Mohon tunggu...
Aral 63
Aral 63 Mohon Tunggu... -

Writter|Blogger|Pejuang Mimpi|Pelajar SMA

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kunang–kunang di Kelopak Mawar

17 September 2014   19:47 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:25 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Oleh: Aral

Malam ini akan kuceritakan pada mu,Mer. perihal penting yang belum pernah seorang pun tahu, tentang ibu ku, tentang mawar- mawar ini, juga tentang kunang-kunang yang bermunculan dari dalam kelopak nya.

Hujan deras semalam mengingat kan ku pada mu Mer, juga pada tanah hujan yang masih sangat ku ingat aroma nya, dan suara suara yang ku rindukan kembali terdengar dari atap- atap yang meraung digigit hujan. Hujan deras semalam membacakan ku cerita-cerita indah, juga dinyanyikan nya lagu- lagu rindu, maka ku namai malam itu sebagai malam kenangan. Entah apa sebab nya, malam ini ku rasakan kesunyian yang benar- benar menggigit itu, dan rindu datang menancapkan sembilu dalam jantung ku. Aku jadi merindukan segala nya, merindukan ibu, merindukan mawar- mawar di halaman belakang, merindukan kunang- kunang , dan tentu saja,aku rindu pada mu. Mer.

Jika malam-malam ku terasa sunyi, maka yang perlu ku lakukan adalah berbaur dengan kesunyian itu dan mencoba menemukan keramaian di dalam nya, jika kau pikir ini adalah hal yang sulit, maka kau benar. Aku saja belum pernah menemukan keramaian dalam genangan sunyi seluas ini. Aku harus menyelam lebih dalam sampai ke dasar supaya bisa ku temukan se titik keramaian di dalam nya. Maka suatu ketika aku menyelam lebih dalam menjauhi permukaan, ini bukanlah perkara mudah, menemukan setitik keramaian dalam kolam sunyi yang maha luas ini. Dan hanya se titik. Tapi beruntung lah aku karna nasib berkata baik, pada penyelaman yang kesekian kali nya ku temukan se titik keramaian itu. Maka sejak saat itu, tak ku rasakan lagi kesunyian yang menggenangi hidup ku, sebab se titik keramaian telah ku temukan, ialah kau Mer.

***

Selamat datang, Mer. Selamat datang di kebun mawar ku. aku memetik setangkai mawar lalu menghirup nya dalam-dalam. Kau tersenyum simpul,oh senyum itu! Aku tahu kau suka sekali dengan bunga mawar, maka ku pikir kau pasti akan begitu menyukai tempat ini. Nampak nya kau cukup heran pada kebun mawar ini, atau mungkin ada perasaan ganjil yang muncul di hati mu. Pandangan mu mengelana di kebun mawar yang gersang, menjelajah setiap inchi pohon pohon mawar itu,entah apa yang ada dalam pikiran mu. Kemudian ku berikan pada mu setangkai mawar yang menyimpan berjuta kisah, yang bisa kau baca kisah- kisah nya di setiap kelopak. Dan tanpa sepengetahuan mu, aku sudah lebih dulu menuliskan sebuah kisah tentang Kau dan Aku, tentang kita, dan kau bisa membaca nya pada kelopak terahir,tentujika kau mau. kemudian ku lihat wajah mu memerah, semerah hati ku malam ini, semerah mawar dalam genggaman ku, yang sekarang sudah tepat berada di depan wajah mu.

untuk ku? aku mengangguk. Kau tersenyum, saat ku angsurkan setangkai mawar ini pada mu.

Tak ku sangka kau punya tempat se indah ini di halaman rumah mu, aku suka tempat ini Zis. aku tersenyum, rona merah di wajah mu belum juga menghilang, aku jadi seperti melihat langit senja di wajah mu, yang memerah ketika siang dan malam beradu.

jika kau suka tempat ini, kau boleh berkunjung kapan saja.

oh benarkah? ” aku mengangguk. tentu aku akan sangat senang bila yang berkunjung adalah kau Mer, wanita yang kucintai.

kemudian kau dekatkan setangkai mawar itu kehidung mu, lalu kau menghirup nya dalam-dalam. Oh ayolah Mer, hirup lah lebih dalam hingga rongga dada mu penuh sesak oleh aroma mawar, biar malam ini hanya di lalui kita berdua saja, hanya kau dan aku.

Kemudian di bangku kayu ini lah kita duduk bersisian, menyantap sepotong malam yang semerbak, sekerat untuk ku, dan sekerat lagi untuk mu. Ku lihat rembulan malam lima belas begitu indah malam ini. Kau dan aku terlibat dalam percakapan seru. Kita bercakap- cakap, tentang apasaja,tentang cincin yang melingkar di jari manis mu awal nya kupikir kau sudah punya tunangan, tapi kau bilang itu adalah cincin yang kau dapat dari ibu mu, aku lega mendengarnya kau tahu? - juga tentang pertanyaan ku, mengapa ada kunang-kunang di bola mata mu Mer? Kau malah tertawa menanggapi nya, kemudian aku juga ikut tertawa, kita berdua tertawa lalu hanyut dalam asmara. Ingin saat itu juga kuceritakan pada mu tentang kunang-kunang itu, tapi ku rasa akan lebih baik jika kau menyaksikan nya sendiri. Nanti.

Malam semakin matang dan semakin dalam pula kau tenggelamkan aku dalam pusaran asmara mu itu Mer. Ah aku jadi ingat saat itu,saat pertama kali melihat mu, aku begitu tertarik dengan mata mu, aku melihat seberkas cahaya yang berpendar dalam pekatnya bola mata mu, seperti berjuta kunang-kunang,dan tahu kah kau? Setiap melihat mata mu aku jadi teringat bunga mawar, juga pada ibu ku. Kau mengingat kan ku pada semua itu, Itu lah mengapa aku begitu mencintai mu Mer, begitu dalam.

***

perihal kebun mawar ini, dulu nya tempat ini adalah lahan yang gersang, dan bunga-bunga mawar ini tumbuh liar di dalam nya, namun karna ibu suka sekali bunga mawar, maka ayah tetap membiarkan nya tumbuh dan menjadikan nya kebun di belakang rumah kami. Ketika ibu masih ada, di setiap sudut ruangan diberi gelas berisi setangkai mawar -aku juga suka sekali bunga mawar, karna mawar mengingat kan ku pada ibu, maka selalu kuletak kan setangkai mawar di sudut meja agar se waktu-waktu jika aku sedang rindu pada ibu aku bisa menghirup aroma nya, maka jadi lah mawar-mawar ini sebagai obat penawar rindu - kemudian setelah dua atau tiga hari, ketika kelopak-kelopak mawar itu satu per satu gugur, ibu akan mengganti nya dengan mawar-mawar yang baru. Itulah mengapa rumah ku selalu di penuhi aroma mawar.

Kau mengangguk, takzim, mendengar cerita ku.

Pada suatu malam, ketika ibu sedang memperhati kan kelopak kelopak mawar yang mulai berguguran,- ibu akan segera mengganti mawar layu itu ke esokan hari nya- ketika kami tak sedang menunggu muncul nya kunang-kunang karna malam itu bulan sedang gelap.

Oh aku melihat satu kelopak yang jatuh itu, ini pertanda buruk!

Dan peristiwa itu terjadi. Pada malam sunyi rembulan gelap, Segerombolan orang menggedor gedor pintu,ada kegaduhan di balik pintu depan. Ibu menyuruh ku lari, dan sembunyi di kebun mawar, oh saat itu aku benar benar tak tahu apa yang terjadi, dan dari kebun mawar ini lah aku mendengar suara ibu yang yang menjerit, memecah kesunyian malam itu,Ayah berteriak teriak, menyumpahi mereka berkali-kali. Lalu senyap. Kudengar segerombolan orang itu bercakap-cakap sejenak. Lalu pergi.

Ibu ditikam! Dan ayah, aku tak tahu di bawa kemana. Itu kisah yang buruk,yang membuat kepala ku berdenyut saat mengingat nya. Dan dari sana lah kesunyian ini bermula, tinggal lah aku sendiri - meski belakangan aku sering bertemu ibu di kebun mawar- melalui hari hari yang panjang. Terkadang, jika aku sedang merindu ibu, aku mengunjungi kebun mawar ini dan duduk bersisian di bangku kayu itu- dengan sepi-, Pada bulan-bulan pertama setelah kepergian ibu, aku suka sekali menghabis kan malam-malam ku di bangku kayu ini, mengenang segala nya, menanti datang nya purnama, menanti kunang-kunang di kebun mawar ini muncul, Sampai akhir nya datang pada ku seorang wanita yang ku lihat ada beribu kunang-kunang dalam mata nya, kau lah wanita itu,Mer.

dulu, sebelum semua hal buruk itu terjadi, ketika purnama datang pada malam ke lima belas,kami menanti malam beranjak di bangku kayu ini, lalu pada pukul sepuluh malam, berjuta kunang-kunang bermunculan dari kelopak mawar yang semerbak, kata ibu kunang- kunang itu juga suka sekali dengan bunga mawar, maka ketika malam berlabuh di bulan gelap mereka akan bertapa dalam kuncup-kuncup mawar dan baru akan keluar ketika bulan purnama, ketika mawar-mawar itu juga sempurna bermekaran. - ibu juga pernah bilang bahwa kunang-kunang adalah makhluk jelmaan dari jiwa-jiwa yang sudah meninggal,maka kupikir pasti lah ada ibu di sana- maka selalu kunanti kedatangan ibu pada malam ke lima belas di kebun mawar ini.

Oh aku jadi rindu sekali pada ibu.

***

pukul sepuluh malam..

Malam semakin matang sempurna, dengan cepat kunang-kunang itu memenuhi sisi sisi taman yang gelap, membentuk butiran-butiran cahaya yang terang, berdenyut-denyut. kau lihat? dengan lahap nya mereka mengerat bongkahan bongkahan kesepian yang mengambang di udara. Mer, aku melihat seberkas cahaya di bola mata mu semakin indah ketika kunang-kunang itu menyeruak dari kelopak-kelopak mawar, berkejap-kejap. Seperti nyala lampu-lampu kota bila di lihat dari ketinggian. Lalu kau alihkan sejenak perhatian mu dari setangkai mawar yang tak pernah lepas dari hidung mu. Nampak nya kau juga begitu suka pada kunang-kunang.

Kemudian, entah dari mana asal nya se ekor kunang-kunang mendekat, lalu hinggap di telapak tangan ku.

perkenal kan Mer, ini ibu ku.. kau tersenyum, rona merah itu masih sedikit menjalar di pipi mu. Rambut mu jatuh tergerai, kau begitu cantik malam ini Mer.

Oh ibu, lihat lah binar mata nya itu. Sungguh indah, dan selalu mengingat kan ku pada mu.

O,ibu mu cantik sekali zis.

Benarkah? Kalau begitu ku pikir ibu ku sama cantik nya dengan kau.”

ah, kalau begitu aku ingin menjadi kunang-kunang.”

aku juga ingin menjadi kunang-kunang, agar aku bisa selalu bersama mu. Dan aku akan tetap mencintai mu, sekali pun kau kunang-kunang.” kau tersenyum, kemudian kau mengerat sisa sepotong malam di tangan kanan mu begitu lahap. Sampai habis dan tak bersisa se rimah kecil pun.

Mer, aku ingin menjadi pengantin mu sebelum purnama pada malam ke lima belas, lalu kita berdua menjelma menjadi sepasang kunang-kunang pemakan kesepian di lembah-lembah yang sunyi.

***

tiba-tiba angin berhenti berhembus. Ada aroma yang ganjil yang menyentuh indera ku. Aku melihat setangkai mawar dalam genggaman mu terjatuh di atas bangku, ditempat kau tadi duduk disisi ku, kau lenyap. Kau kemana Mer? Aku panik. Secepat itu kah kau bisa berpindah tempat? Atau jangan-jangan tanpa se pengetahuan ku kau telah mempelajari ilmu menghilang dengan sekejap mata, lalu kau praktek kan sekarang, pada ku? Ah kurasa tak mungkin! Oh ayolah Mer, ini sungguh tidak lucu. Waktu seperti berhenti begitu saja. Berjuta kunang-kunang di hadapan ku diam, mengambang di udara. Mematung. Tanpa gerakan. Butiran-butiran cahaya itu tak lagi berdenyut-denyut.

Kemudian se ekor kunang-kunang mendekat, hinggap di kelopak mawar yang tadi kau genggam.

kau kah itu Mer?” Cahaya di ekor nya berkejap tiga kali, aku tak ber pikir sedikit pun bahwa itu adalah sebuah jawaban.

Jika benar itu kau, tapi mengapa kau tak menunggu ku agar kita bisa bersama-sama menjadi kunang-kunang? Atau .. hatiku bergetar mengatakan nya, tiba-tiba saja pertanyaan itu melintas di benak ku.

Mer, apakah kau berasal dari bangsa kunang-kunang? lama aku terdiam. Jawaban yang ku tunggu-tunggu tak juga datang. Malam kembali jatuh pada hati yang sunyi.

Bogor, 26 Agustus 2014

10:29 PM

Hadiah buat “ Mei”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun