Ngiiiiiiing…. Deru pesawat itupergi jauh meninggalkan tempatku berpijak di bawah naungan beringin yang rindang di pekarangan rumahku, mantan rumahku tepatnya. Karena, sejak tiga hari yang lalu, rumah ini resmi menjadi milik bank swasta yang selama ini ikut menyokong kehidupan kami.
Aku mulai membuka mata yang sejak tadi kututupi dengan kedua telapak tanganku. Meskipun takut, aku selalu dan selalu ingin melihatnya. Trauma yang menghantuiku seakan membangkitkan amarah yang sejak lama terpendam membuncah keluar bergejolak bersama beban pikiran saat aku melihat pesawat terbang.
Aneh ya? Kebanyakan anak kecil akan melonjak kegirangan melihat pesawat. Tapi aku? Aku malah terbenam dalam ketakutanku. Aku lelah. Aku berjanji ini adalah tangis terakhirku. Kuseka dengan punggung lenganku memaksa menelan kembali sisa-sisa air mataku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H