Sebagai negara dengan penduduk beragama Islam terbesar di dunia, menemukan masjid di Indonesia jelas bukan hal yang sulit. Apalagi di pulau Jawa yang merupakan pusat konsentrasi masa, masjid seolah menjadi bangunan wajib yang dapat dijumpai dalam jarak yang cukup dekat.
Hanya saja jika ditanya, mana masjid yang paling kusukai?
Rasa-rasanya aku tak akan kesulitan dengan menjawab secara mantap yakni Masjid Istiqlal.
Masjid nasional yang berada di ibukota Jakarta ini memang sudah sangat lama begitu kusukai. Bahkan sedari aku kecil dulu, aku sering melihat kemegahan Istiqlal langsung dari dalam lewat acara live sholat Idulfitri atau Iduladha. Beberapa kali aku berkunjung ke Jakarta entah untuk hiburan atau bekerja, belum sekalipun aku memasuki pelataran masjid yang konon menjadi bangunan ibadah Muslim terbesar di Asia Tenggara itu.
Hingga akhirnya pada September 2022 kemarin, aku berkesempatan untuk mengunjungi Istiqlal pada kali pertama bersama temanku. Itupun jadwal ini begitu kupaksakan karena pada malam harinya kami akan melakukan penerbangan pulang ke Surabaya.
Berangkat dari kawasan Tebet dan singgah di Monas, kami memilih naik TransJakarta listrik sebelum akhirnya berhenti tepat di salah satu pintu Istiqlal. Usai menyantap nasi goreng di para penjual makanan di luar pintu Istiqlal, akupun masuk ke masjid itu. Kebetulan juga kunjunganku adalah hari Jumat, jadi aku menunggu sambil makan hingga para jamaah membaur keluar dari Istiqlal.
Ketika langkahku berjalan semakin mendekati masjid itu, apa yang kulihat untuk kali pertama adalah tempat ibadah yang sangat besar. Hampir setiap sudut Istiqlal dipenuhi oleh geometrik unik yang jika diterjemahkan merupakan penjelasan dari kosmologi Islam itu sendiri. Sebuah hal yang sangat istimewa mengingat Istiqlal diciptakan oleh seorang Batak Protestan bernama Frederich Silaban.
Matematika Islam dalam Masjid Istiqlal
Ada satu tulisan Nasaruddin Umar selaku Imam Besar Masjid Istiqlal, mengenai angka-angka yang secara jenius melambangkan semesta Islam. Aku tak tahu apa yang dipikirkan Frederich kala itu, hanya saja bagitku, angka-angka dan matematika bisa menjadi alternatif lain dalam menyibak rahasia alam dan keberadaan Sang Maha Satu.
"Mohon maaf, kakak agama apa ya? Karena kalau masuk Istiqlal harus berkerudung dan berpakaian sopan tertutup untuk perempuan,"
Langkahku terhenti, pupus sudah keinginan untuk memasuki Istiqlal dan mengabadikan berbagai sudut masjid terutama dari bagian dalam. Alhasil karena terlanjur masuk di Istiqlal, aku tak ingin meninggalkannya begitu saja. Aku memilih berjalan dan mengelilingi masjid istimewa ini. Memuja sentuhan geometrik dari fasadnya yang ternyata punya makna mendalam bagi Islam.