Wisik Gua Langse (#14)
Gua Langse, Pesisir Laut Selatan
Semburat langit senja mengikuti arah matahari yang bergerak lambat menjemput malam. Sinar kekuningan membias di ujung garis cakrawala menyentuh permukaan gelombang air Laut Selatan. Barisan ombak bergulung-gulung, sebagian airnya melandai, datang mengerisik bunyinya ketika menyentuh bibir pantai. Sesekali ombak yang besar menerjang tebing karang lautan sebelah Barat, di bawah suatu tempat Gua Langse namanya. Gua itu tepat menghadap arah Laut Selatan, berada di tebing perbukitan kapur Gunungkidul, sebelah Timur pantai Parangtritis.Â
Bunyi deburan ombak Laut Selatan terdengar hingga ke dinding dan relung relung gua yang terdiri dari bebatuan kapur. Bebatuan runcing-runcing bentuknya menyelimuti langit-langit gua itu, basah oleh air yang menetes jatuh satu satu, menyentuh lantai gua yang putih pucat.
Dikisahkan bahwa Gua Langse itu sudah ada sejak beratus tahun lalu, berada di kawasan dusun Gabug, Desa Giricahyo, Purwosari, wilayah Gunungkidul. Nama Langse sendiri berarti kain putih penutup atau kain kafan. Nama ini diberikan karena menurut kepercayaan masyarakat setempat, gua ini dulunya tertutup kain kafan. Selain itu, Langse dapat diartikan berdasarkan pengucapannya yang berarti petilasane atau petilasannya orang-orang besar. Konon menurut tutur para sepuh, Gua Langse adalah tempat para orang besar, termasuk para raja Jawa bertapa atau berjiarah memohon petunjuk suatu wangsit Wahyu Kedaton. Pada dasarnya, Wahyu Kedaton atau sering disebut Wahyu Keprabon adalah restu gaib dari para leluhur dan alam semesta. Restu kepercayaan itu semacam amanat yang diberikan kepada orang pinilih untuk memimpin suatu kerajaan atau negeri.
Gua Langse sulit dicapai karena sebagian besar jalan menuju gua berupa tebing terjal, licin dan jalannya sempit. Pejiarah Gua Langse harus menaiki dan menuruni sepuluh anak tangga yang ada, terbuat dari kayu dan akar-akar pepohonan yang menjulur di kaki-kaki bukit itu. Sebagian akar-akar itu telah rapuh dan menyentuh bibir pantai. Maka hanya orang-orang dalam kewaspadaan dan kehati-hatian yang tinggi mampu mencapai Gua Langse. Tak jarang dikabarkan bahwa barang siapa kurang hati-hati atau terlalu semberono datang ke gua itu, orang itu akan terpeleset dan jatuh mati sia sia di dasar jurang tepi Laut Selatan.Â
Gua Langse oleh masyarakat dusun Gabug Gunungkidul juga dipercaya sebagai tempat yang wingit, angker. Sebab konon gua itu dijaga oleh bangsa Jin dipimpin Nyi Blorong siluman ular Laut Selatan. Maka tak sembarang orang akan mampu mencapai Gua Langse, kecuali orang yang sungguh memiliki niat dan tekad bulat dalam hatinya untuk meraih suatu Wisik di situ.
Di pelataran mulut Gua Langse, pepohonan besar dan tinggi menjulang ke langit, rindang daunnya mengeluarkan sulur-sulur seperti bentuk rambut gimbal, menjuntai hingga menyentuh lantai gua. Kerisik bunyi angin laut yang bertiup di sela dedaunan rindang pohon tua itu, disela kicau suara burung tekukur yang hinggap di salah satu cabang pohon yang besar. Sedangkan di bagian dalam gua itu keadaannya gelap. Sebab tak ada celah bagi cahaya matahari memasuki melalui langit-langit gua itu. Namun di bagian lantai menjorok di dalam gua, justru itulah tempat orang bersemadi mencari suatu wangsit Wahyu Kedaton di tempat itu. Konon raja-raja Jawa pernah bersamadi, bersila di lantai menjorok di dalam gua itu. Mereka tidak bertapa di mulut gua. Sebab pelataran di mulut gua biasa dipakai oleh orang-orang bertapa untuk meminta suatu harta kekayaan duniawi dari alam gaib, bukan meminta derajat pangkat seorang pemimpin.Â
Baruklinting duduk bersila sendirian di bawah batu besar di dalam Gua Langse itu. Dia telah memantapkan tekadnya untuk maneges di Gua Langse seperti saran Ki Gringsing dari Menoreh. Dia telah berada di tempat itu dalam beberapa waktu lamanya. Tangannya bersedekap, mata terpejam dan wajahnya menghadap langsung Laut Selatan. Hanya bunyi debur ombak terdengar di dalam gua itu.Â
Di atas cakrawala di antara langit senja yang berwarna jingga kekuningan, sekonyong-konyong tampak seberkas cahaya bintang terang tak berkedip-kedip. Bintang itu seperti bertengger memancarkan sinarnya tak bergerak, tinggi di atas Laut Selatan sebelah Barat. Bintang itu tampak terlihat dari kejauhan dari tempat Baruklinting duduk bersila. Konon bintang itu disebut Lintang Panjer Sore.Â
Itulah bintang kejora yang memancarkan sinarnya di langit sebelah Barat di waktu senja menjelang malam tiba. Kemunculan Lintang Panjer Sore itu oleh para spiritualis Jawa dianggap pertanda akan datangnya suatu wisik gaib. Hanya orang yang waskita yang memahami pertanda alam semacam itu. Keadaan itu sungguh di luar nalar, namun banyak orang meyakini hal itu sebagai kenyataan. Dalam pada itu Baruklinting menyambut kemunculan Lintang Panjer Sore itu. Dia berharap Lintang Panjer Sore memberinya wisik gaib tentang hasratnya untuk menjadi penguasa tunggal di Mangir.Â
Di Gua Langse pesisir Laut Selatan, sejeda kemudian Baruklinting dalam semadinya mendengar suatu wisik Lintang Panjer Sore. Bintang kejora yang bercahaya terang itu berkata:
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!