Green building atau bangunan ramah lingkungan merupakan konsep arsitektur yang mengutamakan efisiensi energi, pemanfaatan sumber daya alam secara optimal, dan pengurangan dampak negatif terhadap lingkungan. Di Indonesia, konsep ini mulai berkembang pesat, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Namun, implementasi green building di Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan yang patut dikritisi. Meskipun kesadaran akan pentingnya keberlanjutan semakin meningkat, pemahaman mendalam mengenai green building masih terbatas pada kalangan tertentu, seperti profesional di bidang konstruksi dan lingkungan. Banyak masyarakat umum yang belum memahami manfaat jangka panjang dari bangunan ramah lingkungan, baik dari segi ekonomi maupun kesehatan.
Biaya awal yang dianggap mahal adalah salah satu kritik utama terhadap green building. Teknologi dan material yang digunakan sering diimpor, sehingga biaya konstruksi melambung tinggi. Padahal, biaya ini dapat ditekan jika pemerintah menawarkan bantuan dalam bentuk subsidi atau insentif pajak. Di Indonesia, sertifikasi seperti Greenship dari Green Building Council Indonesia (GBCI) sudah ada untuk menilai keberlanjutan sebuah bangunan. Namun, regulasi pemerintah yang mendukung penerapan green building masih belum cukup ketat atau merata. Beberapa daerah masih memprioritaskan pembangunan tanpa mempertimbangkan dampak lingkungan.
Banyak pengembang properti yang enggan menerapkan prinsip green building karena kurangnya insentif, seperti pengurangan biaya izin atau insentif pajak. Akibatnya, pembangunan ramah lingkungan lebih sering dianggap sebagai pilihan, bukan kewajiban.Green building lebih banyak ditemukan di kota-kota besar, sedangkan di daerah pedesaan atau pinggiran, konsep ini hampir tidak dikenal. Padahal, dengan memanfaatkan potensi lokal seperti bambu atau material ramah lingkungan lainnya, pembangunan di daerah rural dapat menjadi lebih berkelanjutan.
Untuk mendorong implementasi green building yang lebih merata dan efektif di Indonesia, beberapa langkah strategis dapat diambil. Pertama, pemerintah dan organisasi terkait perlu meningkatkan edukasi dan sosialisasi mengenai manfaat green building, tidak hanya kepada pengembang properti tetapi juga kepada masyarakat umum, agar tercipta kesadaran kolektif. Selanjutnya, regulasi yang lebih tegas dan pemberian insentif finansial, seperti pengurangan pajak atau biaya izin, dapat menjadi pendorong bagi lebih banyak pihak untuk menerapkan prinsip konstruksi ramah lingkungan. Pemanfaatan material lokal yang ramah lingkungan juga penting untuk menekan biaya pembangunan sekaligus mendukung ekonomi masyarakat setempat. Terakhir, kerja sama multisektor antara pemerintah, swasta, dan komunitas diperlukan untuk menciptakan ekosistem yang mendukung pembangunan berkelanjutan secara menyeluruh. Dengan langkah-langkah ini, green building di Indonesia dapat berkembang lebih cepat dan memberikan dampak positif jangka panjang bagi lingkungan dan masyarakat.
Melalui pendekatan yang lebih strategis dan kolaboratif, green building di Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi solusi terhadap tantangan lingkungan sekaligus menciptakan kehidupan yang lebih berkelanjutan bagi generasi mendatang. Namun, hal ini memerlukan komitmen serius dari semua pihak.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI