*
Kamis, 31 Maret '16
Dear Diary,
Kupikir keadaan Mbah akan membaik tadi malam setelah dia meminta ampun pada Tuhan. Ternyata tidak. Tadi malam malah seperti malam terburuknya. Mbah merintih dan mengaduh... Ditambah mengeluarkan kotoran tubuh dalam jumlah tak biasa yang sangat menjijikkan dan membuat mual. Seluruh isi tubuhnya seperti dikuras saja. Mengerikan.
Tapi tak kudengar lagi sumpah serapah dari mulutnya. Hanya ucapan lemah menyebut Tuhan. Hanya Tuhan saja yang diserukannya. Sungguh kepasrahan yang total.
Pagi hari tadi, Mbah tak bergerak. Nafasnya pelan, satu-satu. Entah memang sudah tenang, atau hanya sekadar lelah. Mbah sudah tidak bisa bicara lagi. Mbah mengompol, tapi anehnya sama sekali tak berbau. Sungguh berbeda dengan apa yang dikeluarkannya tadi malam.
Siangnya, tetangga yang seorang tukang datang ke rumah. Papa meminta tolong dibuatkan sebuah peti mati. Aku diam saja. Firasatkah?
Petangnya, mama dan papa keluar membeli beberapa kebutuhan. Hanya aku dan Si Mbah di rumah. Si Mbah masih tak bergerak...
Lalu, mendadak saja. Gelenyar dingin tak wajar menghinggapi tubuhku. Nyanyian burung aneh itu semakin jelas saja.Isyarat alamkah ini? Pertanda kematian yang semakin dekat.
 Dan tanpa sengaja tertatap olehku sebuah buku lagu dari gereja di atas rak. Aku meraihnya... Membuka-buka lembarannya...lalu menyanyikannya. Spontan begitu saja tanpa berpikir apa-apa. Ah, lagu rohani kadang liriknya benar-benar menguatkan. Kukeraskan volume suaraku, berharap Si Mbah di kamar sebelah bisa mendengarnya.
Satu lagu selesai, kulanjutkan lagu lain di lembar berikutnya, berikutnya lagi...,