Mohon tunggu...
Achmad Room Fitrianto
Achmad Room Fitrianto Mohon Tunggu... Dosen - Seorang ayah, suami, dan pendidik

Achmad Room adalah seorang suami, bapak, dan pendidik di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sunan Ampel. Alumni Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Universitas Airlangga Surabaya ini juga aktif beberapa kegiatan pemberdayaan diantaranya pernah aktif di Perkumpulan Untuk Peningkatan Usaha Kecil. Penyandang gelar Master Ekonomi Islam dari Pascasarjana IAIN Sunan Ampel dan Master of Arts dalam Kebijakan Publik Murdoch University Perth Australia ini juga aktif sebagai pegiat dan penggerak UMKM yang terhimpun dalam Himma Perkumpulan Pengusaha Santri Indonesia (HIPPSI). Bapak satu anak ini menyelesaikan PhD di Department of Social Sciences and Security Studies dan Department of Planning and Geography, Curtin University dengan menekuni Ekonomi Geografi. Selama menempuh studi doktoral di Australia Room pernah menjadi Presiden Postgraduate student Association di Curtin University pada tahun 2015 dan aktif ikut program dakwah di PCI NU Cabang Istimewa Australia- New Zealand di Western Australia serta menjadi motor penggerak di Curtin Indonesian Muslim Student Association (CIMSA). Setelah dipercaya sebagai Ketua Program studi S1 Ekonomi Syariah UIN Sunan Ampel dan Koordinator Lembaga Pengembangan Kewirausahan dan Bisnis Islam UIN Sunan Ampel serta sebagai anggota tim Pengembang Kerja Sama UIN Sunan Ampel, Saat ini menjabat sebagai Wakil Dekan 3 Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sunan Ampel Surabaya. Achmad Room juga menjadi pengamat di isu isu reformasi pemerintahan, pengembangan masyarakat, pengembangan Usaha Kecil Menengah dan Ekonomi Islam. Fokus Penelitian yang ditekuni saat ini adalah pemberdayaan masyarakat dan pengembangan desa wisata

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Pilkada Serentak dan Manajemen Autopilot Pemerintahan

1 Agustus 2024   08:34 Diperbarui: 1 Agustus 2024   08:57 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) merupakan momen krusial bagi pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat. Pilkada Serantak 2024, yang akan melibatkan pemilihan secara bersama di berbagai daerah di Indonesia, menjadi ajang bagi para calon kepala daerah untuk mempresentasikan visi dan misinya. 

Namun, terdapat fenomena yang memprihatinkan di mana para calon lebih fokus pada popularitas dengan visi dan misi setinggi langit, namun kurang membumi dan relevan dengan kebutuhan masyarakat lokal. 

Kondisi ini sering kali diperparah oleh dominasi elit partai dalam penentuan nominasi calon, yang lebih mengandalkan hasil survei dari lembaga tertentu dengan metode tertentu, tanpa mempertimbangkan pengetahuan dan pemahaman calon terhadap kondisi daerahnya. 

Fenomena ini memicu kekhawatiran akan munculnya model pemerintahan autopilot, di mana pemerintah hanya sekadar menjalankan program tanpa memperhatikan kebutuhan nyata masyarakat.

Para calon kepala daerah sering kali berlomba-lomba menonjolkan visi dan misi yang ambisius, dengan harapan dapat menarik simpati dan dukungan dari masyarakat. Visi dan misi ini biasanya disusun untuk memberikan kesan bahwa calon memiliki rencana besar dan ambisius untuk memajukan daerahnya. 

Namun, tidak jarang visi dan misi tersebut kurang membumi dan tidak sesuai dengan kondisi riil di lapangan. Misalnya, janji untuk membangun infrastruktur modern atau menciptakan lapangan kerja dalam jumlah besar sering kali terdengar menarik, tetapi tidak disertai dengan rencana konkret atau pemahaman mendalam tentang potensi dan tantangan yang dihadapi daerah.

Visi dan misi yang setinggi langit ini cenderung diwarnai dengan retorika yang kosong, tanpa perencanaan matang dan analisis yang mendalam. Akibatnya, ketika calon terpilih, mereka sering kali kesulitan untuk merealisasikan janji-janji kampanye mereka. Hal ini dapat menimbulkan kekecewaan di kalangan masyarakat yang merasa tertipu oleh janji-janji kosong tersebut.

Penentuan nominasi calon kepala daerah sering kali didominasi oleh elit partai yang lebih mengutamakan hasil survei popularitas daripada kemampuan dan kompetensi calon. Survei-survei ini sering kali dilakukan oleh lembaga tertentu dengan metode tertentu, yang tidak jarang memiliki bias atau tidak sepenuhnya menggambarkan keinginan dan kebutuhan masyarakat. Calon yang dipilih berdasarkan popularitas dalam survei ini belum tentu memiliki pemahaman yang mendalam tentang kondisi daerah yang akan dipimpinnya.

Dominasi elit partai ini mengurangi partisipasi masyarakat dalam proses politik dan pemilihan calon pemimpin. Masyarakat menjadi pasif dan hanya dapat menerima calon yang telah ditentukan oleh partai, tanpa adanya kesempatan untuk menyuarakan aspirasi dan kebutuhan mereka. 

Selain itu, calon yang terpilih dengan cara ini cenderung lebih loyal kepada partai daripada kepada masyarakat yang dipimpinnya, karena merasa bahwa keberhasilan mereka lebih ditentukan oleh dukungan partai daripada dukungan masyarakat.

Kekhawatiran akan munculnya pemerintahan dengan gaya manajemen autopilot menjadi semakin relevan. Manajemen autopilot dalam konteks pemerintahan dapat diartikan sebagai pendekatan di mana pemerintah hanya menjalankan program-program yang telah direncanakan tanpa mempertimbangkan kebutuhan dan perubahan situasi yang terjadi di lapangan. Pemerintah hanya fokus pada pelaporan kegiatan (SPJ) yang terlihat lancar di atas kertas dan pencitraan di media sosial, tanpa benar-benar memahami dan mengatasi permasalahan yang dihadapi masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun