Di depan cermin dia berdiri mematung, membersihkan pipinya yang lengket dengan coklat. Seperti pemain ketoprak, penampilannya mirip orang yang sedang tampil di pentas untuk menyenangkan penonton. Namun, itu tak menjadi soal. Apalagi anak yang baru masuk kelas 1 SD. Semuanya terlihat sangat alami. Biasa saja. Setelah dianggap cukup bersih. Ia lalu mengusap bekas-bekas coklat itu di permukaan cermin.
Spontan. Ibu yang dari tadi mencari dan mengejar sang anak. Ia menemukan di dalam kamar, dengan kondisi cermin, belepotan coklat.
"Dari mana saja kau, nak? Apa yang yang baru saja kamu lakukan? Ibu mencarimu keman-mana." Ujar Ibunya dengan nafas yang tersengal-sengal. Ekspresinya wajahnya, campur antara ketakutan dan kegembiraan. Mengingat saat ini banyak terjadi kasus penculikan anak.
Mendengar pertanyaan Ibunya, sang anak tak menjawab sama sekali. Ia melempar senyum. Anak itu menganggap ia telah memenangkan petak umpet dengan ibunya.
"Apa yang kamu lakukan?" tandas ibunya lagi.
"Aku ingin jadi pahlawan." Jawab anak sambil memperhatikan mata ibunya.
"Pahlawan?" ibunya tersernyum. Sementara ia memperbaiki tempat duduknya supaya terlihat nyaman. Ia mulai menggiring anaknya di kursi shofa.
"Kamu tahu apa arti pahlawan nak?"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H