Ceritanya lagi mengenang jejak masa lalu yang (sepertinya) sudah punah. Foto-foto berikut saya dapatkan semuanya dari Mbah google. Tanpa mereka, masa kecil saya tidak akan berarti apa-apa...... adakah kompasianer yang kenal dan masih memiliki mereka? [caption id="attachment_203629" align="aligncenter" width="539" caption="Biskuit "Telek Manuk""][/caption] Well, saya nggak tahu nama aslinya. Sebenarnya sih rasanya biasa saja, tapi gula-gula warna-warni diatasnya itu benar-benar godaan iman. Kenakalan saya masa kecil ditunjukkan dengan hanya memakan bagian atasnya, sementara biskuit di bawahnya saya kembalikan lagi ke dalam toples:p [caption id="attachment_203633" align="aligncenter" width="500" caption="Ciplukan/Ceplukan"]
[/caption] Kata om wikipedia nama latinnya
Physallis angulata Linn. atau Physallis minima Linn. Rasanya manis-manis asem gimanaaaa gitu. Pohonnya pendek, biasanya tumbuh liar dilereng-lereng tepi sungai, pinggir selokan dan kebun / tanah-tanah kosong yang tidak terlalu becek. Ini favorit saya kalau ikut papa ke kebun. Kenakalan saya biasanya terekam dengan udah dibukanya kelopak yang menutupi
buah, padahal udah tahu belum mateng:p [caption id="attachment_203639" align="aligncenter" width="640" caption=""Ceplukan Rambut""]
[/caption] Lagi-lagi saya nggak tahu nama aslinya. Foto ini dikirim oleh seorang teman SD, dengan kalimat penjelasan "Buahnya kaya markisa. Tapi kecil-kecil. Ada bulunya". Saya benar-benar kesulitan mencari padanan buah ini dalam bahasa Indonesia atau bahasa daerah yang lain. Â Berbeda dengan
ceplukan yang dominan asam, ceplukan rambut versi saya ini rasanya benar-benar manis. Tidak perlu jahil membuka bungkusnya, karena jika masak akan terlihat jelas dari warnanya yang kuning terang (asal tidak keduluan burung saja:). Kenakalan saya lebih ke lokasi tumbuhnya tanaman ini. Waktu saya kecil, buah ini paling banyak tumbuh di tebing dan merambat ke bukit di areal pemakaman. Jika anak-anak lain cenderung menghindari kuburan, saya hobi sekali mendatangi kuburan hanya untuk mencari buah ini. Kadang diselingi dengan memathkan dahan-dahan kamboja. (aduh! ampun,mbaaahh!") *Dan liur sayapun menetes ke keyboard
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Foodie Selengkapnya