Tak ada yang bisa menyalahan Jaka Tarub, ketika dirinya mengambil selendang salah satu bidadari yang sedang mandi di danau Desa Widodaren, Gerih, di Ngawi sana. Pesona perempuan-perempuan surgawi ini memang di luar akal manusia, yang membuat cahaya seolah terpancar dari wajah-wajah cantik mereka. Dan romansa makhluk fana dengan penghuni Nirwana itu bukan cuma dikuasai Jaka Tarub seorang.
Melompat jauh ke ujung utara pulau Sulawesi, legenda Tumetenden seolah memperkuat kisah moyang kita bahwa bidadari pernah turun ke Bumi. Diceritakan secara turun-temurun oleh suku Tonsea, salah satu sub-etnis Minahasa, Tumetenden adalah sebuah kisah romantis yang dialami pria petani bernama Mamanua.
Seperti Tarub yang terpanah asmara dengan seorang bidadari, Mamanua juga tak berkutik sehingga sekonyong-konyong mempersunting satu dari sembilan bidadari yang tengah turun dan mandi di sebuah telaga, di kawasan Semenanjung Minahasa itu. Bidadari dengan kecantikan menembus nalar yang memikat Mamanua itu bernama Lumalundung.
Singkat cerita, Mamanua mengajak Lumalundung untuk tinggal di kaki Gunung Tamporok (saat ini dikenal sebagai Gunung Klabat) sampai akhirnya pasangan suami istri ini dikaruniai anak bernama Walangsendau. Namun kebahagiaan mereka berakhir saat Mamanua melakukan kesalahan, sehingga Lumalundung harus kembali ke Kahyangan.
Sebelum pergi, Lumalundung berpesan jika kelak sang buah hati menangis, Mamanua harus mengajaknya berlari mengikuti arah matahari. Mamanua pun mengikuti anjuran sang bidadari dan terus berlari melintasi hutan, membelah gunung, menyeberangi sungai, hingga berakhir di pantai dengan hamparan pasir putih dan samudera biru luar biasa jernih bersama Walangsendau.
Dari kedalaman lautan, seekor ikan bernama Pongkor menghampiri Mamanua dan putri tercintanya, mengajak mereka untuk bertemu dengan Lumalundung. Konon pantai yang dianggap sebagai gerbang Indraloka tempat Lumalundung berada itu, berada di wilayah yang kini dikenal sebagai Likupang.
Menelusuri Nirwana Tak Berujung di Likupang
Terbentang seluas 290,84 kilometer persegi, Likupang Timur adalah kecamatan terluas yang  ada di Kabupaten Minahasa Utara. Mengambil porsi sekitar 27,46 persen dari total Minahasa Utara, Likupang Timur adalah bagian dari Likupang Raya yang meliputi Likupang Barat dan Likupang Selatan. Namun yang menarik, pulau Bangka yang masih wilayah Likupang Timur terpisah dari Pulau Sulawesi dan berbatasan langsung dengan Laut Maluku.
Memiliki ciri area pesisir Sulawesi, Likupang jelas dikaruniai kenampakan alam khas pantai-pantai di bagian utara Celebes yakni hamparan pasir-pasir putih yang begitu lembut, bertahtakan samudera biru nan jernih. Namun jika disuruh memilih, maka titik episentrum yang menjadi jantung dari KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) Likupang diletakkan kepada Pantai Pulisan dan Pantai Paal.
Disebut sebagai the hidden paradise, Pantai Pulisan menawarkan utopia samudera yang begitu eksotis lengkap dengan perbukitan savana berwarna hijau, sehingga memberikan kesan rindang. Disempurnakan dengan bebatual coral dasar laut aneka warna, Pulisan menyimpan biota laut menawan seperti ubur-ubur, bintang laut hingga nemo. Ada sebuah gua laut di Pulisan yang tentunya menjadi destinasi fotografi yang begitu istimewa.