Mohon tunggu...
Arako
Arako Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Best in citizen journalism K-Award 2019 • Pekerja Teks Komersial • Pawang kucing profesional di kucingdomestik.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

[My Diary] Catatan Harian Cucu Durhaka

13 April 2016   19:36 Diperbarui: 13 April 2016   19:50 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Catatan Harian Cucu Durhaka

 

[caption caption="Peti"][/caption]

Senin, 8 Februari '16

Dear Diary...

Kuberi tahu kau satu rahasia. -Meski tentu saja bukan lagi rahasia lagi namanya begitu kuceritakan padamu-. Hari ini dua puluh lima tahun usiaku. Persis seperempat abad. Dan kuhabiskan lebih dari setengahnya untuk membenci seseorang. Seseorang yang tidak lain dan tidak bukan adalah ibu kandung mamaku. Iya, nenekku sendiri.

Hey! Jangan buru-buru menuduhku cucu durhaka begitu. Kau kan tidak pernah bertemu langsung dengannya. Si Mbah Bawang Merah, aku diam-diam menjulukinya (awas! Jangan sampai kauberi tahu siapapun soal ini), karena perangainya benar-benar bertolak belakang dengan Mbah Bawang Putih, nenekku dari pihak ayah yang kalem dan pendiam. Mbah Bawang Merah ini, walau tubuhnya kurus pendek, ia dianugerahi Tuhan dengan talenta kecerewetakecerewetan luar biasa. Dia tidak akan pernah kehabisan kosakata untuk "ngerasani" tetangga atau sekadar mencela rasa masakan anak cucunya. Ada saja yang dikeluhkan atau dicacinya. Membuat lelah telinga siapa saja yang mendengar.

Oh iya, kata-kata mutiara Si Mbah itu juga berlaku untuk semua binatang peliharaan di rumah. Puluhan ayam akan menerima sumpah serapah berbonus sabetan sapu lidi jika jam setengah 5 sore belum masuk kandang atau nangkring di pelepah batang sawit. Aku bahkan tak tahu apa yang kerap dilakukan Mbah pada delapan kucing dan lima anjingku. Karena mereka semua akan lari bersembunyi jika melihat sosok Mbah di kejauhan.

Tapi sejujurnya, bukan perangai buruknya yang menorehkan luka di hatiku. Melainkan sikapnya yang pilih kasih dan sangat tidak adil hingga menumbuhkan bibit dengki dan menyuburkan akar pahit. Jadi Si Mbah ini hanya punya empat orang cucu. Hanya cucu pertama yang laki-laki, tiga sisanya (termasuk diriku) adalah perempuan. Bisa ditebak, cucu lelaki yang kakak kandungku sendiri itu yang menjadi kesayangannya. Oh, jangan berani-berani menyentuh atau melukai Sang Cucu kesayangan meski hanya secubit kuku jika tak mau menyesal seumur hidup.

Di mata Mbah, benar-benar tidak ada hal lain yang lebih berharga selain Putu Lanang (Cucu Lelaki) kesayangan. Cucu perempuan sepertiku, sekalipun yang paling banyak mengorbankan waktu untuknya, mencucikan pakaiannya, menyeduhkan kopinya setiap hari, memasak makanan khusus untuknya...sama sekali tak dia pedulikan. Hanya satu nama yang akan dilafalkannya setiap hari. Dan itu jelas, bukan Arako.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun