Lahirnya Tombak Baruklinting (#22)
Langit di Kotapraja Mangir masih berwarna kuning pucat kemerahan. Belum usai asap hitam sirna di Kotapraja, kebakaran dan kerusuhan kembali terjadi dimana-mana. Hal ini akibat ulah Pulanggeni usai pertemuan dengan Baruklinting. Pulanggeni  melakukan tindakan balas dendam atas kematian orang-orangnya di Mangir. Baruklinting menyetujui bahwa "Mata dibalas dengan Mata".Â
Pulanggeni dan pasukan Bayangan Hitam Nogo Kemuning lalu benar-benar melakukan tindakan balas dendam secara keji atas kematian sebagian anggota kelompoknya. Maka banyak korban tewas berjatuhan lagi di pihak penduduk Mangir yang mencoba melawan pemimpin begal dari Selo Merbabu itu. Seperti julukannya Penebar bau kematian! Pulanggeni adalah penebar bau teror dan kematian dalam arti sesungguhnya.Â
Hal ini ditambah oleh gerakan para telik sandi Mataram dibawah pimpinan Ki Pamungkas yang masih menyusup di Kotapraja. Mereka telah membuat keadaan kota itu semakin mencekam. Tak ada penduduk yang berani keluar dari rumah. Kelompok telik sandi itu telah membuat suasana adudomba dan saling mencurigai antar penduduk semakin meruncing.Â
Ndalem Kapusakan, Kompleks Wanabayan
Di depan pendopo Ndalem Kapusakan di kompleks Wanabayan, Baruklinting melihat di kejauhan asap hitam masih mengepul di udara berasal dari Pasar Gede Kotapraja yang dibakar oleh massa. Baruklinting menyadari bahwa hampir kewalahan dia menghadapi gempuran kelompok Pulanggeni yang semakin meluas di Mangir.Â
Dia mengira setelah pertemuan empat mata dengan Pulanggeni, keadaan akan menjadi lebih reda di Kotapraja. Nyatanya tidak. Korban-korban penduduk Mangir terus berjatuhan. Bahkan Baruklinting sangat terkejut, bahwa di antara korban pembantaian balas dendam Pulanggeni itu, ternyata ada orang-orang kepercayaan Baruklinting yang turut terbunuh.Â
Hal ini membuat Baruklinting benar-benar murka. Sebab Pulanggeni telah dianggapnya ingkar pada janji yang pernah disepakati bersama secara empat mata di Ndalem Wanabayan itu.Â
Baruklinting berpikir keras untuk bisa mengatasi keadaan itu. Tiba-tiba dia teringat pada suatu pesan Ki Ismaya saat Baruklinting manekung di Gua Langse. Pertapa dari Salengker Telomoyo itu pernah berpesan pada Baruklinting di kala itu. "Pilihlah satu pusaka pamungkas di Mangir yang kau pakai sebagai payung gaib dan mendampingimu selama di Mangir. Aku merestui apa yang menjadi keyakinanmu sendiri". Maka Baruklinting memantabkan diri mengikuti saran orang tua itu.Â
Maka diam-diam Baruklinting lalu mengatur suatu strategi tempur yang baru. Yakni menghimpun kekuatan dari pusaka andalan yang berasal dari salah satu koleksi pusaka yang tersimpan di Ndalem Kapusakan Mangir. Pusaka itu kelak harus dipilihnya sendiri dan harus diberinya daya pamor sehingga menjadi pusaka bertuah sakti yang bisa diandalkan untuk mengusir musuh.
Baruklinting bergegas memasuki pendopo Ndalem Kapusakan, tempat penyimpanan segala koleksi pusaka-pusaka Mangir itu. Tempat itu berupa bangunan tertutup dalam kompleks Njeron Beteng Wanabayan. Ndalem Kapusakan dijaga ketat oleh dua orang prajurit di halaman depan, dan dua orang prajurit di halaman belakang. Tidak sembarang orang boleh memasuki ruang penyimpanan pusaka itu.Â
Semerbak bau harum wewangian dupa dan bunga tujuh rupa menyeruak dari dalam Ndalem Kapusakan hingga ke pelataran tempat itu. Dua prajurit jaga regol depan tempat itu membolehkan Baruklinting memasuki Ndalem Kapusakan. Sebab Baruklinting termasuk bagian orang Sentana inti Mangir yang tidak dilarang memasuki ruang pusat pusaka itu.Â