Mohon tunggu...
Arafat Manalu
Arafat Manalu Mohon Tunggu... Lainnya - Sedang menempuh pendidikan S1

Saya seorang pengoleksi buku, baik yang sudah saya baca maupun yang akan saya baca.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sepasang Teratai Muda, Arafat Manalu

26 September 2023   08:12 Diperbarui: 26 September 2023   08:20 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Indonesia adalah negara sedang berkembang, masih banyak terdapat kekayaan alam yang belum dapat diungkap keberadaannya. Juga kota-kota besar yang katanya di sana berkumpul semua orang-orang berjas dan berdasari, juga bertabur berbagai fasilitas mewah kehidupan, seperti mall, hotel, perumahan, restorean, taman hiburan, diskotek, dan masih banyak yang lain.

Jakarta adalah ibu kota dari Indonesia sendiri. Katanya, kota pusat pemerintahan, politik, korupsi, dan kemewahan ada di dalamnya, termasuk juga kriminalitas dan terutama kemiskinan pastinya.

Di tengah-tengah kota Metropolitan yang sangat sibuk dan dibangga-banggakan itu, ternyata masih ada tinggal jutaan orang miskin bahkan di bawah kategori miskin. Di sana hiduplah sepasang bersaudara Ayu, yang masih berumur 10 tahun dan adiknya Neil, yang berumur 7 tahun.

Mereka berdua ditinggal mati kedua orangtuanya saat Ayu masih berumur 8 tahun. Yang mereka tahu orang tua mereka meninggal karena sakit keras. Kini, mereka tinggal di tepi jalanan. Gubuk kecil peninggalan orang tua yang ada di kampung kumuh mereka, tempo hari sudah diratakan oleh orang-orang berjas dan berdasi yang tidak bertanggung jawab. Mereka dengar dari orang-orang sekitar, katanya itu akan dijadikan perluasan untuk pembangunan sebuah pusat perbelanjaan. Lagi-lagi generasi bangsa seperti mereka harus disingkirkan oleh orang-orang berjas yang begitu tergiur dengan lembaran rupiah.

Tapi hal itu tidak membuat Ayu dan Neil cengeng. Mereka harus berusaha dan bekerja keras untuk mengisi sejengkal perut lapar mereka. Dari pagi hingga sore mereka harus menapaki kota metropolitan itu untuk mencari botol-botol minuman bekas dan dijual pada bandar pemulung. Sehari mungkin mereka hanya mendapatkan uang sebesar sepuluh hingga lima belas ribu rupiah untuk 1 kilogram botol minuman yang sudah sangat payah mereka kumpulkan. Tapi mereka tidak pernah bersungut-sungut. Uang yang mereka dapat mereka belikan untuk satu bungkus nasi dan satu plastik kecil air minum, mereka bagi berdua. Ketika malam tiba, mereka hanya tidur di pinggir jalan beralaskan aspal. Tubuh mereka hanya dibalut sepasang baju kumel. Dinginya malam yang menusuk dan mencabik tiap lapisan kulit mereka, tidak lagii mereka hiraukan. Mereka hanya saling berpelukan satu sama lain ketika angin malam sudah semakin menusuk ke lapisan kulit terdalam mereka.

Suatu sore di tengah kerlil lampu jalanan dan mobil mewah lalu lalang, Ayu dan Neil duduk di pinggiran jalan untuk memakan satu bungkus nasi yang mereka beli dari hasil memulung sejak pagi hari.

“Kakak! Ayo cepat dibuka! Aku sudah lapar!”

“Iya, iya. Ini juga lagi dibuka,” kata Ayu sambil ligat membuka karet yang mengikat nasi bungkus itu.

Setelah bungkusan nasi terbuka, Ayu meletakkanya di antara mereka berdua lalu berdia mengucapkan syukur atas apa yang mereka dapatkan hari itu. Setelah selesai berdia. Segera mereka mencui sedikit tangan kanan mereka dan mulai menyuapi nasi ke mulut mereka. Tapi, tiba-tiba datang seorang nenek tua dan bungkun menghampiri mereka.

“Nak?” kata nenek itu dengan suara yang gemetar. Segera Ayu dan Neil menghentukan rayap tangan mereka pada nasi bungkus itu.

“Ada apa, Nek?” tanya Ayu pada nenek itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun