Mohon tunggu...
Arako
Arako Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Best in citizen journalism K-Award 2019 • Pekerja Teks Komersial • Pawang kucing profesional di kucingdomestik.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

[My Diary] Catatan Harian Cucu Durhaka

13 April 2016   19:36 Diperbarui: 13 April 2016   19:50 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nb.

Hari ini Imlek. Aku tidak kemana-mana. Hujan deras seharian. (Si Mbah hujan-hujanan. Ngeyel, meski sudah dilarang Mama).

*

Minggu 21 Februari '16

Dear diary...

Sebenarnya aku sangat kagum dengan daya ingat Si Mbah. Di usianya yang 85 tahun lebih itu, dia sama sekali belum pikun. Daya ingatnya luar biasa. Dia masih fasih mengucapkan kalimat-kalimat seperti "Ohayo gozaimasu", "Kore wa nan desuka", atau "sayonara", yang akrab di telinganya saat zaman Jepang berkuasa. Saat itu Mbah sudah duduk di kelas 3 Sekolah Rakyat. Pun Si Mbah masih lancar berkisah tentang pakaian karung goni, atau tetangganya yang jadi korban pemenggalan tentara karena dituduh PKI.

Sayangnya, kapasitas memori yang luar biasa untuk orang seusianya itu malah lebih sering dipakai untuk mengingat-ingat kenangan pahit yang bikin sakit hati. Utang orang yang tidak dibayar, misalnya. Padahal anak cucunya sudah berusaha kasih tahu, yang begitu cuma akan bikin sakit. Ya badan, ya pikiran. Ikhlaskan saja, sudah tua juga. Sudah tidak pantas memikirkan perkara seperti itu.

Seperti hari ini. Si Mbah minta ditelponkan Bibi Lis (adik mama yang di Bengkulu). Minta dikembalikan uang pembuatan peti mati yang tiga tahun lalu Mbah pesan. Mamaku bilang nggak usah dipikirin, memangnya kalau Mbah meninggal di Palembang sini nggak dibuatkan peti?

"Ya tapi kan lain," kata Mbah dengan nada bersiap merutuk. "Uang yang sama Lis itu uangku sendiri. Uang simpananku hasil kerja. Nggak minta sama anak-anakku. Benar-benar khusus disiapkan untuk peti kalau nanti aku mati!"

Tak ingin pecah perang mulut, mama mengakhirinya dengan, "Sudah dipesankan sama orang Gereja sini. Sebentar lagi selesai. Nggak usah mikir macem-macem lagi, Mak...."

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun