Mohon tunggu...
Financial

Budidaya Ikan Lele sebagai Alternatif Mata Pencaharian di Desa Ketanen

19 Agustus 2018   05:35 Diperbarui: 19 Agustus 2018   05:39 482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Desa Ketanen merupakan salah satu desa yang berada di provinsi Jawa Tengah yang terletak di Kecamatan Trangkil, Kabupaten Pati. Desa ini merupakan desa terkecil kedua di Kecamatan Trangkil dengan mayoritas warganya memiliki pekerjaan utama sebagai pengrajin batu bata. Terbukti dengan mudahnya proses pembuatan batu bata ditemukan di beberapa penjuru desa.

Proses pembuatan batu bata membutuhkan tanah merah sebagai bahan baku utamanya. Tanah merah atau tanah liat adalah hal yang mudah ditemukan di desa ini. Sebelum sebagian besar warganya menjadikan pembuatan batu bata sebagai mata pencaharian utama, warga desa memiliki pekerjaan sebagai petani. Seperti asal mula nama desa yaitu Desa Ketanen, kata ketanen berasal dari kata ketanem yang jika di dengar sekali akan memberikan persepsi bahwa desa ini identik dengan warga yang bercocok tanam. Tanah di salah satu desa kecil Pati ini merupakan tanah yang cocok untuk menanam tanaman jenis tebu dan ketela. Tetapi, seiring berjalannya waktu selain bercocok tanam, membuat batu bata sudah menjadi pekerjaan turun temurun di daerah ini.

Dalam prosesnya, pembuatan batu bata membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk sampai menghasilkan batu bata merah yang tercetak sempurna. Tanah perlu di olah dengan di aduk dengan air sampai mendapatkan tekstur yang pas, tidak terlalu lembek maupun keras supaya mudah dicetak sesuai keninginan pengrajin. Setelah dicetak dan dijemur sampai kering, batu bata masih perlu melalui proses pembakaran yang membutuhkan waktu lama hingga tahap akhirnya yaitu didinginkan sebelum nantinya siap dijual.

Proses pembuatan batu bata sebagian besar prosesnya ada pada tahap pembakaran yang membutuhkan banyak waktu. Asap yang dihasilkan dari tahap pembakaran pun tidak sedikit, ditambah lagi dengan mayoritas warga desa yang berpenghasilan sebagai pengrajin batu bata. Pencemaran udara tidak dapat dihindari lagi bahkan banyak warga yang meskipun awalnya sempat terganggu dengan asap ini menjadi terbiasa dengan lingkungannya, sehingga masalah ini menjadi berlarut-larut.

Tim II KKN Universitas Diponegoro berkesempatan untuk menetap selama 42 hari di Desa Ketanen. Dalam proses survey yang dilakukan kepada warga masalah pencemaran udara salah satu yang utama dan lagi keluhan yang terdengar berupa kebingungan dengan pekerjaan apa yang bisa dilakukan selai menjadi pengrajin batu bata. Membuat batu bata tidak bisa dilakukan selamanya dikarenakan bahan baku utama bata yaitu tanah merah terbatas. Diskusi panjang antara warga dengan anggota Tim II KKN pun berlajut hingga akhirnya solusi yang didapat adalah dengan budidaya ikan lele.

Sebelumnya ada beberapa warga desa yang memang sudah membudidayakan lele sebagai penghasilan sampingan dari membuat bata. Budidaya ikan lele ini dipilih dengan banyak pertimbangan baik seperti tidak menghabiskan banyak waktu seperti dalam pengerjaan batu bata dan lagi budidaya ikan lele tidak membutuhkan bahan sulit dalam pengerjaannya. Di tambah lagi, lele merupakan salah satu hewan yang mudah di budidaya---tanpa perawatan yang rumit---dan banyak digemari dikalangan masyarakat kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun