[caption id="attachment_82696" align="alignnone" width="448" caption="pesona tanjung layar sawarna"][/caption] Bagi saya, mendeskripsikan keindahan Pantai Sawarna seperti mengikuti peribahasa ‘gajah di pelupuk mata tidak terlihat, tapi semut di sebrang lautan kelihatan”. Saya mengenal Pantai Sawarna sejak di bangku SD. Adalah faktor kedekatan Pantai Sawarna dengan tempat tinggal saya, Bayah, yang menjadi penyebabnya. Dekatnya bisa diukur dari sekitar setengah jam perjalanan darat untuk menjumpai Sawarna dari tempat tinggal saya.
Faktor kedekatan itu pula yang sering membuat saya bertandang ke Sawarna. Baik untuk sekedar berkunjung ke sanak keluarga yang tinggal di Sawarna maupun menciumi aroma Pantai Sawarna. Toh, dari sekian banyak kunjungan itu, ada beberapa kunjungan yang cukup bernas dalam benak saya. Ketika camping pramuka dan ketika bersama sahabat-sahabat terbaik menghabiskan dua hari menyusuri keelokan Pantai Sawarna. Ke duanya terjadi di bangku SMP.
Saat itu, saya berpikir keindahan Pantai Sawarna dengan pasir putih dan pesona Tanjung Layarnya, mungkin hanya menjadi persepsi kami saja yang di tinggal di Bayah dan Sawarna. Dalam persepsi saya, rasanya masih banyak pantai indah di daerah lain. Toh, persepsi mengalami perubahan ketika teman-teman di Asrama IPB Sukasari mengajukan ide berwisata ke Pantai Sawarna. Ekspresi mereka ketika melihat bentangan pasir putih, deru ombak yang menantang, dan karang Tanjung Layar yang menyapa dari kejauhan ketika dilihat dari Tanjakan Cariang; cukup sebagai sinyal bahwa Pantai Sawarna juga memiliki daya tarik bagi orang di luar Bayah dan Sawarna.
Perubahan drastis saya terhadap Pantai Sawarna terjadi ketika Majalah National Geographic Traveller menyediakan dua halamannya untuk bertutur tentang ranumnya alam Pantai Sawarna. Dalam lensa fotografer majalah tersebut, seluk beluk Pantai Sawarna telah menjelma bak rayuan seorang gadis yang mengajak siapa pun untuk datang berkunjung ke Pantai Sawarna. Seorang sahabat di Bogor yang memiliki majalah tersebut dengan antusias mengiyakan ajakan saya untuk menjemput kesyahduan alam Pantai Sawarna. Jadilah saya pulang kampung dengan membawa dua rombongan keluarga sekaligus.
Perjalanan dari Bogor diawali dengan menempuh perjalanan darat menuju Pelabuhan Ratu. Meskipun berada di wilayah Provinsi Banten, menjangkau Pantai Sawarna dari Bogor melalui Pelabuhan Ratu jauh lebih dekat dibandingkan melalui jalur Jasinga ke Rangkasbitung. Butuh tiga jam untuk mencapai Pelabuhan Ratu. Setelah ini, perjalanan berlanjut menuju Pantai Sawarna. Jalur yang berkelok-kelok dengan tikungan tajam perlu menjadi perhatian setiap pengendara.
Tetapi, lupakan sejenak jalan-jalan yang penuh tikungan itu karena begitu keluar dari Pelabuhan Ratu, pemandangan pantai nan indah siap menemani kita sepanjang jalan. Jika tidak terburu-buru, maka sempatkanlah turun di tanjakan sebelum statiun pengendali satelit BPPT. Pada titik ini, kita akan melihat dengan jelas keindahan Pantai Pelabuhan Ratu dari sudut terbaik. Perjalanan Pelabuhan Ratu-Sawarna bisa ditempuh dalam waktu sekitar 2 jam.
Lama perjalanan hampir lima jam rasanya akan sirna begitu kita menginjakkan kaki di puncak Tanjakan Cariang. Ini adalah spot terbaik untuk menikmati bentangan pasir putih, deburan ombak, dan kokohnya Tanjung Layar dari kejauhan. Mengambil beberapa foto di titik ini sungguh menimbulkan kesan mendalam terhadap Sawarna. Sebelum beranjak lebih dekat ke Pantai Sawarna, ada baiknya segera mencari home stay yang lokasinya saling berdekatan di jalan kecil menuju Tanjung Layar.
Harganya sungguh bersahabat. Info yang saya terima dari seorang teman harga untuk satu orangnya berkisar antara Rp80.000 sampai Rp100.000. Ini pun sudah termasuk makan tiga kali. Tetapi, jangan dulu dibayangkan kamar home stay akan serupa dengan tempat sejenis di Pantai Kuta, Bali, misalnya. Karena rata-rata kamar home stay di Pantai Sawarna masih sederhana. Begitu pun dengan menu makanan yang juga sederhana, tetapi tetap mengundang selera.
Namun, rasanya aneka kesederhanaan tidak akan mengurangi hasrat siapa pun untuk segera bercengkrama dengan Pantai Sawarna. Jika anda penyuka olahraga selancar, maka nikmatilah gulungan ombak Pantai Sawarna sejak pagi. Biasanya, turis-turis asing tampak berlomba sejak pagi untuk bergumul dengan ombak Pantai Sawarna. Pasir putihnya bisa juga menjadi pilihan untuk memanjakan diri di bawah sengatan sinar matahari. Nilai plusnya; Pantai Sawarna relative bersih dari sampah.
Satu bagian lain yang tidak boleh terlupakan ketika datang ke Pantai Sawarna adalah Tanjung Layar. Tanjung Layar adalah sebutan untuk karang dengan bentuk menyerupai layar yang terbantang di salah sudut Pantai Sawarna. Keindahannya tampak lebih menonjol jika kita datang ke tempat ini pada saat air laut surut. Karena kita akan berkesempatan melihat bentangan karang seluas lapangan bola yang mengitari Tanjung Layar. Uniknya, bentangan karang itu seperti terlindung dari ‘pagar’ karang setinggi manusia dewasa. ‘Pagar’ karang inilah yang melindungi kita dari ombak Pantai Sawarna yang sungguh menggetarkan ketika beradu dengan kokohnya karang.
Maka, singgahlah ke Pantai Sawarna. Nikmati tiupan anginnya yang sanggup membuat anda berkhayal tentang nirwana. Ombaknya yang membuat anda merasa perlu untuk mencebur diri ke dalamnya. Pasir putihnya yang membuat anda tak lagi peduli tentang kotor tidaknya pakain. Tentu saja, lambaian hangat Tanjung Layar yang seolah ingin mendekap anda penuh kehangatan. ARW
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H