Sebelum mulai ...
“Hey, cowok-cowok! Bisa tolong ambil kotak snack di mobil? Bantu pindahin ke sini, ya?”
Itu kalimat yang pengen saya lontarkan ke anggota Kompasianer Palembang (kompal) laki-laki yang sudah hadir di Kampus Sitispol beberapa jam sebelum agenda “Ngeblog Itu Asyik” dimulai Sabtu, (29/4) kemarin. Tapi berhubung Hari Kartini belum lama berlalu, saya khawatir ada yang nyinggung soal emansipasi.
“KENAPA CUMA COWOK YANG HARUS NGANGKUTIN DUS-DUS SNACK ITU? KALIAN JUGA DONG PARA CEWEK, KATANYA EMANSIPASI?!”
Hihihi, masalahnya, ruang pertemuan itu terletak di lantai dua. Malas rasanya kalau harus mengangkut dus-dus berisi kotak snack yang isinya ratusan itu. Pasti berat.
Makanya, kalimat permintaan tolong pun saya ganti sehalus mungkin, dan ekspresi wajah sememelas mungkin. “Ada yang bisa bantuin ambil kotak snack di bawah? Itu di mobil di parkiran ....”
Untungnya, cowok-cowok kompal ini memang terlahir baik hati dan tidak sombong sejak dahulu kala. Tanpa harus nyinggung-nyinggung soal emansipasi, Fikri yang dari awal sudah jadi seksi sibuk langsung melesat ke bawah. Bahkan Kak Yayan (Om Ndutt) yang seharusnya jadi narasumber juga ikut bantu ngangkut-ngangkut. Plus emak-emak blogger mungil nan strong, Mbak Ardiba, juga turun tangan... Fiuh, agenda angkut-mengangkut pun selesai dalam hitungan menit. Beres!
Ketika melongok ke dalam ruangan,semua sudah rapi. Ko Deddy dan Kim Maman asyik cek sound dan peralatan lain yang buat presentasi. Umek Elly dan Kak Grant bungkus-bungkus kado buat narsum dan mendata barang-barang yang buat doorprize peserta.
Saya sendiri bareng Mbak Murni cuma duduk-duduk cantik di meja registrasi. Panitia hanya membatasi 100 orang peserta karena ruangannya cuma muat segitu. Tapi ternyata di hari H masih ada satu dua orang peserta “bandel” yang bawa temannya, padahal belum mendaftar. Yah, nggak mungkin juga mau diusir kan?
Salut dengan antusiasme peserta. Padahal, setelah dibisikin Bicik Kartika dari Seksi Pendaftaran, dia terpaksa menolak cukup banyak calon peserta lantaran kuota sudah penuh.
Nah, saya jadi curiga. Ini karena materi yang ditawarkan memang menggoda, atau pesona narasumbernya (Mbak Rien, Mbak Ira, Kak Yayan, dan Ko Deddy) yang terlalu menarik untuk diabaikan? Hihihi, dua-duanya kali ya?
Tapi sebetulnya kami sudah mempersiapkan diri jadi narasumber cadangan kalau seandainya dari empat narsum itu ada yang batal hadir :D
***
Pas sudah mulai ...
Sedikit kesal juga dengan keterlambatan sejumlah peserta (Pffftt, padahal acaranya sendiri ngaret setengah jam :D). Masalahnya, saya dan Mbak Murni kan masih harus jagain meja registrasi, sementara materi sudah dimulai. Padahal kan pengen juga dengerin materinya.
Tapi saya cukup menikmati kok walau hanya kebagian menyimak penjelasan dua narsum terakhir : Om Ndutt dan Mbak Ira. Om Ndutt menyemangati untuk nggak putus asa kalo misalnya kalah lomba blog. Terus Mbak Ira (ini niiiihhhh), saya cukup tertampar dengan komentar yang intinya bilang kalo punya blog itu harus rajin di-update. Jangan cuma dibiarkan sampai lupa password. (Wakakaka...., maafkanlah daku yang pelupa ini, Mbak :D).
Well, segalanya berlangsung aman-aman saja sih. Damai, sentosa, kondusif ..., sampai...., sampai sang MC, Bu Dosen Sumarni Anita mengumumkan sudah saatnya memberi kenang-kenangan untuk para narasumber. Saya dan Bik Cik Kartika langsung bertukar pandangan horor. Glek banget dah ini.... Dan makin panik aja ketika keempat narasumber sudah berbaris manis menunggu prosesi penyerahan hadiah....
Lho, kenapa?
Sssttt, ini sebetulnya rahasia. Jadi sebenernya hanya segelintir panitia yang tahu kalau bingkisan yang disiapkan sebetulnya hanya untuk narsum perempuan (panitia belum dapat kado yang tepat untuk narsum laki-laki). Awalnya sih santai saja, karena kedua narsum laki-laki (Om Ndutt dan Ko Deddy) adalah “orang dalam” kompal. Jadi gampanglah ..., bisa diaturlaaahh ..., nyusul nggak papa laaahhh ..., dan sederet pikiran woles lainnya.
Tapi faktanya, ternyata nggak enak juga kalau dua narsum ini dibiarkan pulang dengan “tangan kosong”. Ya malu, ya nggak enak, ya kelihatan banget “nggak adilnya” .... Lalu segalanya ternyata berjalan begitu saja. Berbekal kepanikan dan the power of kepepet, entah siapa yang akhirnya berinisiatif memberikan tas batik pada Ko Deddy dan Om Ndutt. Padahal, tas tersebut sejatinya diperuntukkan untuk doorprize peserta. Yah, nggak papa deh, yang penting sesi foto buat dokumentasi terselamatkan (meski jadinya janggal juga karena tas tersebut sebetulnya juga tas cewek).--foto nyusul. Belum ketemu yang ada tasnya :D)
Saya kalau ingat momen ini pengen ngakak sendiri. Beruntung banget sepanjang acara, hanya ada satu insiden ini dan bisa diatasi (meski maksa :D) .
Hihihihi, buat Om Ndutt dan Ko Deddy, panitia masih berutang ya..., bisa ditagih ntar sama Mang Dues atau Dok Posma (ehhhhh :D)
***
Saat selesai ...
Lega. Puas. Bersyukur.
Ini mungkin pertama kalinya Kompal ngadain agenda dengan peserta sebanyak ini. Dengan persiapan yang sebetulnya juga nggak matang-matang banget (karena panitia juga punya kesibukan masing-masing), tapi semuanya berjalan lancar seperti yang diharapkan. Bahkan khusus untuk poin antusiasme peserta, benar-benar melebihi ekspektasi.
Jadi, sebagai wujud ungkapan syukur, sekaligus menjamu Mbak Rien yang merupakan narsum spesial karena jauh-jauh datang dari Jakarta, selepas acara di Kampus SITISPOL rombongan panitia ditambah narsum bergerak ke mall terdekat. Apalagi kalau bukan buat makan-makan.
Yah..., namanya juga di Palembang, menu makanan yang dipesan nggak akan jauh-jauh dari pempek, tekwan, model, pindang, dan es kacang merah. Apa sih yang lebih nikmat dibanding makan bersama setelah berjerih lelah seharian bersama teman-teman? Hmm, sedikit kurang lengkap sih karena Ubek dan Mamang kami tercinta, Dok Posma dan Mang Dues (plus Beb Dirga) nggak bisa bergabung karena ada kesibukan lain.
Ga papa deh, yang penting perut kenyang, dan hati pun senang :D
***
Ini sudah masuk tahun kedua sejak Kompal berdiri. Bisa dibilang, ini adalah komunitas paling waras yang saya ikuti di Palembang (walaupun orang-orangnya juga nggak waras-waras banget sih kalau ketemu :p). Nggak cuma sekadar ngumpul haha hihi nggak jelas, tapi banyak ilmu dan pelajaran yang didapat selama bareng mereka.
Lebih dari itu, saya nggak merasa Kompal ini komunitas, melainkan keluarga. Dimana saya selalu disambut hangat di dalamnya dan diperlakukan seperti anak-ponakan-saudara oleh anggota-anggotanya. Nggak pernah ada yang dikucilkan meski yang satu hobinya travelling dan yang lain nulisnya puisi.
Kompal.
Dengan segala agenda dan ceritanya. Bersama lebih dan kurangnya. Inilah kami adanya.
Sampai jumpa di event selanjutnya :D :D
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H