Mohon tunggu...
Arako
Arako Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Best in citizen journalism K-Award 2019 • Pekerja Teks Komersial • Pawang kucing profesional di kucingdomestik.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

[My Diary] Catatan Harian Cucu Durhaka

13 April 2016   19:36 Diperbarui: 13 April 2016   19:50 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dear Diary...

Aku lelah. Sudah tiga malam tidurku tak nyenyak. Apalagi kalau bukan karena Si Mbah. Setiap malam dia terlihat begitu tersiksa. Terutama dalam setiap tarikan nafasnya yang terlihat sangat berat, juga batuknya yang tak kunjung reda. Pasti dada dan perutnya kaku dan sakit.

Aku heran. Dalam keadaan seperti itu, Si Mbah masih tak henti bersumpah-serapah meski hanya dalam igau. Tapi kalau dipikir-pikir, Mbah memang bukan orang yang religius. Jadi tak heran kelakuannya seperti itu. Bukannya orang religius itu akan terlihat dari sikap dan perilakunya sehari-hari? Mbah mengaku Kristen, tapi jarang sekali aku melihatnya berdoa. Mbah ke Gereja, tapi sepulangnya sudah "ngerasani" orang lagi.

Kautahu, Ry? Aku benar-benar ketakutan tadi malam. Bukan karena mendengar nyanyian burung aneh yang hinggap di bubungan rumah itu. Tapi karena mendengar Mbah, yang dalam ketakberdayaannya menahan sakit...antara sadar dan tidak... malah mengucapkan sesuatu dalam kepercayaan lamanya yang belum mengenal Tuhan. Aku ketakutan, bagaimana nasib Si Mbah nanti setelah meninggal kalau dia tak mengandalkan Tuhan?

Si Mbah orang yang keras kepala (sama denganku sih). Dia tak akan mau mendengar omongan orang lain. Tidak pernah mau dikritik atau diberi saran. Tapi sudah tak banyak lagi waktu tersisa. Aku harus melakukan sesuatu jika tak ingin menyesal. Sebenci-bencinya aku pada Si Mbah, aku tak mau kalau Mbah berakhir di neraka.

Maka pagi tadi, secara khusus aku meminta mama yang selama ini paling banyak mendampingi Mbah, untuk membimbing Mbah agar kembali mengingat Tuhan. Kusemangati mama, agar tak menyerah. Agar bersabar menghadapi respon apapun yang diterimanya. Kami berdoa bersama, agar Mbah tak mengeraskan hati.

Sorenya, dari kamarku, aku bisa mendengar penggalan pembicaraan dari kamar sebelah antara mama dan Si Mbah.

"...Iya, Mak...sakit. Tapi aku nggak bisa nolong. Cuma Tuhan yang bisa..." kata Mama pelan.

"Sudah mau dijemput aku ini..." Mbah tersengal.

"Iya, dijemput. Tapi dijemput sama siapa kalau nggak percaya Tuhan, Mak? Berdoa, Mak...minta Malaikat Tuhan yang 'njemput. Ya, Mak? Berdoa ya?" Mamaku berbicara seperti membujuk seorang anak kecil.

Si Mbah diam saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun