Pada tanggal 28 September 2017 yang lalu di Grand Edge Hotel, Kota Semarang, diselenggarakan pertemuan yang menghadirkan pihak-pihak terkait pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Garang. Acara tersebut masih merupakan bagian dari program TRANSFORM yang dilaksanakan oleh Mercy Corps Indonesia di Kota dan Kabupaten Semarang. Tujuan dari pertemuan ini adalah sebagai langkah awal untuk mengawali terbentuknya sebuah wadah komunikasi dan koordinasi pengelolaan DAS Garang. Peserta berasal dari berbagai dinas pemerintah, relawan, dan LSM lokal.
Acara dibagi dalam tiga sesi. Sesi pertama adalah pemaparan dari Maryati, seorang praktisi hidrologi yang mewakili Balai Pengelola Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BPDAS-HL), serta Prof. Dewi Liesnoor, akademisi Universitas Negeri Semarang yang telah banyak melakukan penelitian mengenai DAS Garang. Dalam pemaparannya, Maryati mengungkapkan besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk pengelolaan DAS, untuk itu alangkah baiknya bila DAS bisa dikelola bersama. Sedangkan Prof. Dewi Liesnoor menekankan pada pentingnya pendidikan mengenai sungai, agar masyarakat bisa memahami bagaimana menjaga kelestariannya.
Sesi kedua merupakan pemaparan dari perwakilan desa/kelurahan yang diwakili oleh Rochman dari Desa Gebugan, Madhib dari Desa Gogik, keduanya dari Kabupaten Semarang, serta Kuspradiyanto yang mewakili Paguyuban Pengendali dan Penanggulangan Air Pasang Panggung Lor (P5L), Kota Semarang. Dalam sesi kedua tersebut, peserta mendapat cerita kondisi alam, bencana, serta strategi masyarakat untuk menghadapinya. Salah satu keprihatinan besar muncul dari Desa Gebugan, yang mengalami degradasi lingkungan. Sebesar 10 hektar lahan saat ini gundul total dan akan ditanami dengan tanaman produktif yang kurang bisa menyerap air. Hal tersebut tentu saja meningkatkan risiko banjir. Begitu pula dengan Desa Gogik yang masih mengalami banjir pada Januari 2017 ini.
Mendengar cerita dari kedua desa, Budi Santosa dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Semarang mengungkapkan keprihatinannya. "Saya minta maaf apabila pengawasan kami terhadap kondisi desa belum maksimal", ujarnya. Ia lalu menyatakan pentingnya pendidikan advokasi bagi warga agar suara mereka bisa lebih didengar. Sementara itu, Fadjar dari Badan Pencegahan dan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Tengah berkata bahwa ia sangat menghargai perjuangan warga di Panggung Lor. "Sebaiknya segera diproses menjadi kelurahan tangguh bencana, Pak", sarannya.
Adanya kondisi yang membuat para pihak bisa saling berbagi pengalaman, pengetahuan, permasalahan, masukan, dan saran seperti yang terjadi dalam pertemuan tersebutlah yang merupakan tujuan dari wadah komunikasi dan koordinasi DAS Garang. Banyaknya isu baru yang tergali menunjukkan bahwa memang harus ada sebuah mekanisme pengelolaan DAS terpadu yang dikelola bersama oleh berbagai elemen masyarakat.
Salah satu peserta yaitu Khairi dari Yayasan Bintari berharap agar forum baru yang nanti akan dibentuk bisa berkelanjutan dan memiliki fungsi yang jelas. "Jangan hanya dibentuk lalu tidak ada kegiatannya, karena banyak sekali hal serupa terjadi. Ada forum baru dibentuk, kemudian tidak aktif lagi," pesannya. Tentu saja hal tersebut menjadi tugas dan perhatian kita bersama agar baik forum, wilayah DAS, maupun lingkungan hidup bisa tetap lestari dan berkelanjutan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H