Jeda, berhenti sejenak dari aktifitas yang tengah dikerjakan. Tujuan jeda salah satunya agar bisa memulihkan energi untuk meneruskan kegiatan kembali.Â
Jeda dapat diterjemahkan ke banyak konteks. Dalam hal penderitaan, jeda dapat dimaknai terhentinya sementara hal yang bersifat menyakitkan, sehingga ada kesempatan memulihkan derita.Â
Dalam dunia konflik, kerap diistilahkan gencatan senjata. Yaitu kesepakatan antara dua pihak yang bertikai untuk berhenti berperang atau berkonflik.Â
Bila kedua kubu yang berkonflik kekuatannya seimbang, maka masa gencatan senjata bisa jadi dipakai untuk menyuntikkan energi seimbang juga. Tapi bagaimana bila sebaliknya?Â
Sebagai contoh apa yang terjadi di pembelaan atas Masjid Al-Aqsa Palestina. Atau konflik Zionis versus penduduk Gaza Palestina. Apakah disana nampak kekuatan seimbang?Â
Pada kedua kondisi tersebut kekuatan besi dan bahan kimia canggih berhadapan dengan batu dan badan secara langsung. Bila kemudian dikatakan gencatan senjata, kemungkinan persenjataan mana yang akan dipulihkan?Â
Itulah salah satu alasan, mengapa derita rakyat Palestina mempertahankan negerinya seakan tak berkesudahan. Kondisi tak berimbang akan pecah lagi ketika ketegangan kembali terjadi.Â
Cerita bisa jadi akan beda alur bila Palestina didukung kekuatan selevel militer juga. Aple to aple. Sehingga jeda konflik bisa sepadan memulihkan keadaan. Lantas siapakah yang akan menolong Palestina selevel militer?Â
Mengapa perlu dukungan selevel itu? Sebab selama ini, Zionis sudah jamak tak mengindahkan kecaman. Padahal dalam setiap aksi mereka ke Gaza, kecaman datang dari berbagai penjuru.Â
Maka, kebutuhan persatuan kekuatan untuk Palestina itu nyata adanya. Sesama muslim bersaudara, bersatu dalam satu komando pimpinan untuk selamatkan Al-Aqsa dan bebaskan Palestina, menghentikan beban derita warganya.Â