantik, lebih tampan, ...lebih....lebih...dan lebih. Dengan selalu ”melihat ke atas” atau membandingkan dengan melihat kondisi orang lain yang lebih baik daripada diri kita, maka kita akan yang timbul adalah melihat kelebihan orang lain. Perasaan yang muncul biasanya kecewa, cemburu, marah, benci, iri, atau perasaan negatif lainnya.
Karena dengan membanding-bandingkan kehidupan kita dengan orng lain akan membuat diri kita sulit untuk bersyukur. Akibatnya kehidupan kita hanya diisi dengan perasaan negatif kekecewaan saja. Sebaliknya, dengan membandingkan kondisi hidup orang lain tidak sebaik hidup kita. Tentunya, akan membantu diri kita untuk bersyukur. Dengan bersyukur akan membuat perasaan lebih tenang, nyaman, tanpa beban, dan bahagia. Tanpa syarat dan ketentuan berlaku.
Cara yang paling gampang agar bisa menimbulkan perasaan syukur yang tulus adalah belajarlah ”melihat ke bawah” atau melihat keadaan orang lain dengan membandingkan bahwa kehidupannya lebih baik, misal :
-Kalau kita pegawai kantor, kita bersyukur karena mempunyai penghasilan yang tetap daripada pekerjaan tukang ojek yang tidak mempunyai penghasilan yang tetap
-Kalau kita tukang ojek, kita bersyukur karena kita masih dapat mencukupi kehidupan keluarga daripada mengemis
-Kalau kita masih menganggur, kita bersyukur karena kita masih diberi kehidupan dan tetap masih semangat mencari kerja dengan pantang menyerah yang penting saya tidak putus asa
-Dan seterusnya
Pernahkan Anda melihat di televisi atau Anda langsung melihat langsung di ”lapangan” kondisi orang yang kehidupannya di bawah kehidupan Anda ?. Apalagi ketika dia menceritakan kehidupan keadaan dirinya. Sebagai contoh, saya pernah melihat di televisi tentang kehidupan seseorang. Dia mengatakan bersyukur dengan keadaan yang dijalani. Dan dia dapat menghidupi anak dan cucunya. Sedangkan si suami (kakek) telah sakit-sakitan. Penghasilan yang pas-pasan sebagai pembersih kandang kambing. Sehingga penghasilannya minim, pas-pasan bahkan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Selanjutnya pada sesi pertanyaan oleh pembawa acara, ”Bagaimana Nek, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, apakah cukup untuk menghidupi keluarga nenek termasuk anak dan cucu nenek”. Atas pertanyaan tersebut, si nenek hanya menangis. Dan si nenek curhat bahwa sebenarnya kehidupannya tidak cukup tapi harus dicukup-cukupi. Saya secara pribadi, membuat hati saya terenyuh, merasakan penderitaan si nenek. Saya pun mendoa kan si Ibu agar kehidupannya berubah menjadi lebih baik. Diberikan kekuatan-Nya dan kesabaran dalam menjalani kehidupannya.
Balik lagi pada kasus si nenek,... kalau di lihat kasus tersebut, si nenek sebenarnya ada beban hidup, begitu berat menjalani hidup. Karena menghidupi anak dan cucu nya hanya seorang diri. Pembaca, kalau menurut saya, berdasarkan dari Manajemen Pikiran tentunya yang namanya bersyukur bukan menjalani kehidupan dengan keterpaksaan, kekecewaan, atau putus asa tapi sebenarnya bersyukur itu menjalani kehidupan dengan bahagia. Ada pepatah bijak ” Benih-benih keputus-asaan tak akan dapat ada hati, kepada orang yang penuh rasa syukur”. Jadi kalau kita selalu bersyukur, harusnya membuat kita bahagia...lebih bahagia...dan pasti bahagia. Dan akan ditambah nikmatnya pula. Hal ini merupakan janji Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat Ibrahim ayat 7 : ''Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu dan jika kamu mengingkari(nikmat)-Ku, maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih".Janji Allah adalah Pasti / Mutlak !!!
Semoga bermanfaat
Aranhakim Farisi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H