Tarji tidak bertanya kemana saja selama ini Warok pergi, karena itu masalah pribadi. Tarji juga menduga bahwa Warok sudah mulai dapat duit berkat kerja serabutan bersama Kirjo, atau mungkin dengan orang lain. Syukurlah, Warok sudah bisa merintis hidup mandiri di kota besar, begitu pikir Tarji dalam hati.
Malam itu, Warok ternyata pulang ke kontrakan untuk berpamitan. Tentu saja Tarji kaget. Warok bilang ada seorang kaya di Pluit yang memintanya untuk menjaga rumahnya. Tarji tak bisa  mencegah Warok, sebab tekad Warok sudah bulat untuk bekerja ikut orang kaya di Pluit itu. Tarji dan Warok akhirnya berpisah.
Warok pergi dengan membawa tas pakaian yang belum lama dia bawa dari desa. Tarji berdoa dalam hati, semoga Warok sukses. "Datanglah kemari, kalau ada apa-apa pintu terbuka", kata Tarji melepas kepergian Warok.
Enam bulan berlalu. Tarji tak pernah mendengar kabar tentang Warok. Mereka juga tak saling berkabar. Tarji sendiri terlalu sibuk setiap hari bekerja jadi petugas cleaning service di KRL. Sampai pada suatu malam Minggu, secara tak sengaja Tarji bertemu Warok di sebuah Mal besar di kawasan Thamrin.
Tarji takjub. Penampilan Warok kini benar-benar telah berubah, membuat Tarji pangling. Warok memang perlente, sepatunya mengkilat, bercelana jin dan berjaket kulit, dengan logat bicaranya with ciyus lu guwe lu guwe. Luar biasa!Â
Warok telah memetamorfosa, meresolusi diri sebagai sosok anak muda gedongan metropolitan! Tak henti Tarji selalu berdecak kagum dan takjub pada Warok.
Selain takjub, hati Tarji sekaligus senang melihat Warok tampak semakin makmur. Setidaknya itu yang terlihat di penampilan Warok. Tetapi sayang waktu itu mereka tak bisa berbincang lama, sebab Warok katanya ada janji ketemuan dengan orang penting, urusan proyek di tempat lain.
Tarji tak bisa mencegah, walau sebenarnya dia masih ingin berbincang lama dengan Warok, kawan kecilnya itu. Di Mal itu mereka akhirnya berpisah.
"Datanglah kekontrakanku, pintu selalu terbuka. Sama seperti kemarin kemarin", ujar Tarji melepas kepergian Warok. Lalu Tarji pulang, sambil menggenggam rasa senang, membayangkan hidup Warok yang telah sukses.
Akan tetapi, sesampai di rumah, Tarji terkejut karena kontrakannya tampak didatangi oleh beberapa orang, termasuk Pak RT. Ada masalah apa? Tanya Tarji pada mereka. Pak RT menjelaskan bahwa beberapa warga pemilik warung di Kampung Rawa merasa resah, merasa tertipu dan minta tanggungjawab Tarji.
"Tanggungjawab apa? Kok saya? Masalahnya apa?", tanya Tarji bingung.