Selamat Tinggal Puisi!Â
Selamat tinggal puisi, itu ucapmu sambil melambaikan tangan, pada setiap baliho yang bergambar kata kata indah tentang dirimu, yang menempel di setiap dinding kota, di perempatan jalan dan kampung kumuh, selamat sayonara puisi, ujarmu lirihÂ
Selamat tinggal harapan, sedihmu meluruhkan hujan dan mendung di tengah kota, harapan tentang sesuatu yang besar, pikiran besar, gambar besar, pidato orang besar, yang lama kau susun di setiap jeda waktumu yang telah lalu, selamat tinggal puisi tentang asa yang kini sirna terhembus angin surga
Selamat tinggal puisi yang membius pikiran dan rasa, ucapmu luruh bagai langit telah runtuh, membalut rasa duka dan kecewamu yang tersayat dalam
Selamat tinggal puisi, dalam pelukan janji-janji yang menggoda, aku sempat terpesona, ujarmu sekali lagi. Kini saatnya kita berpisah puisi, oh, sungguh sulit, namun masa depan memanggil, langkah harus kita lanjutkan, sejeda kita berpisah puisi, begitu katamu berulang kali, sambil berlalu dari panggung pembacaan kata-kata terakhirmu itu
Puisi puisi tentang perubahan menempel di baliho baliho kota, dingin, diam tak berkata apa, harapan tertulis dalam bait bait kata kata indah itu, kini tak terasa ramah, malah kau rasakan hampa, bagai pedang yang menyayat luka, hatimu ambyar tak karuan oleh kenyataan.
Engkau pergi dan berlalu dengan hati kelu, impian puisi pada masa depan yang cerah, tentang pidato yang meriah, membangun visi tentang negeri yang gemah ripah, pupus begitu saja, engkau tumbang oleh kenyataan meniscayakan, politik yang dingin dan kejam
Politik memang begitu kawan, jawab puisi menyambut lambaian tanganmu di kejauhan.
Puisi puisi menjawab lambaian tanganmu, berharap kelak kau kembali. Kita akan merindukanmu, kata puisi menjawabmu, semoga engkau kembali dalam rupa lain, menginspirasi generasi yang kelak tiba, tetap merawat harapan dan kerinduan, Semoga perjalananmu membawa kebaikan nyata.
Selamat tinggal politisi muda, kata puisi berbarengan di dinding dinding baliho kota, kau adalah bagian harapan tak terlupakan, bagi kami para puisi. Dan kamu pun pergi, berlalu, hilang tersaput kabut kota yang tengah gempita, dipenuhi jargon dan seonggok kata kata politik yang berbusa
Adios amigos meos! Ujar puisi sekali lagi, membalas lambaian tanganmu yang melayu