Mohon tunggu...
Achmad Room Fitrianto
Achmad Room Fitrianto Mohon Tunggu... Dosen - Seorang ayah, suami, dan pendidik

Achmad Room adalah seorang suami, bapak, dan pendidik di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sunan Ampel. Alumni Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Universitas Airlangga Surabaya ini juga aktif beberapa kegiatan pemberdayaan diantaranya pernah aktif di Perkumpulan Untuk Peningkatan Usaha Kecil. Penyandang gelar Master Ekonomi Islam dari Pascasarjana IAIN Sunan Ampel dan Master of Arts dalam Kebijakan Publik Murdoch University Perth Australia ini juga aktif sebagai pegiat dan penggerak UMKM yang terhimpun dalam Himma Perkumpulan Pengusaha Santri Indonesia (HIPPSI). Bapak satu anak ini menyelesaikan PhD di Department of Social Sciences and Security Studies dan Department of Planning and Geography, Curtin University dengan menekuni Ekonomi Geografi. Selama menempuh studi doktoral di Australia Room pernah menjadi Presiden Postgraduate student Association di Curtin University pada tahun 2015 dan aktif ikut program dakwah di PCI NU Cabang Istimewa Australia- New Zealand di Western Australia serta menjadi motor penggerak di Curtin Indonesian Muslim Student Association (CIMSA). Setelah dipercaya sebagai Ketua Program studi S1 Ekonomi Syariah UIN Sunan Ampel dan Koordinator Lembaga Pengembangan Kewirausahan dan Bisnis Islam UIN Sunan Ampel serta sebagai anggota tim Pengembang Kerja Sama UIN Sunan Ampel, Saat ini menjabat sebagai Wakil Dekan 3 Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sunan Ampel Surabaya. Achmad Room juga menjadi pengamat di isu isu reformasi pemerintahan, pengembangan masyarakat, pengembangan Usaha Kecil Menengah dan Ekonomi Islam. Fokus Penelitian yang ditekuni saat ini adalah pemberdayaan masyarakat dan pengembangan desa wisata

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Internasionalisasi Kampus: Tantangan dan Realitas Menuju World Class University

30 Juni 2024   00:36 Diperbarui: 8 Juli 2024   03:12 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dokumentasi Roundtable Forum Indonesian Universities at Curtin University, 2024


Menjadi universitas kelas dunia atau "world class university" (WCU) adalah impian yang diusung oleh banyak perguruan tinggi di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Visi ini biasanya tercantum dalam misi institusi pendidikan tinggi untuk meningkatkan reputasi global, kualitas pendidikan, dan penelitian. Namun, visi ambisius ini seringkali berhadapan dengan realitas keras di lapangan, di mana dukungan finansial dan infrastruktur sering kali tidak memadai. Fenomena ini bisa diringkas dalam ungkapan sederhana: "Ngawe duite sopo" atau "Uangnya dari mana?".

Kampus-kampus yang berambisi untuk menjadi WCU umumnya memiliki visi dan misi yang menekankan peningkatan kualitas pendidikan, penelitian, dan kontribusi global. Mereka berupaya meningkatkan reputasi dengan masuk ke dalam peringkat internasional seperti QS World University Rankings. Misi ini mencakup peningkatan publikasi internasional, kolaborasi global, dan peningkatan kapasitas dosen serta mahasiswa. Namun, visi dan misi yang tertulis ini sering kali belum diikuti dengan tindakan nyata yang memadai di lapangan. Di tengah optimisme dan peluang yang ditawarkan oleh kerjasama internasional, penting untuk mempertimbangkan realitas yang ada.Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi adalah kurangnya dukungan finansial. Saat dosen atau peneliti mengajukan permohonan untuk presentasi makalah atau menjalin kerja sama dengan perguruan tinggi luar negeri, mereka sering kali dihadapkan dengan pertanyaan "ngawe duite sopo?". Ini mencerminkan realitas bahwa banyak perguruan tinggi yang masih bergulat dengan keterbatasan anggaran untuk mendukung inisiatif internasionalisasi. Padahal, untuk dapat bersaing di tingkat global, dukungan finansial untuk penelitian, konferensi, dan kolaborasi internasional sangatlah krusial.

Selain dukungan finansial, pengakuan dan dukungan untuk publikasi juga menjadi masalah besar. Banyak dosen yang masih segan untuk mempublikasikan karya mereka di jurnal bereputasi internasional karena kurangnya insentif dan dukungan dari institusi. Publikasi internasional sangat penting untuk meningkatkan visibility dan reputasi perguruan tinggi di tingkat global. Namun, tanpa dukungan yang memadai, baik dalam bentuk finansial maupun moral, upaya untuk mencapai visi WCU akan sangat sulit tercapai.

Di sisi lain, peningkatan kapasitas pengajar juga menjadi faktor yang menentukan keberhasilan internasionalisasi kampus. Banyak pengajar yang masih kurang adaptif terhadap metode dan materi pengajaran yang kekinian. Hal ini menjadi beban bagi perguruan tinggi dalam upaya mengglobal. Tanpa peningkatan kualitas dan kapasitas pengajar, sulit bagi institusi untuk menawarkan pendidikan yang kompetitif di tingkat global. Pelatihan, workshop, dan program pengembangan profesional harus menjadi prioritas untuk memastikan bahwa pengajar memiliki keterampilan dan pengetahuan yang relevan dengan perkembangan terkini di bidangnya.

QS World University Rankings adalah salah satu indikator utama yang digunakan untuk menilai reputasi dan kualitas perguruan tinggi di seluruh dunia. Masuk ke dalam peringkat ini sering kali menjadi tujuan utama banyak institusi. Namun, untuk mencapai peringkat yang baik, perguruan tinggi harus memiliki publikasi berkualitas, kolaborasi internasional, serta infrastruktur yang mendukung. Dengan sumber daya yang terbatas, ini sering kali menjadi tantangan yang berat. Frugal innovation atau inovasi hemat sering kali menjadi strategi yang diandalkan. Meskipun demikian, tanpa modal dan perencanaan yang memadai, mimpi untuk masuk dalam peringkat QS World University Rankings yang tinggi masih akan sangat sulit terwujud.

Untuk mencapai visi menjadi WCU, perguruan tinggi harus memiliki perencanaan dan strategi yang memadai. Ini termasuk alokasi anggaran yang tepat untuk mendukung penelitian dan publikasi, peningkatan kapasitas pengajar, serta kolaborasi internasional. Tanpa perencanaan yang jelas dan dukungan yang memadai, visi ini hanya akan menjadi slogan tanpa realisasi. Memang, bekerja sama dengan perguruan tinggi di luar negeri yang memiliki reputasi tinggi dalam QS World University Rankings adalah ideal. Namun, pertanyaannya adalah apakah perguruan tinggi yang masuk dalam seratus besar dunia tersebut bersedia bekerja sama dengan perguruan tinggi yang peringkatnya berada di kisaran 3 ribuan atau 4 ribuan dunia, atau bahkan yang baru beralih status? Di sinilah pentingnya koneksi peer-to-peer menjadi kunci keberhasilan kerjasama. Memulai bekerja sama dengan perguruan tinggi luar negeri yang bersedia bekerja sama dengan perguruan tinggi di Indonesia dan memantainance program dan kerjasamanya secara konsisten serta tidak sporadis, berkolaborasi dengan melakukan konsorsium menjadi pilihan rasional.

Strategi jangka panjang harus mencakup:

Investasi dalam Penelitian dan Publikasi: Memberikan dukungan finansial dan insentif bagi dosen untuk melakukan penelitian berkualitas dan mempublikasikannya di jurnal internasional bereputasi.
Peningkatan Kapasitas Pengajar: Menyelenggarakan program pelatihan dan pengembangan profesional untuk memastikan bahwa pengajar memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk mengajar dengan metode dan materi terkini.
Kolaborasi Internasional: Membangun jaringan dengan perguruan tinggi dan institusi penelitian di luar negeri untuk kolaborasi dalam penelitian dan program pertukaran.
Dukungan Infrastruktur: Meningkatkan fasilitas dan infrastruktur kampus untuk mendukung kegiatan akademik dan penelitian yang berkualitas.

Sumber: Dokumentasi Roundtable Forum Indonesian Universities at Curtin University, 2024
Sumber: Dokumentasi Roundtable Forum Indonesian Universities at Curtin University, 2024
Internasionalisasi kampus adalah proses kompleks yang membutuhkan dukungan finansial, peningkatan kapasitas, dan perencanaan yang matang. Meskipun banyak perguruan tinggi memiliki visi untuk menjadi WCU, tanpa dukungan dan strategi yang memadai, visi ini sulit untuk direalisasikan. "Ngawe duite sopo" adalah pertanyaan yang mencerminkan realitas bahwa banyak inisiatif baik sering kali terbentur pada keterbatasan anggaran. Namun, dengan komitmen yang kuat dan perencanaan yang tepat, bukan tidak mungkin perguruan tinggi dapat mencapai visinya dan bersaing di tingkat global. Tantangan ini harus dihadapi dengan serius oleh para pemangku kepentingan agar mimpi menjadi world class university dapat terwujud.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun