Mohon tunggu...
Achmad Room Fitrianto
Achmad Room Fitrianto Mohon Tunggu... Dosen - Seorang ayah, suami, dan pendidik

Achmad Room adalah seorang suami, bapak, dan pendidik di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sunan Ampel. Alumni Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Universitas Airlangga Surabaya ini juga aktif beberapa kegiatan pemberdayaan diantaranya pernah aktif di Perkumpulan Untuk Peningkatan Usaha Kecil. Penyandang gelar Master Ekonomi Islam dari Pascasarjana IAIN Sunan Ampel dan Master of Arts dalam Kebijakan Publik Murdoch University Perth Australia ini juga aktif sebagai pegiat dan penggerak UMKM yang terhimpun dalam Himma Perkumpulan Pengusaha Santri Indonesia (HIPPSI). Bapak satu anak ini menyelesaikan PhD di Department of Social Sciences and Security Studies dan Department of Planning and Geography, Curtin University dengan menekuni Ekonomi Geografi. Selama menempuh studi doktoral di Australia Room pernah menjadi Presiden Postgraduate student Association di Curtin University pada tahun 2015 dan aktif ikut program dakwah di PCI NU Cabang Istimewa Australia- New Zealand di Western Australia serta menjadi motor penggerak di Curtin Indonesian Muslim Student Association (CIMSA). Setelah dipercaya sebagai Ketua Program studi S1 Ekonomi Syariah UIN Sunan Ampel dan Koordinator Lembaga Pengembangan Kewirausahan dan Bisnis Islam UIN Sunan Ampel serta sebagai anggota tim Pengembang Kerja Sama UIN Sunan Ampel, Saat ini menjabat sebagai Wakil Dekan 3 Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sunan Ampel Surabaya. Achmad Room juga menjadi pengamat di isu isu reformasi pemerintahan, pengembangan masyarakat, pengembangan Usaha Kecil Menengah dan Ekonomi Islam. Fokus Penelitian yang ditekuni saat ini adalah pemberdayaan masyarakat dan pengembangan desa wisata

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kekhalifahan Vs NKRI

9 Mei 2017   03:20 Diperbarui: 9 Mei 2017   04:21 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ternyata beberapa tahun lalu saya pernah menulis tentang konsep kekhalifahan, dimana disarikan Khulafaur Rasyidin ternyata menerapkan empat sistem pemilihan yang berbeda sebelum akhirnya di kakahin oleh Muawiyah setelah Syayidina Hasan tidak berniat menjadi Khalifah. Andai saja Muawiyah tidak membuat sistem pemerintahannya turun temurun dan dibangun berbasis kepasitas personal serta dukungan komunal (tanpa ancaman senjata), mungkin peradaban Islam akan sedikit berbeda ceritanya.

Banyak yang bercerita inti pemerintahan adalah keadilan sosial? kenapa para pejuang dan pengidam system Kekhalifahan ini sangat getol? karena mereka mengidamkan keadilan sosial. Pertanyaan kemudian muncul " model keadilan sosial macam apa yang diinginkan"? secara konseptual sebetulnya konsep bernegara Indonesia yang dibungkus oleh Pancasila khususnya sila ke empat dan kelima cukup merepresentasi keinginan atas "Keadilan sosial".

Cobalah kita kupas apa sila ke empat dan kelima itu. Pertama, " Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Jelas disini adalah mengutamakan sistem kerakyatan bukan elitis atau golongan atas, borjuis atau elit lainnya, yang didasari oleh hikmat. perkataan hikmat ini menjadi menarik. Kata hikmat ini merupakan asupan kata yang berasal dari bahasa arab yang berasal dari tiga huruf pokok Ha', Kaf dan Mim. Coba buka kamus bahasa arab dan cek makna dasar dari kata "hakam" (Ha', Kaf, Mim), maka kita akan dapati maknanya adalah hukum, perundangan, tatanan kehidupan, kitabun. Sekarang coba kita gali mana coba kitab yang berisi tatan kehidupan, perundangan dan hukum? silahkan anda jawab sendiri.

Lebih lanjut kata hikmat kebijaksanaan, bisa dilihat adalah mereka mereka yang bisa membaca, menafsirkan dan mengamalkan kitab perundagan, tatanan kehidupan dan hukum tadi secara bijaksana, bukan secara serampangan atau semau kebenarannya sendiri atau dianut yang hanya menguntungkan kelompok dan golongannya. Sehingga disini dilanjutkan dengan kata "permusyawaratan/perwakilan" dimana yang mengakomodir segala kepentingan untuk kepengtingan bersama.

Kedua, Sila kelima " Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia". Jelas sudah dasar negara ini dibentuk adalah untuk membangun keadilan sosial bukan membangun dinasti atau kelompok tertentu. Tapi mungkin muncul pertanyaan, kenapa kog keadilan sosial belum muncul? Itu bisa kita jawab karena kita sendiri sebagai individu belom melakukan keadilan itu sendiri, lebih sering kita mengabaikan prinsip keadilan apabila menyinggung pribadi atau kelompok. Bila kita sendiri secara individu sudah bisa melakukan tindak tindak keadilan minimal ke lingkungan sekitar kita maka lambat laun itu akan menular sedikit demi sedikit. Contoh: sudah jujurkan kita dalam proses pengeluaran zakat kita? sudah halal kah pendapatan yang kita peroleh sehari hari? apakah ada tetangga kita yang masih kelaparan hari ini?

Dari sini bisa dipahami pembangunan keadilan sosial tidak bisa seperti membalikkan telapak tangan, semua melalui proses yang panjang.

Selain dua sila terakhir diatas, saya juga teringat dalam mukadimah pembukaan UUD 45 disebutkan " Dengan Rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan di dorong oleh keinginan yang luhur......" coba kita balik kebelakang di konsep keagamaan abad 19 atau tepatnya tahun 1945 dimana mukadimah itu disusun? konsepsi keagamaan mana yang menyebutkan "Allah" sebagai konsep ketuhanan selain Islam?

Sebagai penutup tulisan ini, mungkin para pembaca pernah mendengar konsepsi piagam madinah? suatu piagam penyatuan para karbala oleh Muhammad SAW berdasarkan asas kemanusiaan. Coba kita telaah konsep piagam madinah dengan konsep Mukadimah Pembukaan UUD 45, kalau saya pribadi melihat itu adalah setali tiga uang atau dengan kata lain, nilai nilai Mukadimah Pembukaan UUD 45 adalah pemparaphrasehan dari piagam Madinah. Lha terus kalau sudah banyak menemukan keselarasan system berbangsa dan bernegara kita dengan model Rosulullah dan Khullafaur Rasyidun meskipun bukan bernama Khalifah, kenapa kita harus merubahnya? Kita tinggal mengawal dan merawatnya lho

Pengen tahun tulisan saya beberapa tahun lalu itu? "LEMBAGA KEKHALIFAHAN SEBAGAI SATU INSTITUSI POLITIK" di publikasi oleh Journal

el-Harakah, Vol. 12, No.2, Tahun 2010, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

silahkan simak pada link berikut ini ya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun