Mohon tunggu...
D. Wibhyanto
D. Wibhyanto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Bidang Sastra, Sosial dan Budaya

Penulis Novel CLARA-Putri Seorang Mafia, dan SANDHYAKALANING BARUKLINTING - Tragedi Kisah Tersembunyi, Fiksi Sejarah (2023). Penghobi Traveling, Melukis dan Menulis Sastra, Seni, dan bidang Sosial Budaya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jangan Salah: "Korupsi Bukan Budaya, Melainkan Kriminal, Merusak Kehidupan"

12 Mei 2023   08:58 Diperbarui: 12 Mei 2023   09:28 544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
"Korupsi Bukan Budaya"image sumber Canva, designed by Wibhyanto/ dokumen pribadi

Jangan salah: "Korupsi Bukan Budaya, Melainkan Kriminal, Merusak Kehidupan"

Bukan Produk Budaya

Sering kita lihat, baca dan dengar di media bahwa korupsi telah merajalela dan membudaya di Indonesia. Jangan salah: Tak ada budaya korupsi, sebab korupsi bukan produk kebudayaan, melainkan perilaku kriminal. Jika korupsi dikatakan telah membudaya, itu istilah salah kaprah, membagongkan dan sesat pikir. Jika korupsi membudaya, Masak koruptor kita sebut budayawan? Hellow Ferguso! 

Korupsi adalah perilaku yang melanggar hukum dan etika, yang melibatkan penyalahgunaan kekuasaan atau posisi untuk keuntungan pribadi atau kelompok tertentu. Korupsi bisa terjadi di pemerintah, lembaga negara dan dunia bisnis.

Dalam hal ini, korupsi tidak dapat dikategorikan sebagai produk kebudayaan, karena tidak ada budaya yang menganjurkan atau mengajarkan perilaku korupsi. Korupsi adalah hasil dari perilaku individu atau kelompok yang tidak bertanggung jawab dan tidak mematuhi nilai-nilai etika dan moral yang berlaku di masyarakat.

Namun demikian, keadaan sosial, politik, dan budaya di suatu negara atau daerah tertentu dapat memengaruhi prevalensi korupsi di masyarakat. Misalnya, dalam suatu sistem politik yang otoriter dan korup, individu atau kelompok tertentu mungkin merasa terdorong untuk terlibat dalam perilaku korupsi untuk memperoleh keuntungan pribadi atau kelompok. Oleh karena itu, upaya untuk memerangi korupsi juga harus mencakup perbaikan sistem politik, hukum, dan budaya di masyarakat.

Korupsi Merusak Kehidupan

Ya, korupsi jelas merusak kehidupan individu dan masyarakat secara luas. Korupsi merugikan negara dalam hal anggaran dan sumber daya yang seharusnya digunakan untuk memperbaiki kesejahteraan rakyat, seperti pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Akibatnya, korupsi dapat menyebabkan ketimpangan sosial dan ekonomi yang semakin memperburuk kondisi hidup masyarakat.

Korupsi juga merusak sistem hukum dan peradilan, karena koruptor dapat menggunakan uang dan kekuasaan mereka untuk menghindari hukuman dan keadilan yang seharusnya mereka terima. Hal ini menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga hukum dan sistem politik yang ada, serta memperlemah nilai-nilai demokrasi dan keadilan.

Selain itu, korupsi menyebabkan hilangnya peluang dan hak asasi manusia bagi individu yang terkena dampaknya, seperti pengangguran, kemiskinan, dan kurangnya akses ke layanan publik yang berkualitas. Korupsi juga dapat merusak moral dan integritas masyarakat, karena perilaku korup dapat menjadi contoh yang buruk bagi generasi yang akan datang.

Biasa Dilakukan oleh Pejabat Negara

Korupsi umumnya dilakukan oleh penguasa atau pejabat dan birokrasi negara karena mereka memiliki akses dan kontrol terhadap sumber daya negara yang sangat besar. Hal ini membuat mereka memiliki peluang untuk menyalahgunakan kekuasaan dan melakukan tindakan korupsi. Beberapa faktor yang mempengaruhi munculnya korupsi di kalangan penguasa atau pejabat dan birokrasi negara antara lain:

  • Kekuasaan yang besar: Penguasa atau pejabat dan birokrasi negara memiliki kekuasaan yang besar untuk mengambil keputusan dan mengontrol sumber daya negara. Hal ini dapat memungkinkan mereka untuk menyalahgunakan kekuasaan dan melakukan tindakan korupsi.

  • Kebutuhan akan dana: Penguasa atau pejabat dan birokrasi negara juga dapat melakukan tindakan korupsi karena mereka membutuhkan dana untuk kepentingan pribadi atau kepentingan partai politik yang mereka dukung.

  • Budaya toleransi terhadap korupsi: Budaya toleransi terhadap korupsi juga dapat mempengaruhi perilaku penguasa atau pejabat dan birokrasi negara. Jika budaya ini telah menyebar, maka tindakan korupsi akan lebih mudah dilakukan dan dianggap sebagai hal yang biasa.

  • Lemahnya sistem pengawasan: Jika sistem pengawasan lemah atau tidak ada, maka penguasa atau pejabat dan birokrasi negara dapat lebih mudah melakukan tindakan korupsi tanpa ketahuan publik.

    HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    4. 4
    5. 5
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
    Lihat Sosbud Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun