Mohon tunggu...
ara wiraswara
ara wiraswara Mohon Tunggu... -

lahir dan besar di bayah...SMA, kuliah, dan kerja di Bogor..saya cinta menulis...

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

DMC: Terasa Benar Rasa Sinetronnya

25 Desember 2010   08:54 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:24 425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beginilah kira-kira Habiburahman El-Shirazy (Kang Abik-red) memposisikan setiap tokoh utama dalam karyanya. Seorang pemuda yang nyaris sempurna. Fisiknya di atas rata-rata kebanyakan pria Indonesia. Sang tokoh utama pun punya pemahaman agama yang sungguh baik. Hal itu misalnya digambarkan dengan kemampuan sang tokoh untuk menyampaikan pesan-pesan agama baik di forum terbuka maupun kepada orang-orang di sekitarnya.

Tak ayal, ditengah segala ‘kesempurnaan’ itu (kecuali belum mapan secara ekonomi-red), sang tokoh melahirkan daya tarik luar bagi kaum hawa. Maka kemudian, sang tokoh akan dibuat pusing tujuh keliling untuk menentukan pilihan jodohnya. Karena yang bersimpati dan jatuh cinta kepada sang tokoh utama tidak hanya satu wanita. Tokoh Fahri dalam ‘Ayat-Ayat Cinta’, Azzam dalam ‘Ketika Cinta Bertasbih’, atau Ayyas dalam ‘Bumi Cinta’ adalah tokoh dengan penggambaran serupa itu.

Dari premis yang kurang lebih sama, Film ‘Dalam Mihrab Cinta (DMC)’ yang diangkat dari novel berjudul sama, mengukir cerita. Hanya saja, tokoh utama dalam film ‘DMC’, Syamsul Hadi (Dude Herlino), mengalami liku kehidupan yang lebih berwarna dibandingkan tokoh-tokoh rekaan Kang Abik lainnya. Karena Syamsul pernah menjalani kehidupan sebagai seorang pencopet.

Syahdan, Syamsul yang sedang nyantri di sebuah pesantren dituduh melakukan tindak pencurian. Tuduhan ini melahirkan luka mendalam karena Syamsul diperdaya sahabatnya sendiri, Burhan (Boy Hamzah) yang merasa tidak rela wanita pujaannya Zizi (Meyda Shafira) menaruh hati terhadap Syamsul. Singkat cerita, Syamsul diusir dari pesantren, dibotaki, dan yang paling penting bagi seluruh konstruksi cerita adalah ketidakpercayaan keluarganya.

Faktor inilah yang mendorong seorang Syamsul akhirnya kabur dari rumah, mencoba meneruskan kehidupannya, dan keterbatasan ekonomi telah memaksanya menekuni kehidupan sebagai pencopet. Pertemuannya dengan Silvi (Asmirandah) dan profesi tak sengajanya sebagai seorang guru ngaji menjadi titik baliknya kehidupan Syamsul.

Proses perjalanan hidup Syamsul ini dilengkapi juga dengan lika-liku asmaranya yang melibatkan Zizi dan Silvi. Dan seperti dalam sinetron ‘KCB’, Kang Abik lagi-lagi coba membuat penonton menebak ke mana arah jodoh Syamsul. Meskipun untuk ‘DMC’, arah itu mudah sekali ditebak. Terlebih lagi, saat adegan Silvi yang akan menikah dengan Syamsul, memilih mengantarkan undangan sendiri ke Bogor.

Dengan plot seperti ini, ‘DMC’ seperti ingin mengulang resep sukses film dan sinetron ‘KCB’. Hanya ‘DMC’ seperti kedodoran dalam memperlihatkan latar film. Latar film justru lebih banyak didominasi ruangan di rumah dan masjid, yang terlanjur menjadi stereotif latar sinetron. Maka, jangan salahkan penonton jika cepat merasa bosan karena latar film terasa begitu monoton.

Rasa sinetron pun bertambah kuat dengan jajaran pemain utama yang kebanyakan adalah para pemain sinetron. Mulai Dude Herlino, Asmirandah, sampai Tsania Marwah. Dude rasanya masih menyisakan akting di ratusan episode sinetron yang pernah dibintanginya. Bahasa tubuhnya adalah Dude yang biasa tampil di sinetron bukan karakter Syamsul. Meskipun untuk adegan-adegan awal terutama ketika dituduh mencuri sampai adegan pembotakan, Dude lumayan sukses menyatu dengan karakter Syamsul.

Sedangkan Asmirandah memang telah begitu menyatu dengan karakter Kamila dalam sinetron yang melambungkan namanya ‘Kemilau Cinta Kamila’. Maka, saat Silvi (karakter Andah dalam ‘DMC’) menangis, saat itulah rasanya penonton akan teringat karakter Kamila. Bedanya, Andah dalam ‘DMC’ sungguh lebih memancarkan aura cantiknya dalam balutan busana muslim.

Di luar latar dan akting pemain, film ini menyisakan pesan-pesan agama yang kuat. Bahkan rasanya terlalu kuat karena pesan-pesan itu disampaikan dan ditampilkan dari mimbar-mimbar agama yang terkadang sering terasa menggurui. Mungkin bagi Kang Abik yang bertindak sebagai sutradara film ini, pesan-pesan langsung dianggap lebih pas dibandingkan mengajak penonton untuk berpikir dan menyimpulkan pesan tersebut.

Jadilah, sepanjang film ini pesan-pesan agama mengalir deras secara verbal selain juga adegan lamaran yang entah mengapa begitu antusias dihadirkan Kang Abik. ARW

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun