Mohon tunggu...
Aqilla Sania Putri
Aqilla Sania Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Hukum Keluarga UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Hukum Keluarga

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pernikahan wanita hamil perspektif Kompilasi Hukum Islam

19 Mei 2024   01:15 Diperbarui: 19 Mei 2024   01:21 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://id.pinterest.com/pin/545709679865262614/ 

Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan perlu menjalin hubungan dengan orang lain, baik dalam kehidupan masyarakat maupun kehidupan rumah tangga. Maka dari itu pernikahan menjadi kebutuhan yang penting agar dapat menyalurkan kebutuhan biologis. Seiring berkembangnya teknologi yang begitu cepat, telah memberikan dampak positif bagi manusia namun disisi lain ada dampak negatif yang sulit dihindari. 

Salah satu dampak negatifnya adalah gaya hidup Masyarakat yang kini mulai mengarah kepada pergaulan bebas atau identik dengan free sex yang sangat menghawatirkan, bahkan free sex ini marak di kalangan generasi muda. Dikarenakan maraknya pergaulan bebas menyebabkan tingkat kehamilan pranikah meningkat setiap tahunnya.

Faktor pergaulan seks bebas menjadi faktor dominan yang memicu tingginya tingkat kelahiran anak diluar nikah, karena para remaja pada umumnya tidak memahami apa dampak yang timbul akibat seks bebas, sehingga pada saat terjadi kehamilan mereka dalam posisi yang tidak siap untuk menghadapinya, baik untuk melangsungkan pernikahan atau untuk menjadi orang tua bagi si anak.

Islam sangat menganjurkan kepada manusia untuk melaksanakan pernikahan secara sah agar manusia, mencari pasangan hidup dan memperbanyak keturunan. Dengan pernikahan akan terhindar dari perbuatan yang dilarang oleh agama, seperti free sex dan lebih efektif serta efisien untuk mencegah dan menghindari perbuatan zina.

Terkait dengan permasalahan pernikahan Wanita hamil karena zina, dalam Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (KHI), Bab VIII kawin hamil sama dengan persoalan menikahkan Wanita hamil. Pasal 53 dari bab tersebut berisi 3 ayat, yaitu:

  • Seorang wanita hamil di luar nikah dapat dinikahkan dengan pria yang menghamilinya
  • Pernikahan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat 1 dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya
  • Dengan dilangsungkan pernikahan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan pernikahan ulang setelah anak yang dikandung lahir

Disisi lain,  apakah wanita yang hamil di luar nikah boleh dinikahkan dengan pria lain selain yang menghamilinya tidak diatur secara eksplisit di dalam KHI. Menurut pasal 53 ayat (1) KHI, kemungkinan perempuan yang hamil di luar nikah tidak harus dinikahkan dengan pria yang menghamilinya, tapi bisa dinikahkan dengan pria lain yang tidak menghamilinya, karena norma hukum yang ada di pasal tersebut bersifat kebolehan bukan keharusan. Namun dalam hal ini haruslah si Perempuan memberi tahu terlebih dahulu mengenai kehamilannya kepada si calon suami

Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI), pernikahan Wanita hamil diperbolehkan dan tidak harus seperti yang dianut oleh kehidupan berdasarkan hukum adat. Disamping mempertimbangkan faktor sosiologis dan psikologis, masalah ini menjadi ikhtilaf dalam fiqh. Tim perumus KHI berpendapat bahwa maslahat memperbolehkan pernikahan Wanita hamil lebih besar dari pada melarangnya.

Menurut pendapat Ulama Hanafiah dan Hanabilah mengenai permasalahan pernikahan wanita hamil yaitu Perempuan itu tidak boleh dinikahkan kecuali setelah dia melahirkan anaknya, sebagaiman mestinya masa iddah hamil. Sedangkan menurut Ulama Syafi'iyah dan Ulama Zhahiriyah, Perempuan yang sedang hamil boleh dinikahkan tanpa harus menunggu kelahiran bayi yang dikandungnya.

Dari ungkapan tiga ayat yang terkandung di dalam pasal 53 Kompilasi Hukum Islam adalah bentuk aturan hukum yang mengatur tentang Wanita yang hamil di luar nikah jika ingin melangsungkan pernikahan. Dari tiga ayat tersebut, dapat memberikan gambaran bahwa:

  • Pria yang menghamili memiliki tanggung jawab untuk menikahi si Perempuan.
  • Pernikahan Wanita hamil tidak harus menunggu kelahiran bayi yang dikandungnya, tetapi lebih baik dipercepat untuk menjaga nasab si anak.
  • Pernikahan tidak perlu diulang, agar pernikahan tidak ternodai.

            Pernikahan Wanita yang hamil di luar nikah adalah sah apabila sudah terpenuhi syarat dan rukun pernikahan yang sudah dimuat dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang pernikahan. Jadi, Pernikahan wanita hamil boleh dilangsungkan dengan menikahkan wanita itu dengan pria yang menghamilinya ataupun orang lain yang bersedia dan pernikahan tidak perlu diulang ketika anak yang dikandung sudah lahir.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun