Mohon tunggu...
Achmad Room Fitrianto
Achmad Room Fitrianto Mohon Tunggu... Dosen - Seorang ayah, suami, dan pendidik

Achmad Room adalah seorang suami, bapak, dan pendidik di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sunan Ampel. Alumni Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Universitas Airlangga Surabaya ini juga aktif beberapa kegiatan pemberdayaan diantaranya pernah aktif di Perkumpulan Untuk Peningkatan Usaha Kecil. Penyandang gelar Master Ekonomi Islam dari Pascasarjana IAIN Sunan Ampel dan Master of Arts dalam Kebijakan Publik Murdoch University Perth Australia ini juga aktif sebagai pegiat dan penggerak UMKM yang terhimpun dalam Himma Perkumpulan Pengusaha Santri Indonesia (HIPPSI). Bapak satu anak ini menyelesaikan PhD di Department of Social Sciences and Security Studies dan Department of Planning and Geography, Curtin University dengan menekuni Ekonomi Geografi. Selama menempuh studi doktoral di Australia Room pernah menjadi Presiden Postgraduate student Association di Curtin University pada tahun 2015 dan aktif ikut program dakwah di PCI NU Cabang Istimewa Australia- New Zealand di Western Australia serta menjadi motor penggerak di Curtin Indonesian Muslim Student Association (CIMSA). Setelah dipercaya sebagai Ketua Program studi S1 Ekonomi Syariah UIN Sunan Ampel dan Koordinator Lembaga Pengembangan Kewirausahan dan Bisnis Islam UIN Sunan Ampel serta sebagai anggota tim Pengembang Kerja Sama UIN Sunan Ampel, Saat ini menjabat sebagai Wakil Dekan 3 Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sunan Ampel Surabaya. Achmad Room juga menjadi pengamat di isu isu reformasi pemerintahan, pengembangan masyarakat, pengembangan Usaha Kecil Menengah dan Ekonomi Islam. Fokus Penelitian yang ditekuni saat ini adalah pemberdayaan masyarakat dan pengembangan desa wisata

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hikayat Buto Ijo, Suatu Prolog untuk Usaha Mitigasi Bencana

16 Mei 2017   20:12 Diperbarui: 16 Mei 2017   20:28 446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

630 hektar danau lumpur di Porong bukanlah sisa sisa dari hikayat timun mas dan Buto Ijo. Hikayat Timun Mas dan Buto Ijo adalah sebuah cerita rakyat yang menceritakan bagaimana seorang anak yang berusaha mempertahankan diri dari keganasan buto ijo yang ingin menguasai, mengekploitasi, dan mencelakai dirinya.

Cerita ini berawal dari kisah sepasang suami istri miskin yang lama tidak dikaruniai anak. Setiap hari mereka berdoa meminta anak. Suatu malam, saat mereka berdoa, Buto Ijo melewati rumah mereka. Si Buto Ijo mendengar mereka berdoa dan berkata:

“Jangan khawatir. Aku dapat membantu kalian. Tapi kalian harus memberikan anak itu padaku pada hari ulang tahun ke-17 nya. “

Mereka sangat senang dan setuju dengan syarat yang ditetapkan oleh Si Buto Ijo. Buto Ijo memberi mereka beberapa biji mentimun. Mereka mengambil dengan hati-hati benih itu dan menanamnya.

Tak lama kemudian, tanaman mentimun tumbuh dengan suburnya. Anehnya setelah tanaman timun itu tumbuh untuk beberapa lama, tanaman ini hanya memiliki satu buah mentimun. Meskipun hanya mampu menumbuhkan satu buah, namun buah mentimun ini ukurannya sangat besar. Ketika buah mentimun ini dirasa sudah matang dan siap dipanen, maka di petiklah buah mentimun yang besar itu. Penasaran dengan buah yang besar ini, si petani ini membelah buah yang dipetiknya dari kebun mereka ini. Akan tetapi mereka malah keheranan melihat isi dari mentimun yang mereka belah. Mereka melihat bayi perempuan cantik ada di dalam mentimun. Ditengah kebingungannya, pasangan petani ini akhirnya membersihkan si bayi mungil ini dan mengasuhnya. Pasangan ini sangat bahagia. Mereka membesarkan anak yang terlahir dari buah mentimun ini menjadi gadis cantik dengan penuh kasih sayang.

Waktu berlalu dan Timun berusia hampir 17 tahun. Mereka tahu mereka harus menjaga janji mereka untuk Si buto ijo tetapi mereka juga tidak ingin kehilangan putri tercinta mereka. Pasangan petani itu meminta putri mereka untuk melarikan diri agar tidak dimangsa si buto ijo

Si timun mas, begitu nama yang diberikan orang tuanya kepadanya diberi bekal berupa tiga buah kantong dan diminta lari dan bersembunyi. Tiga buah kantung bekal timunmas itu berisi biji timun, garam, dan terasi. Masing masing  kantong memiliki fungsi dan kegunaan masing masing. Timunmas diberi pesan, apabila dia terkejar dan hampir tertangkap oleh si buto ijo, si timunmas diminta melemparkan kantung kantung itu. Menurut cerita yang di dongengkan turun temurun, kantong pertama yang berisi biji mentimun berfungsi untuk mengalihkan perhatian si Buto Ijo. Karena begitu kantong yang berisi biji mentimun itu disebar maka tumbuhlah batang batang pohon mentimun dan langsung berbuah. Harapan dari tumbuhnya mentimun dan langsung berbuah segar ini adalah untuk mengalihkan perhatian si Buto Ijo agar tidak mengejar si Timun mas. Namun apa daya buah mentimun yang tumbuh dan berbuah segar itu tidak mengalihkan perhatian si Buto ijo, malahan setelah melahab mentimun mentimun yang muncul itu si buto Ijo tetep mengejar si Timun mas. Kantong pertama hanya memberi jedah waktu bagi si timun mas untuk lari lebih jauh.  Namun demikian, tidak lama juga  si Buto Ijo hampir menyusul. Pada saaat hampir tersusul itulah si Timun mas melemparkan kantung yang kedua yang berisi garam, maka terciptala lautan lebar yang memisahkan jarak si buto Ijo dan si Timun emas. Meskipun terbentang lautan yang lebar dan luas, si buto ijo bertekat hati untuk menyebaranginya meskipun dengan susah payah karena sebelumnya sudah kekenyangan karena memakan mentimun yang banyak. Tidak lama kemudian si raksasa yang mulai kelelahan ini juga menyusul langkah si Timun mas.  Belom sempat tersusul, si Timun mas masih sempat melemparkan bungkusan yang ketiga yang berisi terasi. Begitu bingkasan yang berisi terasi itu dilempar maka terhamparlah danau lumpur panas yang luas dan lebar serta mendidih.  Pada awalnya si Buto ijo ini ragu, namun dengan sisa kemampuannya dan keinginan yang kuat dia mengarungi lumpur panas. Apa daya kekuatan lumpur panas ini tidak sebanding dengan sisa sisa tenaganya yang kekenyangan dan kelelahan karena habis merenangi lautan yang luas. Akhirnya di Buto ijo tenggelam dalam lautan lumpur panas itu. Akhir cerita maka selamatlah si Timun mas ini dari kejaran si Buto Ijo

The moral story dari cerita ini bisa dilihat  dari beberapa aspek. Aspek pertama adalah ketidak berdayaan pasangan suami istri sebagai simbol ketidak berdayaan petani. Aspek kedua adalah dua sisi berlawanan sang Buto Ijo yang mana disatu sisi bisa membantu untuk memberikan anak namun disisi yang lain juga berpotensi merenggut hasil dan usaha yang dilakukan oleh pasangan suami istri tadi. Ketiga perjalanan si timun emas dalam rangka menyelamatkan dirinya adalah sebagai simbol dari perlawanan kelompok masyarakat yang rentan kepada daya upaya yang bisa menistakan.  Dan untuk bisa terlepas dari ancaman yang mungkin muncul tidak bisa dilakukan secara sendiri dan sekali mencoba. Dukungan banyak pihak yang disimbolkan dengan bekal tiga buah kantong melambangkan banyaknya asset atau sumber aya yang dimiliki. Tidak hanya itu Biji mentimun, garam dan terasi juga bisa dilihat sebagai simbol  perangkat keahlian yang dimiliki dalam menanggulangi ancaman yang di hadapi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun